Tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan

Sekarang, apapun profesi kita, ternyata harus adaptif. Perubahan yang terjadi sangat cepat, tidak seperti era 90-an atau 2000-an. Untuk bidang pendidikan, bukan saja menteri yang diganti tetapi terkadang departemen pun berubah, kadang melebar, kadang menyempit. Seperti saat ini Kemendikbudristek pecah menjadi Kemendikdasmen, Kemendikti, dan Kemendikbud. Sementara Kemristek memisahkan diri yang dulu bagian dari Kemendikbudristek. Apapun yang terjadi, memang membingungkan dan meresahkan tetapi dilihat dari sistem, kita ibaratkan sistem yang adaptif. Sistem yang mampu merespon keadaan saat ini. Atau bisa juga sistem kontrol, adanya error dapat segera direspon agar tetap di jalurnya.

Baru saja peraturan Kemendikbudristek No. 44 tahun 2024 ditunda pelaksanaannya [post yg lalu], kini UU no. 15 tahun 2024, ikut-ikutan ditunda juga. Undang-undang ini membahas tentang penjaminan mutu perguruan tinggi.

Entah bagian mana yang sepertinya perlu dievaluasi. Padahal di kampus saya baru dua minggu yang lalu diadakan sosialisasi peraturan itu, khususnya di bagian PEMUTU, alias akreditasi otomatis. Sepertinya pemerintah bimbang, ingin menghapus akreditasi takut perguruan tinggi tidak terkontrol kualitasnya, akhirnya dibuatlah PEMUTU [Url].

Tentu saja kita tidak bisa lepas dari pergaulan internasional. Lembaga akreditasi dunia dalam akreditasi entah itu AQAS, IABEE, dan lain-lain dalam mengakreditasi pasti akan meninjau langsung. Mungkin maksudnya menghemat biaya karena dianggap kampus yang telah terakreditasi tersebut tidak mengalami perubahan peringkat. Kalau mau hemat sekalian saja tidak diwajibkan akreditasi.

Beberapa Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) sudah terbentuk, seperti dapat dilihat dari website PEMUTU, mulai dari LAM PTKES hingga LAM SPAK. Instrumen sudah dibuat, beberapa sudah menyiapkan asesor-nya dengan saringan yang ketat. Manajemen sudah berjalan dengan baik. Dengan adanya akreditasi yang otomatis lewat pemantauan sistem, maka prodi akan memperoleh akreditasi tanpa adanya evaluasi langsung ke lapangan.

Selama ini memang evaluasi lapangan yang dikenal dengan istilah asesmen lapangan (AL) menjadi momok menakutkan bagi kampus-kampus. Tapi setelah lepas dari BANPT, AL bagi kampus sebenarnya bisa menjadi ajang meningkatkan kualitas karen asesor yang datang ke kampus-kampus di seluruh indonesia bisa menjadi narasumber untuk perbaikan kampus ke depan, tidak hanya memvonis. Selain, tentu saja menjaga tali silaturahmi, mengingat biasanya ada asesmen silang, yang dari sumatera, misalnya Aceh, akan dievaluasi oleh dosen dari Jawa, Kalimantan, dan wilayah lain.

Nah untuk sekolah menengah ternyata perlu sekali. Beberapa informasi menunjukan dengan dihapusnya ujian nasional, kampus-kampus di luar negeri seperti Belanda dan Jerman, ketika menyaring mahasiswa S1 dari SMA di Indonesia memiliki kesulitan, khususnya standar [Url]. Apalagi bidang-bidang dasar sangat kurang seperti matematika, fisik, kimia dan sejenisnya yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan kampus-kampus luar. Beberapa kasus viral di mana SMA tidak mampu menjumlahkan angka.

Sepertinya perlu dipikirkan oleh pemerintah. Saya ingat ketika kuliah di luar, dosen dari Amerika bertanya ke mahasiswa, belajar variabel kompleks kapan. Thailand dan Vietnam menjawab di S1, dan sangat mengejutkan, mahasiswa dari Perancis menjawab sudah diajarkan di SMA. Jadi, harus segera dibenahi, khususnya ilmu-ilmu dasar harus dikuasai anak-anak kita.

