Bagi dosen, membuat presentasi merupakan pekerjaan sehari-hari. Memang banyak bertebaran slide-slide yang bisa dipakai. Tetapi alangkah baiknya bisa membuat presentasi sendiri. Membuat presentasi sendiri membuat kita lebih PD dan lancar dalam presentasi karena mengerti apa yang ada di slide itu baik yang tertulis maupun yang tersirat.
Saat ini AI bisa membantu membuatkan slide, tapi tentu saja disain dan tampilan perlu dibuat sendiri. Saat ini Canva merupakan andalan anak-anak membuat presentasi karena template yang beragam dan tersedia online tanpa terlebih dahulu instal aplikasi seperti Microsoft Power Point dan sejenisnya.
Anda pasti bisa menjalankan Microsoft Office, seperti Word, Power Point, hingga Excel. Jadi untuk presentasi, orang-orang jadul pasti memilih Microsoft Power Point. Nah, untuk template ternyata Microsoft Power Point tersedia di internet. Bahkan yang versi gratis pun banyak diperoleh dengan disain-disain yang tak kalah dengan Canva. Saya pernah mencoba Canva tapi mungkin karena terbiasa dengan power point, Canva terasa lebih lambat, apalagi aplikasi ini harus terkoneksi ke internet. Power point bisa dipakai offline, saat di pesawat, atau tempat dimana tidak ada akses internet, aplikasi ini bisa menjadi andalan. Silahkan bagaimana menjadikan template power point jadi Themes di Microsoft Power Point kita.
Anda yang lulus di bangku kuliah di awal milenium baru, tahun 2000-an, pasti mengalami kesulitan karena sulitnya mencari kerja akibat krisis yang baru saja pulih. Banyak lulusan perguruan tinggi yang bukan saja kesulitan mencari kerja, beberapa malah ada yang terkena PHK. Generasi era itu merupakan generasi yang unik, karena saat ini banyak korban-korban PHK di jaman itu yang justru menjadi profesor, mengepalai beberapa perusahaan, pengusaha, dan lain-lain.
Salah satu yang menjadi fokus pada postingan ini adalah mental saat itu yang jika tidak kuat akibatnya bisa fatal. Tapi untungnya sebagian besar kuat dan justru jadi tangguh. Entah, mungkin karena banyak temannya. Kecewa ditolak lamarannya hingga persaingan di dunia kerja mewarnai era itu, maklum terkait dapur, kadang manusia lupa jati dirinya.
Bayangkan Anda hidup di era sebelum ada medsos dan dunia online. Informasi harus dicari dengan segala cara. Untungnya internet sudah mulai tumbuh, namun tidak se-masif sekarang, ditambah biaya pulsa yang tidak murah waktu itu. Warnet merupakan lokasi andalan, karena rumah tidak ekonomis untuk berlangganan internet.
Kondisi waktu itu diperparah karena harus keluar kerja karena suami istri dilarang kerja di tempat yang sama. Alhasil, kerja serabutan pun ditempuh, salah satunya sebagai karyawan outsourcing di bank swasta nasional. Berbeda dengan dunia kampus yang politiknya ‘halus’, perusahaan lebih kasar. Beberapa kali pegawai outsourcing menjadi sapi perah pegawai tetap. Pernah juga menjadi ‘tameng’ ketika ada kesalahan. Cukuplah tiga tahun tersiksa sebagai pegawai outsourcing yang digaji separuh dari uang yang diberikan perusahaan induk ke perusahaan outsourcing. Kekecewaan yang ada menghasilkan dua pilihan: 1) menjadi luka batin, atau 2) bahan baku peningkatan mental. Karena manusia berhak memilih, pilihan kedua menjadi pilihan yang terbaik. Jika Anda kecewa diperlakukan seperti itu, maka tidak seharusnya melakukan itu ke orang lain, yang pastinya akan membuat kecewa.
Di siang itu, setelah menunggu kabar lamaran saya ke sebuah kampus di dekat wilayah senen, Jakarta. Akhirnya ada informasi penolakan yakni bidang ilmu saya yang tidak cocok dengan kampus informatika itu. “kalau teknik elektro sih ok, masih dekat”, informasi yang saya peroleh mengenai alasan penolakannya. Kecewa? tentu saja, tapi di dalam benak saya waktu itu muncul energi yang seolah-olah mengatakan, “tunggu, suatu saat saya akan kuliah di jurusan informatika sampai mentok”. Walau setelah itu tersadar bahwa waktu itu jangankan pikiran S3, magister saja belum kepikiran.
