Paper of Paperless?

Salah satu kendala pembaca paperless adalah hilangnya kesan membaca buku, dari aromanya, bolak-balik halaman, dan kesan-kesan lainnya yang ada pada buku kertas. Selain itu masalah terpenting adalah kesehatan mata. Berbeda dengan buku yang terlihat dengan memantulkan sinar, pada buku digital (paperless) yang dibaca lewat monitor LCD biasa sinar mengarah ke mata, walaupun sudah jenis yang paling nyaman sekalipun seperti layar AMOLED.

Saat ini e-reader yang memanfaatkan teknologi e-ink sepertinya mulai dicari. Hal ini karena prinsipnya yang menyerupai tulisan di kertas. Dari yang berjenis Kindle, KOBO yang ber sistem operasi sendiri, hingga Onyx, Meebooox, yang ber sistem operasi Android. Masing-masing punye kelemahan dan kelebihan masing-masing. Oiya, jika Anda belum memahami apa itu e-ink silahkan lihat video ini ketika Kindle ‘dihajar’ habis-habisan .. dan uniknya ketika kondisi sudah mati total, tinta elektroniknya masih mencetak lho.

Jika siang hari LCD membutuhkan sinar untuk menampilkan gambar, e-ink justru malah tidak perlu sinar karena prinsipnya yang mencetak tulisan/gambar di dinding layar. Sinar hanya berfungsi seperti lampu belajar yang menerangi buku, di e-reader berarti menerangi tulisan e-ink yang tercetak, jadi aman banget di mata. E-reader Android saat ini banyak dicari, tapi saya masih setia dengan Kindle karena ringan operasinya, mirip buku yang tidak perlu dicas. Baterai bisa tahan 2 bulanan karena memang minim proses di Kindle. Salah satu keluhan yakni tidak bisa reflow text dapat diatasi dengan mengkonversi terlebih dahulu di PC atau Laptop Anda. Jika sudah, Anda tinggal baca dengan nyaman, walau ribuan halaman, mata tidak capai. Lihat video ini yang mengilustrasikan bagaimana membaca paper ilmiah. Jenis bacaan ini membutuhkan persamaan matematis dan gambar/tabel yang jika dengan reflow text biasa hasilnya berantakan, tapi dengan k2pdfopt.exe yang memang diperuntukan untuk Kindle hasilnya ok, bahkan untuk paper 2 kolom tetap nyaman dibaca.

Kalau novel yang berisi hanya tulisan mudah saja, tinggal langsung dikirim ke Kindle online yg langsung mengkonversi menjadi MOBI, atau ekstensi lain standar Kindle. Untuk e-reader Android memang praktis tapi sepertinya sayang, boros energi, kalau hanya untuk dipakai membaca layaknya buku. Kecuali memang ingin membaca perpusnas, gramedia online, dan novel-novel online yang ada di playstore.

Kalau Paper? Tentu saja jatuhnya lebih mahal. Beberapa teman kadang lebih suka print sebelum dibaca tetapi masalahnya butuh biaya, kertas, tinta printer, seperti kasus saya yg macet tintanya dan harus sering-sering dibersihkan (head cleaning), dan barusan flushing karena mampet parah dengan cara seperti video berikut.

Skill Sarjana .. Seharusnya Apa?

Dalam dunia akademik ada jurang pemisah antara riset dan skill/keterampilan. Jika riset mengharuskan adanya penelitian yang menghasilkan kontribusi, skill mengharuskan seseorang mampu mengerjakan dan menghasilkan sesuatu. Biasanya keterampilan diuji dengan ujian LSP sementara riset lewat tugas akhir. Riset biasanya menguji sesuatu, entah itu metode maupun melakukan improvement agar dihasilkan metode yang lebih baik. Hanya saja untuk level sarjana (S1) tentu saja tidak diharuskan menghasilkan metode baru baik modifikasi maupun metode baru (novelty).

Agak sedikit membingungkan jika mahasiswa S1/sarjana profilnya mampu riset, yang biasanya itu untuk S2 dan S3. Mahasiswa S1 sendiri profilnya jika disesuaikan dengan aturan pemerintah hanya di level menggunakan saja. Istilah menggunakan ini bukan menggunakan tools seperti SPSS, rapid miner, atau tool lain yang fokusnya ke riset, tapi menggunakan bahasa pemrograman, pengetahuan jaringan komputer, framework-framework aplikasi, dan sejenisnya yang memang sangat dibutuhkan dunia kerja/industri.