Membuat Soal Ujian dengan Cepat dan Efisien lewat AI

Sudah mulai ujian akhir. Jadi, soal sudah harus segera dibuat. Ada beragam tipe soal, bisa pilihan ganda, ada juga yang essay. Masing-masing punya kelemahan dan kelebihannya. Pilihan ganda memang sulit membuatnya, tapi mudah mengoreksinya. Sementara itu, essay memiliki kelebihan karena bisa menggali informasi apakah siswa memahami apa yang dipelajarinya. Namun saat ini jika tidak diawasi dalam mengerjakannya, mereka bisa memanfaatkan AI, misalnya ChatGPT atau Copilot Microsoft.

Nah, ada yang menguji dalam bentuk lisan. Khususnya materi kuliah yang berupa pemahaman akan konsep-konsep. Namun membutuhkan waktu, apalagi jika siswa yang harus diwawancara lebih dari 50 orang. Oiya, kombinasi antara multiple choice dan essay terkadang menjadi andalan. Mirip ujian nasional jaman dulu yang sekarang sudah tidak ada lagi.

Saat ini dengan adanya Akal Imitasi (AI), pembuatan soal multiple choice yang membutuhkan waktu karena harus mencari jawaban selain jawaban yang benar dapat dilakukan dalam beberapa detik saja. Salah satunya adalah Magic School [link]. Berikut video yang mengilustrasikan bagaimana membuat soal multiple choice dengan cepat.

Membuat Diagram dengan Mudah

Baik skripsi, tesis, maupun disertasi tidak lepas dari diagram. Biasanya diagram digunakan ketika menggambarkan flow atau alur dari penelitian, yang dikenal dengan istilah framework. Atau diagram standar lainnya yang menggambarkan prosedur, roadmap, dan sejenisnya. Karena keterbatasan waktu, biasanya siswa mengopi saja dari internet, padahal jika menggunakan gambar hasil karya orang lain perlu menginformasikan sumbernya. Maka, para siswa perlu dibekali kemampuan dengan cepat membuat sendiri diagramnya.

Banyak aplikasi baik online maupun di laptop yang menyediakan hal tersebut. Beberapa mungkin terlalu ‘canggih’ sehingga mahasiswa enggan mempelajarinya. Namun, jika mendengar kata ‘power point’, tentu saja sebagian besar mahasiswa pernah memakainya. Nah, tidak ada salahnya dari pada plagiasi gambar dari internet, lebih menggunakan aplikasi bawaan microsoft office saja untuk membuat diagram.

Jika tidak memiliki lisensi Microsoft Office, bisa menggunakan WPS Office yang isinya tidak jauh berbeda dengan Microsoft Office. Tentu saja jika menggunakan alat yang canggih seperti Microsoft Visio, hasilnya lebih baik. Atau bisa menggunakan aplikasi online web io atau Canva. Tentu saja yang online membutuhkan biaya pulsa, atau setidaknya waktu respon yang sedikit lambat karena online. Untuk adik-adik yang sedang skripsi, bisa menggunakan alternatif murah dengan power point. Silahkan lihat ilustrasi dari video berikut. Semoga sedikit membantu.

How To

Banyak informasi beredar kalau sumber daya manusia (SDM) kita masih lemah. Hal ini menyebabkan beberapa sektor diisi oleh pekerja-pekerja asing. Repotnya, sektor itu merupakan sektor dengan bayaran yang sangat tinggi karena menuntut keahlian tertentu. Seperti prinsip ekonomi, jika permintaan tinggi tetapi suplai kurang maka dipastikan harga akan naik.

Sebenarnya apa sih permintaan yang tinggi itu? Beberapa industri membutuhkan SDM yang tidak bisa diganti oleh mesin atau yang saat ini mulai menggantikan peran manusia adalah kecerdasan buatan, alias Artificial Intelligence (AI) atau sering diistilahkan dengan singkatan indonesia Akal Imitasi (AI).

