Artificial Intelligence (AI) sangat luas, baik dari implementasi maupun definisi. AI terbagi jadi empat kuadran yakni Think Humanly, Think Rationally, Act Humanly, dan Act Rationally. Namun demikian definisi yang memuaskan sulit didapat, misalnya Alan Turing cenderung mendefinisikan AI sebagai Think Humanly, dengan Turing Test-nya dimana seseorang diminta menebak dia chatting dengan manusia atau mesin. Sementara itu tokoh lain seperti Elaine Rich menyatakan bahwa AI merupakan rancangan komputer yang melakukan sesuatu dimana saat ini manusia menunjukan hasil yang lebih baik. Misalnya aplikasi catur, ketika Grandmaster Gary Kasparov kalah oleh aplikasi catur Deep Blue, maka catur bisa dikatakan bukan wilayah AI lagi. Kalau bukan AI apa namanya? Alhasil, pertandingan catur harus mencegah pemain memanfaatkan AI. Misal ada robot yang mengendalikan motor dan mengalahkan Valentino Rossi, berarti robot pembalap itu sudah di luar AI.
Inilah yang dikhawatirkan oleh beberapa ilmuwan AI dimana produk dari AI yang mengalahkan manusia. Ketika ChatGPT muncul, ujian atau tugas mahasiswa sudah harus dipastikan tanpa memanfaatkan ChatGPT mengingat kemampuan aplikasi ini dalam men-generate tulisan atau menjawab soal-soal. Repotnya ketika AI yang telah dibuat belum ada cara mengantisipasi dampaknya.
Beragam produk AI dihasilkan setiap hari. Yang unik kebanyakan diakses tanpa perlu membayar, mirip Google yang gratis digunakan untuk searching, atau ChatGPT untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Mengapa? Hal ini karena pengguna hanya diberi akses tanpa memiliki Engine AI itu sendiri. Ketika pengembang AI menciptakan engine, biasanya mereka tidak memberikan engine itu ke orang lain, melainkan hanya memberikan akses saja, misalnya dengan API. Video berikut memperlihatkan bagaiman mengimplementasikan AI lewat akses API dengan salah satu situs online untuk praktik DevOps, yakni Play-with-Docker.