Ada sedikit masalah ketika mahasiswa S1 syarat lulusnya publish di jurnal. Walaupun kadang ada juga aturan kampus (maksudnya mungkin baik, standar melebihi standar DIKTI) yang mengharuskan publish, atau sekedar submit (nah, ini yang merepotkan pengelola jurnal seperti saya, karena mereka asal submit dan ‘nyampah’ – tak perduli diterima atau tidak).

Kampus tertentu saya lihat memiliki sedikit trik, yakni tidak hanya membangun sistem dengan 1 model, melainkan beberapa model yang dibandingkan, setelah itu ketika sudah jadi diimplementasikan dalam sebuah aplikasi sederhana (bukan dalam script saja, e.g. di colab/editor). Jadi riset nya dapat, skill develop system dapat. Untungnya saat ini masalah implementasi jadi mudah dengan bantuan ChatGPT.

Selain itu mahasiswa perlu memodifikasi kode, mirip dengan parafrase tulisan biasa, agar tidak terdeteksi plagiarisme kode program [link]. Berikut contoh implementasi Deep Learning pada Web.

Peramalan Menggunakan ARIMA dengan SPSS

Sebelum masuk bagaimana meramalkan sesuatu dengan ARIMA ada baiknya membedakan antara peramalan (forecasting) dengan prediksi (prediction). Keduanya sama-sama memprediksi, tetapi peramalan prediksi didasarkan pada data historis. Jadi peramalan membutuhkan data deret berkala (time-series). Sementara prediksi membutuhkan variabel-variabel yang ada yang menentukan hasil prediksi. Jika meramalkan cuaca membutuhkan data-data cuaca sebelumnya, prediksi membutuhkan variabel-variabel seperti suhu, kelembaban, dan sebagainya untuk memprediksi. Walau terkadang keduanya digabung, misalnya pada Nonlinear Autoregressive Network with External (NarXnet) [link].

AutoRegressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan peramalan dengan memanfaatkan tiga komponon yaitu AR, I, dan MA. Pada Statistical Package for Social Sciences (SPSS) diistilahkan dengan p, d, dan q dalam toolboxnya. AR menggunakan prinsip regresi, sementara I menghilangkan tran musiman dari data dan MA menggunakan prinsip moving average dari residu sebelumnya. Berapa ukuran yang tepat untuk AR, I, dan MA perlu dicari nilai yang optimal dimana kesalahan, misal MAPE, yang sekecil mungkin.

Beberapa riset tentang peramalan banyak dilakukan, khususnya saat COVID. Beberapa mengikuti pola tertentu, misalnya mengikuti konsep SIR [link], namun terkadang faktor-faktor eksternal kadang perlu juga dimasukan, misalnya ketika meramalkan inflasi di suatu daerah. Berikut bagaimana menggunakan ARIMA untuk meramalkan dengan data tertentu.

Video singkat ini bisa juga jadi bahan referensi meramalkan inflasi dengan ARIMA, di sini menggunakan ARIMA (1,2,1). Silahkan coba versi ARIMA lainnya.

Grafik Interaktif dari Google Form

Hampir kebanyakan survey saat ini menggunakan Google Form karena lebih praktis. Masalah yang utama adalah responden yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi survey kita. Banyak cara agar responden mau mengisi, dari memberikan doorprize, souvenir, hingga mengandalkan teman-teman di grup.

Di medsos terkadang ada survey singkat yang langsung memberikan hasil agar responden segera tahu bagaimana hasil riset yang dihasilkan berdasarkan data terkini berupa rekapitulasi. Kita lihat ketika pemilu, banyak rakyat tertarik dengan hasil quick count karena ingin segera melihat hasilnya. Rasa penasaran terkadang menambah tingkat partisipasi masyarakat. Bayangkan jika habis ‘nyoblos’ menunggu hasilnya sebulan kemudian, pasti ‘be te’. Keingintahuan responden terkadang perlu difasilitasi agar tingkat partisipasi naik.

Berikut ini cara menggunakan google form untuk survey, kemudian hasilnya dapat dilihat dalam website berupa kode HTML berisi chart. Kode tersebut tinggal dishare, bahkan oleh web server statik seperti github page atau spaces.w3school.