Sebenarnya hampir semua pekerjaan berisi ‘how to’ atau bagaimana mengerjakan, menyelesaikan, meningkatkan, dan sejenisnya terhadap suatu aktivitas tertentu. Beberapa pekerjaan mungkin bisa diselesaikan oleh satu karyawan, tetapi karena perlu volume yang besar membutuhkan tambahan tenaga, sehingga menghasilan permintaan terhadap pekerjaan itu.

Industri membutuhkan SDM, tetapi kampus atau sekolah tidak mampu memberikan suplai ke industri itu. Beberapa industri terpaksa memberikan pelatihan ke karyawan tersebut. Beberapa merekrut pekerja magang dari sekolah/kampus karena dianggap sudah mampu menjawab ‘how to’ melakukan tugas tertentu. Adanya AI menimbulkan masalah tertentu karena dapat menggantikan peran pekerja manusia. Tapi ternyata AI dapat dimanfaatkan bagi pelajar atau mahasiswa dalam melatih diri sendiri menjawab ‘how to’. Misalnya bagaimana membuat aplikasi mobile seperti ditunjukan pada video berikut.

Konsep-konsep tertentu seperti Application Programming Interface (API) yang sebelumnya perlu membaca buku atau tutorial yang tebal-tebal dan terkadang perlu pelatih, sekarang dengan AI bisa membantu menjelaskan, misalnya ChatGPT. Nah, salah satu yang diperlukan oleh pelajar di masa depan adalah kemampuan belajar sepanjang hayat, salah satunya adalah meningkatkan kemampuan metakognisi di mana seseorang memiliki kemampuan mengetahui apa yang dibutuhkannya dengan mengetahui apa yang perlu dipelajari dengan efisien. Video berikut memperlihatkan bagaimana menghubungkan aplikasi mobile dengan API. Jika berhasil maka dapat mengembangkan ke metode yang lebih kompleks selain ‘read’, yakni ‘update’, ‘create’ dan ‘delete’ dalam format Restful API misalnya (post, get, put, dan lain-lain).

Tablet untuk Produktivitas?

Laptop bagi mahasiswa dan dosen merupakan alat penting, khususnya untuk jurusan informatika dan komputer. Bagaimana tidak, berbeda dengan jurusan lain yang membutuhkan praktik dengan alat yang harus ada di laboratorium, jurusan informatika dan komputer hanya membutuhkan lab dalam bentuk alat komputasi, misalnya PC maupun laptop. Tentu saja perlu lab tertentu yang khusus, misalnya untuk piranti elektronika dan basic science lainnya.

Dosen sendiri terkadang memerlukan akses yang ringan karena sifatnya yang mobile. Selain pindah ruangan, terkadang pindah ke kampus lain untuk mengajar. Jadi, membawa laptop yang berat sangat mengganggu, khususnya yang sudah kepala empat.

Pilihan lain adalah tablet yang ringan. Kalau dulu tablet tidak bisa terkoneksi dengan LCD proyektor, sekarang kebanyakan tablet sudah bisa tersambung lewat LCD proyektor, baik yang HDMI maupun yang kabel VGA jaman dulu, asalkan ada konverter/dongle. Tentu saja untuk dosen informatika, penggunaan beberapa perangkat masih diperlukan mengingat beberapa aplikasi berbasis Windows maupun Linux perlu diajarkan.

Biasanya dosen informatika memiliki 1 laptop berbasis windows dan perangkat lain yang untuk produktifitas biasa, seperti menulis, presentasi dan mengolah data sederhana dengan spreadsheet. Biasanya Mac jadi andalan untuk produktifitas biasa, walau saat ini terkadang bisa untuk mengajarkan materi pemrograman. Apalagi banyak sistem saat ini yang menggunakan browser/online, misalnya Google Colab. Bahkan untuk server pun, misalnya Play with Docker, dapat digunakan asalkan terkoneksi ke internet.