Namun energi itu ternyata menarik ke arah cita-cita itu. Secara perlahan setiap hari tidak ada kata berhenti belajar, atau meningkatkan kualitas diri. Dan uniknya, peluang selalu bermunculan. Karena sudah siap, maka peluang yang ada dengan serta merta diambil tanpa susah payah. Jadi, keberuntungan itu adalah kombinasi dari peluang dan kesiapan. Ada peluang tapi Anda tidak siap, maka peluang itu berlalu sia-sia.
Ada kesempatan untuk S2 dengan biaya 50% langsung saja diambil, tanpa perlu pikir panjang. Alhasil lulus dan bergelar master. Tidak lama kemudian, kampus di Bekasi menerima untuk menjadi dosen tetap, setelah 1 tahun menjadi dosen honorer. Seperti biasa, persaingan ada di mana-mana. Rekan saya sempat memberitahu saya kalau pemimpin di tempat saya mengatakan kalau saya bodoh. Tahukah Anda, dibilang bodoh adalah stress terberat bagi orang Jawa. Kecewa? Marah? Tentu saja tidak, justru jadi saya jadikan bahan bakar mental, bahkan menguatkan cita-cita beberapa tahun yang lalu.
Tidak lama kemudian, ada pelatihan bahasa gratis oleh DIKTI ke Jogja selama 3 bulan. Langsung saja diambil walau berat. Toh, mudah karena dulu kuliah di sana enam tahun. Alhasil dengan IELTS score sebesar 6.0, dan bagian writing ber-skor 6.0 sudah cukup untuk studi ke luar negeri. Dan benar, ketika ada peluang beasiswa, saya yang sudah siap dengan IELTS dan proposal, diterima dengan biaya nol rupiah.
Seperti kata Denzel Washington, pemain film ternama yang juga motivator, bahwa saingan atau kompetitor Anda yang sesungguhnya adalah bukan rekan, atasan, atau orang lain, melainkan diri Anda yang kemarin. Asalkan Anda selalu berusaha lebih baik dari Anda yang kemarin, dipastikan Anda akan sukses, cepat atau lambat. Kalau Anda menganggap rekan sebagai kompetitor, maka cenderung lebih mudah ‘menjegal’ dari pada meningkatkan diri, apalagi kepada juniornya. Sulitnya memperoleh ijin dan hal-hal yang menghalangi rekannya yang mau studi lanjut dengan alasan yang mengada-ada, bisa jadi contoh menganggap kompetitor kepada orang lain. Tapi, untungnya yang seperti itu minoritas di kebanyakan institusi.
Walaupun rekan saya banyak yang lebih sukses, bahkan sekarang jadi Profesor, tetapi itu bukan menjadi kompetitor bagi saya, termasuk pembaca sekalian, kompetitor utama saya adalah saya yang kemarin. Sekian, semoga menginspirasi.
Beberapa hari yang lalu terdengar berita kisruh di kementerian diktisainstek, tidak tanggung-tanggung, antara menteri sendiri dengan bawahannya, yang kebetulan emak-emak. Entah kenapa kalau sudah berurusan dengan emak-emak, urusan jadi viral. Walau akhirnya damai, toh kondisi tidak bisa lagi seperti semula. Sepertinya masih ada bara yang siap menyala sewaktu-waktu.
Urusan kedosenan pun kalau sudah terkait dengan emak-emak, pasti urusan akan berlanjut dan viral. Pedagang, entah itu sayur, barang kelontong, dan lain-lain, ketika yang belanja itu emak-emak, dijamin tawar menawar akan seru, ibarat perjuangan sampai tetes darah terakhir. Nah, untuk kesejahteraan dosen, emak-emak pun memegang peranan penting. Lihat saja video buatan mahasiswa UPN terkait kesejahteraan dosen berikut.
Tentu saja kesejahteraan tidak selalu berkaitan dengan gender. Bapak-bapak pun juga tidak tinggal diam, walau terkadang agak sedikit diredam asal harga diri tidak terpicu. Dosen berbeda dengan pegawai biasa, profesi ini ternyata melibatkan berbagai pihak dari mahasiswa, yayasan, hingga pemerintah, bahkan terakhir BPK [Lihat post yang lalu]. Beberapa waktu yang lalu ada edaran bahwa lolos butuh diwajibkan lagi, menandakan kembali berkuasanya pihak yayasan ketika ada dosen yang akan pindah dalam rangka mencari penghidupan yang lebih layak. Tugas berat menanti kemendiktisaintek.
Di tahun 2015an, saya beli macbook air 11 inch yang kecil. Tetapi diinstal dual OS lewat bootcamp, karena ada aplikasi yang memang harus menggunakan Windows. Ternyata disertakan aplikasi Bootcamp di Mac agar bisa dual OS, satu IOS satunya lagi Windows.