Outcome Based

Presiden Jokowi di awal pemerintahan kerap melakukan gebrakan-gebrakan di luar kebiasaan. Dari menteri kelautan yang gemar meledakan para pencuri ikan, hingga menteri pendidikan yang bukan dari praktisi kampus, yakni pendiri Gojek, alias pengusaha. Sikapnya yang ‘gaul’ kerap dianggap kurang menghargai kesakralan institusi pendidikan di Indonesia, yang memang masih ada sisa-sisa pendidikan Belanda, khususnya di kampus-kampus tua.

Terlepas dari itu, apakah kinerjanya baik? Semua terserah pembaca sekalian. Terakhir, mendikbud yang lulusan Harvard ini dicecar oleh anggota dewan, yang mengkritisi nasib guru-guru di daerah 3T, dan mereka tidak menghiraukan penghargaan orang luar negeri yang melihat kinerjanya yang ok.

Di akhir-akhir masa jabatan presiden, uniknya adalah menteri yang bergelar magister itu justru mampu menambah profesor-profesor baru yang dulu terasa ‘seret’. Sistem 400 tim ‘shadow’ (kemudian diralat menjadi mirroring) di tiap dirjen sepertinya mempercepat dan memperlancar proses.

Mungkin salah satu hal yang cukup mengganggu rekan-rekan dosen yang tidak muda lagi adalah beasiswa yang sulit karena syarat umur sekarang masuk kategori remaja (di bawah 40 tahun). Kampus-kampus besar mungkin bisa memberikan beasiswa lokal, tetapi untuk kampus-kampus menengah ke bawah terpaksa menggunakan uang pribadi (dana mandiri). Saya termasuk rombongan beruntung yang memperoleh beasiswa, dan ternyata memang di luar negeri, dosen-dosen kita ke-tua-an. Kita selalu jadi ‘pa RT’, karena paling tua.

Benarkah kita tidak perlu melihat pandangan orang luar negeri terhadap kinerja kita? Saya ingat dulu ketika Habibie ditolak pertanggungjawabannya oleh DPR sehingga terpaksa diganti. Banyak kejadian, orang kita di luar negeri lebih dihargai dari pada di dalam negeri.

Bolehlah kita menghiraukan pandangan orang luar, tetapi kejadian-kejadian saat ini menunjukan hal sebaliknya. Misalnya masalah hukum di negara kita. Ketika 7 tahun yang lalu, dengan framingnya, media bisa membuat Jesica oleh pemirsa dianggap pasti bersalah, tetapi tatkalan orang luar menampilkan netflix berjudul ‘es kopi’, mulailah heboh karena ternyata ada yang tidak beres. Kadang kita memang butuh alat diluar diri kita untuk berkaca. Tidak hanya di kurikulum, outcome-based bisa juga diterapkan dalam sistem kita, hasil nyata sangat penting, seperti kata jenderal Antivirus di film Asterix yang diperankan oleh Zlatan Ibrahimovic, “Why talk when you can fly?”, ok, tunjukan saja karya kita, biar orang yang menilai.

Akses POST, GET dan DELETE pada API

POST, GET dan DELETE merupakan salah satu fungsi REST API. Di sini data dimanipulasi, mirip konsep Create, Read, Update, dan Delete (CRUD) pada database. Bedanya pada REST API proses tidak melihat platform teknologi database yang digunakan, asalkan API tersedia dengan data Json atau Xml, pertukaran informasi bisa dijalankan. Bahkan Google Sheet pun bisa dibuat API:

Kode HTML yang disupport Javascript ternyata dengan mudah dan ringan bisa diterapkan POST dan DELETE. Oiya, PUT termasuk metode yang lain. Berikut video implementasinya, silahkan tanya ChatGPT untuk menghubungkan HTML dengan API, disertai akses POST, PUT, GET dan DELETE.

Akses API dari Google Sheet lewat HTML

Lanjutan dari post yang lalu [link], kita akan mencoba memanfaatkan Google Sheet untuk data yang akan dikelola lewat aplikasi web. Biasanya yang sering kita lihat adalah aplikasi PHP-Mysql dengan koneksinya. Biasanya dibutuhkan sebuah server khusus, misalnya Apache untuk PHP. Masalahnya adalah server tersebut perlu dihosting serius, apalagi kalau aplikasinya besar (enterprise application). Nah, untuk data yang sederhana, dan bisa digunakan oleh pengguna internal, kita bisa menggunakan server dari Google Sheet.