Saya memiliki satu tablet dari Huawei yang ternyata memiliki WPS office full yang mirip dengan MS Word, baik untuk tulisan, presentasi, dan spreadsheet. Salah satu problem utamanya adalah tidak ada plugin Mendeley, tapi ternyata dapat diatasi dengan mengkombinasikan penggunaan mendeley.com versi browser dengan WPS office. Silahkan lihat tutorial berikut, untuk penulisan ilmiah (jurnal, skripsi, dan sejenisnya).

Reformasi Pendidikan Tinggi di Indonesia: Tantangan dan Harapan

Berbicara masalah pendidikan di Indonesia ternyata rumit. Berbeda dengan negara-negara tetangga yang kecil, Indonesia selain luas, juga beragam. Kesenjangan kualitas SDM antara timur dan barat, serta kondisi sosial tertentu sangat mempengaruhi keberagamannya.

Nah, disini kita hanya bicara pendidikan tinggi. Memang, pendidikan dasar dan menengah tidak kalah penting, tetapi pendidikan tinggi sangat mempengaruhi masa depan. Kalau dasar dan menengah memang karena harus dan wajib ada. Syukurlah, sudah ada perbedaan antara kementerian pendidikan dengan pendidikan tinggi (kemendiktisaintek).

Kelemahan lulusan S1 di negara kita ternyata di luar dugaan, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Ini sedikit mengejutkan saya, karena generasi saya yang namanya membaca dan menulis bukan hanya di bangku kuliah, saat SMA pun sudah dimulai, minimal dasar-dasarnya.

Reformasi yang lain menurut mendiktisaintek yang baru adalah sifat struktural di dunia pendidikan yang bersifat kolegial, bukan atasan – bawahan. Dekan, Kaprodi, dan lain-lain sudah selayaknya ditunjuk, bukan seperti pilpres atau pilkada, pemaparan visi-misi, dan sejenisnya.

Beberapa aturan terkadang perlu dihapus, khususnya yang menghambat inovasi dari dosen-dosen. Seperti gaya mengajar, tata cara, administrasi yang mengganggu tri darma sebaiknya dibuang, dan fokus ke yang diistilahkan beliau, ‘kepatutan’.

Solusi Hosting Gratis untuk Pemrograman Web di Lab: Tantangan dan Alternatif

Terkadang lab tidak menyediakan tool untuk pemrograman web, sehingga mengandalkan aplikasi yang ada versi gratisnya, lihat pos yang lalu. Tetapi ternyata sudah tidak gratis lagi, harus berlangganan. Masih ada penyedia hosting yang gratis yakni infinityfree [link]. Hanya saja problem ketika digunakan di lab, akun semua kena suspen. Mungkin karena ketika menggunakan jaringan di lab, IP terdeteksi sama, sehingga melanggar batas maksimum.

Beberapa aplikasi seperti w3school menyediakan juga server tapi hanya HTML, tidak bisa memasang database seperti Php-Mysql. Namun ada juga yang menyediakan server secara gratis, tetapi harus menghinstall full, yakni Play-With-Docker (PWD).

Untuk latihan Phpmyadmin bisa lihat instalasi di PWD berikut ini. Lumayan, menghemat anggaran Laboratorium. Apalagi Docker sendiri sudah merupakan teknologi terkini untuk server.

Untuk memulai, login terlebih dahulu ke hub docker terlebih dahulu. Oiya, untuk PWD jika digunakan di Wifi kampus aman, tidak kena suspen seperti Infinityfree.

Sekian semoga tertarik.

Potret Kondisi dan Kebijakan Terkini bagi Dosen di Indonesia

Tidak mudah menjadi dosen di Indonesia. Bayangkan saja ASN-ASN di departemen lain memperoleh tunjangan kinerja, tetapi dosen ASN tidak. Alasannya katanya karena ada tunjangan sertifikasi dosen. Tapi anehnya untuk memperoleh sertifikasi dosen terkadang perlu tes dan ada kuota, berbeda dengan tunjangan kinerja yang otomatis karena ‘berkinerja’ di tiap departemen. Uniknya, staf kemendikbud mendapat tunjangan kinerja tetapi justru dosen yang merupakan ‘core’ tidak. Nah, kabarnya per Januari 2025 akan cair tunjangan kienrja untuk dosen ASN. Bagaimana dengan yang non ASN, alias dosen swasta? Nanti dulu, sebagai dosen swasta tetap saja melihat dosen ASN bahagia, kita harus ikut bahagia.

Mungkin ada yang belum tahu kalau ada undang-undang kemendikbudristek no. 44 tahun 2024 tentang profesi, karir, dan penghasilan dosen di perguruan tinggi.

Nah, ternyata undang-undang ini yang dibuat oleh kemendikbudristek yang tidak lama akan diganti, oleh mentri yang baru ditunda lewat surat edarannya.

Banyak yang menyambut baik atas ditundanya undang-undang ini, bahkan beberapa mengharapkan dibatalkan. Kita tunggu saja nanti, mudah-mudahan kabar baik yang muncul.

Dilema Peralihan dari Mendeley Desktop ke Reference Manager, Serta Solusinya

Sitasi dan daftar pustaka merupakan hal-hal wajib yang ada dalam sebuah artikel ilmiah, baik jurnal, skripsi, disertasi, dan sejenisnya. Saat ini, walau banyak tool untuk otomatisasi pengelolaannya, Mendeley masih menjadi andalan penulis-penulis di dunia. Dengan menambahkan koleksi ke Mendeley, tinggal klik langsung sitasi muncul di daftar pustaka, khusus yang Mendeley desktop.

Salah satu yang menjadikan aplikasi ini disukai orang adalah gratis, berbeda dengan yang lain yang dipaksa berbayar. Nah, entah mengapa pengguna Mendeley desktop seolah dipaksa menggunakan Mendeley reference manager. Beberapa sumber menyebutkan adanya peralihan aplikasi ke online yang lebih ringan, yang jelas Mendeley tidak lagi mensuport Mendeley desktop. Sepertinya ketika penulis sudah nyaman dengan Mendeley desktop, Mendeley.Com mungkin mengalami kemunduran dari sisi akses karena jarang yang membukanya. Itu dugaan saya saja sih.

Nah, bagaimana pengguna yang sudah terbiasa dengan Mendeley desktop tetapi dipaksa mendeley reference manager? Tidak jadi masalah karena kita masih bisa menginstal aplikasi tersebut dan mengunduh source code nya di internet (Link). Plug in agar terpasang di MS Word sepertinya perlu cara khusus bagi pengguna Macbook, lihat tutorial berikut.

Tentu saja Microsoft Word perlu dimiliki oleh pengguna Mendeley. Bagaimana dengan WPS Office yang saat ini mulai banyak diminati. Pengguna MS Word tidak akan memiliki masalah berarti jika beralih ke WPS Office, khususnya yang ingin mengetik di tablet. Saya mencoba mengetik di tablet Huawei ternyata mirip dengan menggunakan laptop.

Nah, bagaimana untuk mengetik jurnal atau artikel ilmiah lainnya? Silahkan lihat caranya di video berikut.

Apapun tools nya, kita harus bisa beradaptasi. Yang penting tetap produktif dalam menulis.

Seminar INCREASING Univ Islam 45 Bekasi

Ada istilah Desember itu “gede-gede nya sumber”, dan Januari “Hujan Sehari-hari”. Nah, hujan sudah biasa terjadi di bulan Desember ini. Namun demikian, aktivitas harus terus berjalan, termasuk seminar INCREASING di Universitas Islam 45 Bekasi. Dimulai pukul 09.00 Acara seminar dengan pembicara Prof Nurul Huda dari Universitas Yarsi membahas bagaimana peluang dan tantangan penelitian dan pengabdian pada masyarakat di kampus.

Setelah pemberian penghargaan skor Sinta tertinggi di kampus, baik all years, three years maupun penerbitan buku, HKI, dan sejenisnya, lanjut ke parallel session yang dimulai Jam 13.00 secara daring dengan Zoom.

Seperti biasa, foto-foto merupakan acara heboh karena bisa menjadi kenangan tersendiri. Terkadang penghargaan tidak harus dalam bentuk uang. Sekedar apresiasi saja sudah membuat bahagia.

Acara seminar merupakan acara bertukar fikiran antara satu peneliti dengan peneliti lainnya. Terkadang walau beda disiplin ilmu, tetap saja alur berfikir dapat dimengerti, karena metode ilmiah tetap sama antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya.

Semoga acara seperti ini terus rutin dijalankan. Keakraban dan peningkatan mutu dijamin pasti berjalan.

Kaizen dan Ikigai: Rahasia Jepang untuk Hidup Lebih Bermakna dan Berkualitas

Ada prinsip Jepang yang ternyata kalau diterapkan bisa meningkatkan kualitas hidup kita, yakni kaizen dan ikigai. Kaizen mengedepankan proses peningkatan terus menerus walaupun kecil. Sementara Ikigai dalah konsep Jepang yang menggambarkan “alasan untuk hidup” atau “alasan untuk bangun di pagi hari.” Ikigai adalah perpaduan antara apa yang kamu cintai, apa yang kamu kuasai, apa yang dunia butuhkan, dan apa yang bisa memberi penghasilan.

Jadi kalau ada rekan yang berkata jalani saja, menunggu mati, dan paham fatality sejenisnya jangan terpengaruh ya. Kalau kita masih hidup sudah pasti tuhan masih memberikan satu misi ke kita, jangan disia-siakan.

Ada suatu kisah seorang kakek-kakek yang sedang menanam kelapa. Kalau dipikir-pikir kan aneh, usianya mungkin tidak beberapa lama lagi tapi kok tetap semangat menanam. Kalau di Jepang itulah yang membuat umur mereka panjang-panjang. Di Youtube dijelaskan bagaimana manula yang pensiun sejak tahun 80an masih aktif bekerja.

Anda pasti pernah melihat rekan Anda yang ketika SMA atau kuliah biasa saja, tetapi sekarang sukses. Mungkin waktu itu gagal ujian masuk PTN, masuk PTS yang biasa saja, tetapi sekarang sudah jadi profesor atau pengusaha yang sukses. Hal ini terjadi karena rekan Anda itu melakukan prinsip Kaizen, secara perlahan-lahan improvement hingga waktu berlalu, beberapa tahun kemudian sudah ‘menyalip’ Anda. Mahasiswa-mahasiswa yang kita didik pun, mungkin saat ini biasa saja, tapi kalau improve setiap hari, baik dari tambahan pengalaman, ilmu, dan mampu menghadapi cobaan ada, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan akan jauh lebih sukses, atau setidaknya kualitas hidupnya meningkat.

Figma: Mengintegrasikan Desain, Pengalaman Pengguna, dan Kode dalam Pengembangan Aplikasi

Software terkadang membutuhkan ilmu lain selain informatika dan komputer. Hal ini karena melibatkan manusia sebagai pengguna. Aspek lain seperti seni, psikologi, dan ilmu sosial lainnya sangat menentukan useability software yang dibuat.

Salah satu aplikasi untuk orang non-komputer dalam mendisain aplikasi, khususnya web dan mobile adalah Figma. Aplikasi ini selain mendisain interface (UI) juga memberikan aspek experience (UX) kepada pengguna lewat proses/flow yang terjadi di dalamnya. Berikut ini contoh disain yang selain menghasilkan tampilan, juga bisa dikonversi menjadi HTML yang siap pakai. Dilengkapi dengan fasilitas CSS sehingga memberikan hasil seperti image yang dirancang. Berbeda dengan Canva, Figma tidak hanya disain, melainkan file yang terkoneksi dengan web (HTML dan CSS).

Selain tampilan antar muka, dengan Prototyping yang tersedia di Figma, perancang bisa melihat keterkaitan antara satu page dengan page lainnya. Prototipe dapat dibuat dengan cepat untuk diberikan ke calon pengguna/pemesan apakah sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga jika ada perubahan akan langsung direspon tanpa menunggu kode selesai dibuat.

Silahkan coba buat disain yang keren, seperti yang ada di internet. Anda juga bisa menjual template yang dibuat, siapa tahu ada yang berminat. Sekian, selamat mencoba.

Pilihan Laptop untuk Produktivitas: Pengalaman Beralih ke MacBook Air

Berbeda dengan smartphone yang bisa jadi ganti tiap 1 atau 2 tahun, laptop berganti cukup lama. Ganti kalau rusak atau kalau harus diwariskan ke anak yang mulai dewasa, apalagi yang sudah kuliah.

Untuk pekerjaan sehari-hari, dulu saya biasanya menggunakan laptop Windows, tapi saat ini karena prosesor intel yang mulai tertinggal oleh tipe mobile yang dikenal dengan nama ARM, laptop macbook menjadi andalan untuk pekerjaan sehari-hari seperti browsing, mengetik, dan beberapa program sederhana seperti python, android studio, serta mengelola video singkat.

Linux walaupun saat ini mulai user friendly tetap saja menyulitkan pengguna yang bukan orang komputer. Akhirnya beli juga laptop buatan Apple, yakni yang versi murah, macbook air. Setahun berjalan, ternyata kinerja Macbook Air M1 sangat memuaskan. Biasanya dengan laptop Windows menggunakan mouse, ternyata dengan Macbook, sekarang jadi terbiasa tanpa menggunakan mouse.

Salah satu hal yang membuat tertarik dengan Macbook adalah responnya yang cepat. Selain tentu saja aman dari virus dan malware. Dulu pernah beli Macbook air yang 11 inchi, dan sampai sekarang masih dipakai anak yang kuliah. Ternyata sudah tidak support lagi dengan aplikasi terkini, misalnya virtual background di zoom yang tidak bisa karena inter i5 generasi itu tidak support dengan virtual background. RAM macbook memang terkenal tidak bisa diupgrade, termasuk juga SSD nya yang kecil (hanya 128 Gb). Itulah yang dikeluhkan si sulung yang sedang kuliah, sehingga minta laptop baru yang support dengan aplikasi-aplikasi terkini.

Akhirnya ke Ibox, beli lagi Macbook Air M1. Namun ketika di etalase toko itu dijejerkan M1 dengan yang M3, maka tentu saja iseng-iseng membandingkan responnya. Diluar dugaan ternyata respon prosesor M3 sangat cepat dibandingkan yang M1. Akhirnya walaupun 9 juta lebih mahal, beli juga yang M3. Ditambah lagi M1 yang sudah ketinggalan 4 tahun dikhawatirkan beberapa tahun kedepan sudah sulit diupgrade jika ada OS baru dari Apple. Dulu waktu masih suka ngoprek, memang Windows jadi andalan, tetapi ketika sekarang sudah bekerja teratur, tidak ada waktu lagi untuk ngoprek jika ada trouble di laptop. Aneh, padahal dulu pernah bekerja di IT bank, tapi sekarang lebih suka bayar orang untuk utak-atik laptop jika ada masalah. Software pun lebih suka bayar, dibanding yang open source, karena praktis saja.

Tentu saja karena tuntutan pekerjaan yang membutuhkan aplikasi/software yang berjalan di Windows terpaksa laptop Windows masih dibawa-bawa kalau ada ngajar aplikasi yang tidak ada di Mac. Jadi, laptop bagi dosen merupakan alat untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menambah income baik dari tulisan, mengajar, maupun proyek-proyek.

Tren dan Tantangan Studi Doktoral bagi Dosen di Indonesia

Walaupun syarat dosen minimal bergelar magister, saat ini tanpa paksaan banyak yang studi lanjut ke jenjang doktoral. Beberapa rekan yang sebelumnya salah mengambil S3 karena tidak linear berusaha mengambil doktor lagi agar linear. Sebagai informasi, sebenarnya linearitas itu tidak harus linear dengan magisternya melainkan dengan riset yang ditekuni atau dalam istilah yang resmi saat ini: rumpun ilmu.