Namun karena spek yang rendah, ram 4 giga dan SSD hanya 128 terpaksa kembali lagi ke Mac OS. Maklum, di Mac OS ram 4 giga byte ga masalah, tapi di windows sangat menderita. Akhirnya saya cabut dual OS bootcamp. Tapi ternyata masalah ada di bootcamp yang tidak bisa menghapusnya. Terpaksa dihapus manual. Nah, masalahnya adalah sisa partisi Windows yang dicabut tidak bisa digunakan di Mac. Alhasil, harddisk tinggal 70 Giga saja.
Tanya google dan Youtube, ternyata tidak ketemu. Biasanya di Youtube ok ok saja mereka mengelola partisi lewat Disk Utils. Ternyata di sini Chat GPT bisa membantu. Tentu saja kita harus bertanya mengenai resiko yang terjadi, yakni Mac OS rusak. Alangkah baiknya di backup dulu datanya. Berikut bagaimana melakukan merger partisi Mac yang hilang (bekasi dual OS dengan Windows) dengan yang saat ini jalan. Sekian, semoga bisa membantu.
Penambangan Data (Data Mining) merupakan bidang yang bermanfaat karena menghasilkan informasi penting dari sekumpulan data. Bidang-bidang seperti bisnis, kesehatan, dan ilmu-ilmu sosial bisa memanfaatkan bidang ini. Ibarat perusahaan tambang, data mentah dapat menghasilkan data berharga yang menguntungkan.
Banyak aplikasi yang tersedia, khususnya bagi Anda yang bukan murni dari ilmu komputer/informatika, salah satunya adalah Rapidminer. Pengguna tidak perlu dipusingkan dengan kode program, cukup menyediakan data serta pemahaman general dari proses yang dibutuhkan untuk penambangan, misalnya klasterisasi, prediksi, dan sejenisnya.
Sebagai langkah awal kita bisa menginstal aplikasi ini lewat situs resminya [Url]. Jangan khawatir, aplikasi ini gratis asalkan data yang diolah di bawah 10 ribu record. Jika lebih bisa membeli lisensinya. Lihat video cara instalasi berikut. Selamat mencoba.
Negara kita merupakan negara berkembang yang sejak awal dibentuknya melalui pertarungan menghadapi penjajah. Pertarungan selanjutnya adalah mengisi kemerdekaan. Ketertinggalan kita banyak yang menduga karena negara kita yang subur, makmur, dan seperti dalam lagu koes plus, ‘tongkat dan kayu jadi tanaman’. Akibatnya, kehilangan jiwa bertarung (fight) sehingga dengan mudahnya penjajah yang lebih maju masuk ke bumi pertiwi.
Saat ini kita mulai memiliki keunggulan dari sisi jumlah SDM muda, yang diistilahkan ‘bonus demografi’. Tinggal bagaimana orang tua menciptakan jiwa bertarung dari anak-anak kita, tidak perduli pria maupun wanita. Bertarung di sini bukan bertarung seperti binatang, atau anak-anak yang tawuran, melainkan berusaha mengungguli dari yang lain, syukur-syukur mengungguli negara lain.
Kabarnya generasi yang termuda, generasi alpha sering diistilahkan dengan generasi ‘strawberry’, alias generasi yang rapuh dan mudah ‘penyok’. Tugas besar guru dan dosen, apalagi orang tua adalah merubah generasi kaleng krupuk itu menjadi generasi baja, secepatnya sebelum terlambat.
Nah, salah satu cara mengajari yang efektif adalah memberi contoh. Generasi muda akan melihat bagaimana para orang tua, pemimpin, guru, dosen, dan senior-senior bertarung dalam mencapai cita-cita, target, sasaran, dan sejenisnya. Kemampuan meliuk-liuk di sela-sela undang-undang yang tarik ulur, misalnya terkait pendidikan, tidak boleh melemahkan jiwa bertarung para guru dan dosen. Yang sedang studi lanjut, atau yang sedang ingin naik pangkat, tetap fokus, jika mentok, cari jalan lain, asalkan halal. Ada tidaknya tunjangan kinerja (tukin) tidak perlu diambil pusing. Terus dalam kondisi ‘lapar’, seperti singa yang garang tak kenal takut. Semoga kita bisa kuat di hari-hari yang akan datang.