Google sheet merupakan aplikasi terkenal Google, sering disebut Excel Online. Formatnya sangat mudah karena sebagian besar manusia di bumi pernah menggunakan Microsoft Excel atau spreedsheet merek lain, open office, dan lain-lain. Google Sheet menyediakan aplikasi Google Script (GS) untuk mengelolanya seperti pada postingan sebelumnya [link], namun untuk digunakan dalam script html perlu perlakuan khusus. Nah, di sini kita butuh bantuan sheet.best [link] untuk mengkonversi Google Sheet menjadi Application Programming Interface (API) yang dapat digunakan langsung via kode html (tentu saja ada javascript di dalamnya).

Jadi hanya dengan menempatkan file HTML di server web statis seperti spaces.w3spaces.com atau github page, dan sebuah file Google Sheet, aplikasi database sederhana dapat berjalan. Tentu saja untuk database kompleks harus memanfaatkan server database, seperti MySQL, postGres, dan lain-lain walaupun saat ini jenis database no-sql kian diminati.

Ikuti saja langkah-langkah pada video ini dan saat ini ChatGPT [link] merupakan sarana belajar sekaligus menghasilkan kode. Untuk belajar karena kita bisa bertanya penjelasan line-code di tiap-tiap baris kode sehingga bisa menjalankan kode sendiri nantinya. Sekian, semoga bermanfaat.

Intelligence Media Analytic Sederhana

Konon kabarnya kemenangan Donald Trump dibantu oleh intelligence media analytic yang mengandalkan pengaruh media sosial, salah satunya facebook [link]. Nah, kita akan memasuki pilpres dan pileg tahun depan, ada waktu sekitar 3 bulan untuk kampanye. Apakah waktu tersebut cukup?

Melihat kondisi geografis Indonesia yang tersebar dalam pulau-pulau, sangat sulit jika kampanye dilakukan dengan cara off line, turun ke lapangan. Dengan jumlah provinsi sebanyak 34 provinsi, tidak efektif hanya mengandalkan kunjungan langsung. Maka cara yang efektif tentu saja lewat media online.

Peran media analytic jadi sangat penting, selain untuk menebarkan kampanye positif (tentu saja kampanya negatif tidak etis). Beberapa mahasiswa sudah bisa membuat sentiment analysis dari twitter yang memang berbasis text. Nah, bagaimana dengan yang video? Tentu saja butuh sedikit usaha untuk mengkonversi ucapan menjadi tulisan, seperti video berikut:

Ketika video berhasil dikonversi menjadi tulisan, maka di sini Natural Language Processing (NLP) bekerja dengan memanfaatkan metode-metode yang ada, misal SVM, Naïve Bayes, BERT, dan sejenisnya, termasuk fasilitas khusus untuk bahasa selain Inggris, misalnya bahasa Indonesia. Berikut bagaimana menganalisa video menjadi sentiment analysis dan fasilitas lain seperti wordcloud.

Yuk Bermain API – Application Programming Interface

Beberapa aplikasi seperti e-commerce (traveloka, agoda, pegipegi, airbnb, dll) tidak membuat sendiri basis data yang dikelolanya melainkan dengan mengakses Application Programming Interface (API) yang dibuat oleh penyedia data. API sendiri ada yang berpassword (token), dan yang bebas. Selain itu dari datanya ada yang berjenis XML dan ada yang terkenal, yaitu JavaScript Object Notation (Json). Di sini kita gunakan Google Sheet, salah satu aplikasi yang mudah digunakan karena berformat excel. Tapi dalam praktiknya biasanya menggunakan DBMS standard, mysql, postgresql, oracle, dan lain-lain.

Silahkan untuk latihan gunakan penyedia API-API gratis baik resmi maupun untuk sekedar testing saja, misal [link]. Silahkan buka Google Sheet lewat Gmail atau GDrive dan masuk ke extension untuk menginput kode Google Script (GS) agar bisa tercipta API. Lihat dokumentasi GS bagaimana cara menggunakannya, atau tanya saja ChatGPT lalu pelajari cara kerjanya. Silahkan lihat video saya berikut: