Setelah melalui serangkaian tahapan pilpres akhirnya pemerintahan baru terbentuk. Kabinet merah putih yang dikomandoi oleh mantan danjen kopassus, Prabowo Subianto, akhirnya terbentuk. Berbeda dengan kabinet sebelumnya yang ramping, kali ini kabinet cukup gemuk. Yang jelas terlihat adalah terpecahnya kemendikbudristek menjadi empat kementerian, antara lain: pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, riset, dan kebudayaan. Semoga lebih baik karena lebih fokus.
Mirip dengan menonton sepak bola kita di penyisihan piala dunia, terkadang kita merasa lebih hebat dari pelatih dan pemain. Komentar pun bermunculan, bebas, tak ada yang melarang. Pemerintahan juga seperti itu, ada menteri yang dipertanyakan kelulusan doktornya, kementerian baru yang dipertanyakan maksudnya, dan hal-hal lain yang pasti bisa dikomentari. Apalagi jika melihat Youtube, para youtuber yang berpengikut banyak kerap melontarkan komen-komen yang terkadang membuat orang khawatir, sindiran-sindiran terhadap pemimpin yang harus bertanggung jawab, dan dugaan-dugaan lain yang terkadang baik di sisi jumlah viewer tapi bisa berdampak terhadap suasana hati yang menonton. Ada yang mengatakan kondisi yang tidak baik-baik saja ini tanggung jawab dari pemimpin, yang ujung-ujungnya prinsip ‘salah Jokowi’ digunakan. Namun, untungnya pidato pertama presiden Prabowo mengatakan, “ikan busuk dimulai dari kepala”, yang menandakan beliau siap menanggung jika kondisi buruk terjadi.
Memang sulit, jika kita mengikuti negara yang sudah maju pendidikannya, misalnya Finlandia, khawatirnya rakyat kita tidak bisa mengikuti. Jangankan negara eropa itu, mengikuti negara Asean yang lain pun kita terkadang sulit, mengingat lokasi geografis dan SDM yang berbeda-beda, termasuk karakter budayanya. Mau tidak mau sebaiknya kita kembali ke metode yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantara, dengan prinsip: “ing ngarso sung tulodo; ing madyo mangun karso; tut wuri handayanto .. eh handayani maksudnya”.
Untung ada AI yang bisa membuat kita bisa berlari cepat mengikuti negara-negara lain yang di atas kita. Belajar pun kian murah, banyak fasilitas-fasilitas online. Tinggal bagaimana memicu anak-anak muda agar mau mengikuti teknologi, informasi, sains, dan perkembangan terkini. Di dunia pendidikan sepertinya ada gap yang terlalu jauh antara senior dan junior. Beberapa organsisasi masih tidak memberi kesempatan kepada anak-anak muda untuk memegang tanggung jawab. Banyak yang terkesan ‘itu itu saja’ orangnya. Khawatir nanti anak-anak muda tidak bersemangat lagi, yang ujung-ujungnya banyak yang lari dan berkarir di negara lain. Yuk, beri kesempatan kepada anak-anak muda untuk memagang tanggung jawab.