Dosen swasta merupakan profesi unik yang sejak dulu terbiasa dianaktirikan. Berbeda dengan buruh yang memiliki asosiasi yang melindungi rekan-rekan dari pihak kapitalis, dosen dan juga guru tidak memiliki asosiasi yang secara khusus membela dari sisi ekonomi seperti gaji, tunjangan dan lain-lain. Akibatnya nasibnya seperti itu, ditambah lagi sikap pemerintah yang lebih mendukung yayasan dibanding dosen-dosennya.
Beberapa waktu yang lalu ASN dosen menagih janji tunjangan kinerja (di luar tunjangan sertifikasi dosen) sesuai janji menteri sebelumnya. Bagi dosen swasta kelas menengah, tunjangan itu cukup besar.
Sementara itu tukin dosen swasta menurut informasi [Url] sebesar satu kali gaji golongan sebagai berikut.
Lumayan jauh bedanya. Lektor kepala 10 jutaan, swasta sekitar 3 jutaan. Tapi sebenarnya lumayan, dari pada tidak dapat apa-apa. Itu pun yang dikhawatirkan dibayarkan dalam mata uang Yen .. yen ono duwite, hehe.
Dosen swasta serba salah, terkadang yang kualifikasi kurang terancam dipecat dan tidak ada pihak yang melindungi, di sisi lain yang kualifikasi tinggi terancam dengan ikatan dinas yang tidak masuk akal, ditambah lagi lolos butuh yang harus diperoleh dari kampus asal yang terkadang dipersulit. Kondisi diperparah oleh PTN yang membuka kran mahasiswa baru sebanyak-banyaknya dan membiarkan PTS saling bunuh dan kanibal, seperti tulisan ini [Url].
Hypertext Preprocessor (PHP) merupakan bahasa pemrograman yang masih banyak digunakan di Indonesia. Namun untuk proyek-proyek sudah mulai tergantingan dengan aplikasi berbasis Microservices. Ada satu bahasa pemrograman web yang sudah lama ada, yakni Javascript. Namun kode ini berjalan di sisi client, alias di browser pengguna. Kode tentu saja dapat dilihat dan digunakan oleh pengguna.
Node.Js di sisi lain mengimplementasikan kode Javascript tapi berjalan di sisi server. Silahkan cari informasi bahasa ini yang kabarnya lebih cepat dibanding PHP, terutama ketika banyak user yang mengakses aplikasi web. Kalau ingin belajar instal Node.Js di server yang ada Dockernya, bisa latihan dengan Play with Docker, seperti pada video ini.
Yang membedakan perkuliahan doktoral dengan S2 atau S1 adalah filosofi doktoral yang berkontribusi keilmuan. Seandainya ada S3 jurusan gali sumur, maka tidak hanya bisa menggali (S3) atau memilih metode penggalian yang efektif (S2), melainkan harus bisa menemukan metode baru yang lebih baik. Lebih baik di sini sangat beragam, bisa saja lebih murah, lebih aman, lebih cepat, dan hal-hal lain sesuai kebutuhan.
Jadi mahasiswa doktoral harus mampu menggunakan metode + mengetahui karakteristik metode-metode baseline (existing) + melakukan improvement metode. Kembali ke S3 jurusan gali sumur tadi, okelah kita belum pernah gali sumur, tapi setidaknya tahu teori dan metode-metode untuk menggali sumur karena nanti pasti akan diminta mengukur performa antara metode yang ada dengan metode usulan.
Saat ini tools sudah sangat membantu, apalagi adanya AI seperti ChatGPT, Copilot, Gemini, dan lain-lain. Beberapa software seperti Matlab sangat memudahkan bukan hanya untuk mengaplikasikan satu metode melainkan juga untuk belajar memahami metode itu dengan situs resminya [Url]. Berikut jika Anda ingin melihat bagaimana perkuliahan doktoral itu. Siapa tahu Anda tertarik.
Python merupakan bahasa yang paling banyak digunakan untuk pemodelan AI saat ini. Bahkan Google pun menggunakan bahasa ini dalam layanan cloud untuk pemrogramannya yakni Google Colab. Sayangnya untuk keperluan training yang membutuhkan GPU, harus berbayar.
Google colab untuk training memang recommended, khususnya untuk mahasiswa tingkat S2 dan S3 dimana perlu mengutak-atik model. Sementara itu untuk mahasiswa S1 yang diminta implementasi, jika hanya mengandalkan Google Colab dirasa kurang mengingat industri-industri saat ini permintaannya membuat aplikasi atau layanan dari model tertentu. Jadi perlu tools lain, yang tentu saja murah, alias gratis. Idealnya sih menyewa atau membeli server untuk testing.