Banyak aspek lain yang membuat rekan yang sudah S3 mengambil lagi S3 bidang yang lain. Salah satunya adalah S3 di bidang yang bisa dibilang banyak dibutuhkan, misalnya informatika atau ilmu komputer, beserta turunannya seperti teknologi informasi, sistem informasi, dan sejenisnya. Jika tetap mengambil S3 yang sudah diambil sebelumnya, misalnya manajemen, maka ranting ilmu yang harus dipilih untuk naik ke lektor kepala atau guru besar harus sesuai S3-nya, padahal mungkin dia bekerja di kampus informatika. Jadi tidak ada jalan lain selain mengambil S3 bidang informatika lagi.

Kampus baru yang membuka S3 pun mulai bermunculan, membuat dosen-dosen yang ingin upgrade ke jenjang yang lebih tinggi lagi untuk memilih kampus mana yang dirasa pas dengan situasi dan kondisinya. Kampus negeri, seperti UI, ITB, UGM, dan top-10 lainnya masih menjadi pilihan. Hanya saja kampus ini seperti karakteristik kampus negeri di tanah air, memaksa mahasiswa mandiri. Promotor tidak akan mencari si mahasiswa kalau menghilang, berbeda dengan misalnya Binus University, tempat istri saya mengambil S3, ke ujung dunia pun akan dicari.

Jadi sekarang dosen-dosen banyak pilihan untuk melanjutkan ke S3 sesuai dengan kemampuan, apalagi untuk yang dengan biaya sendiri. Kemampuan di sini tidak berarti pandai atau tidak, melainkan mungkin karena sambil bekerja sehingga waktu tersita. Walau cerdas tetap saja karena tidak menyediakan waktu yang cukup, akibatnya drop out. Oiya, ada informasi beberapa kampus tidak men-DO mahasiswa doktoralnya tetapi mereset NIM menjadi NIM baru, akibatnya walau riset tetap dilanjutkan tetapi tidak boleh lulus sampai 2,5 tahun ke depan. Tentu saja 2,5 tahun artinya waktu dan biaya tambahan.

Untuk yang mengambil bidang informatika, khususnya ilmu komputer, dengan adanya ChatGPT, masalah sebagian besar sudah terpecahkan, mulai dari State of the Art (SOTA) maupun kode program. Kalau dulu mahasiswa doktoral hanya merancang disain penelitian dan noveltinya, dan menyerahkan eksperimen ke programmer, sekarang bisa dilakukan sendiri dengan bantuan AI.

Studi doktoral di Indonesia berbeda dengan luar negeri yang karakternya sudah mapan sejak lama. Jika di LN kalau mahasiswa sudah layak lulus, pihak kampus mulai dari dosen, tata usaha, dan lainnya dilarang menghalang-halangi kelulusannya. Jika di Indonesia untuk sidang terbuka harus mengeluarkan biaya seperti hajatan, di LN tidak terjadi karena itu dianggap ‘menghalang-halangi’. Sepertinya hanya 20% saja dari kemampuan intelektual kita yang digunakan untuk S3, 80% sisanya adalah hal-hal lain seperti keuangan, waktu yang tersedia, kedekatan dengan promotor/co-promotor dan lain-lain. Jadi, saran saya untuk Anda yang mengambil S3 di dalam negeri, gunakan semua kelebihan yang ada di dalam diri kita karena kampus dalam negeri memang begitu karakteristiknya. Jika Anda penulis buku dan cepat mengetiknya, atau jago negosiasi, pandai bicara karena marketing, jago memahami undang-undang/aturan, atau hal-hal lain nya, bisa dimanfaatkan, asalkan halal. Bayangkan Universitas Indonesia (UI) saja, semua paham di level berapa kampus itu di negara kita, yang hanya bisa disaingi oleh ITB dan UGM, tetap saja ada mahasiswa doktoral yang memanfaatkan kelebihan yang ada dalam dirinya yang seorang menteri, walaupun kabarnya ditangguhkan.

Sekian, semoga menginspirasi.