Nah, play with docker (PWD) menawarkan server murah untuk belajar, tapi dibatasi hanya 4 jam saja. Walaupun hanya sebentar, tapi 4 jam sudah cukup untuk mahasiswa berlatih implementasi model yang dibuat dalam satu aplikasi berbasis web, misalnya dengan Flask, Django, atau bahkan PHP yang saat ini di Indonesia masih banyak dipakai.
Python perlu bisa dijalankan di PWD. Video berikut ini mengilustrasikan bagaimana penggunaan Python di PWD. Salah satunya adalah penanganan Virtual Environment (ENV). Oiya, ternyata Python versi 3.12 yang baru belum support Tensor Flow, jadi harus turun ke versi 3.11.
Terkadang kita mengalami kesulitan memahami sesuatu yang abstrak. Apalagi jika disajikan dalam bentuk kalimat. Beberapa terkadang kurang memahami notasi-notasi matematis ala jurnal ilmiah. Jika sudah memahami, terkadang perlu waktu lagi mengimplementasikannya dalam sebuah aplikasi dengan bahasa pemrograman tertentu.
Nah beberapa aplikasi, terutama yang berbayar berusaha membantu pengguna dalam memahami metode-metode yang ada, misalnya Matlab. Selain menyediakan panduan online di situs resminya [Url] juga menyediakan link youtube yang berisi simulasi menarik. Misalnya kasus LSTM berikut ini.
Atau teori konvolusi berikut ini yang jika dijabarkan dalam notasi matematis sangat membingungkan bagi yang tidak terbiasa.
Beberapa aplikasi free seperti Google Colab juga tidak kalah dalam menyajikan implementasi dalam format Jupyter Notebooknya yang berisi gambar dan teks penjelasan yang menarik. Selain membaca teori, bisa langsung di running, seperti Google Colab ini [Url]. Selamat mencoba.
Di Indonesia ada organisasi yang mengurusi pendidikan informatika dan komputer bernama APTIKOM. Kira-kira sepuluh tahun yang lalu informasi dari Association for Computing Machinery (ACM) bahwa jurusan infokom wajib bisa programming. Jadi entah jurusan sistem informasi, teknik komputer, apalagi informatika/ilmu komputer harus ada mata kuliah tentang pemrograman.
Waktu terus berjalan, sebelum COVID saat pertemuan APTIKOM, ketuanya mengatakan seluruh jurusan infokom wajib ada mata kuliah Artificial Intelligence (AI) di kurikulumnya, alias tiap jurusan entah itu berupa mata kuliah khusus atau kalau terlanjur dibuat kurikulumnya harus disisipkan di mata kuliah tertentu yang relevan.
Kemunculan aplikasi berbasis AI membuat perubahan peta infokom. Beberapa situs seperti Stack Overflow dan bahkan Googling mulai ditinggalkan oleh para programmer. Mereka lebih cepat bertanya ke ChatGPT, Copilot, Gemini, dan sejenisnya. Beberapa programmer menyadari hal itu dan cara bertahannya seperti pada [Url] ini. Beberapa hal kreatif yang tidak bisa digantikan dengan AI masih jadi andalan programmer seperti aspek seni, komunikasi yang baik dengan pemesan, dan bermain dengan AI. Tapi jika dipikir-pikir itu kan bukan bidangnya programmer, yakni UI/UX designer, Analis Sistem dan Data Sains atau Machine Learning dan Deep Learning.
Beberapa kampus untuk bidang informatika masih menerapkan konsentrasi ke pembuatan software yang fokus ke pemrograman saat akan mengarah ke skripsi/tugas akhir. Tentu saja konsentrasi ini menjadi sasaran mahasiswa karena mudah dan tinggal buat sendiri program lewat AI atau minta buatkan orang. Di satu sisi konsentrasi yang lain seperti data sains hanya menggunakan Google Colab, rapid miner dan sejenisnya tanpa menunjukan implementasinya dimana skill ini sangat dibutuhkan oleh pengembang perangkat lunak. Sebaiknya konsentrasi fokus ke AI, Data Sains, dan sejenisnya tanpa melupakan bahwa Strata 1 (S1) fokus ke penerapan ilmu, alias buat sesuatu. Namun karena dosen perlu dan wajib riset untuk Beban Kerja Dosen (BKD) per semester terkadang memaksa siswa bimbingan mengikuti level risetnya.
Kekhawatiran mahasiswa yang ambil AI misalnya sulit dalam mengimplementasikan dalam AI sepertinya berlebihan karena AI saat ini bisa membantu siswa mengimplementasikan model yang dibuatnya dalam suatu aplikasi sederhana. Misalnya video berikut mengimplementasikan AI yang dibuat lewat Teachable Machine [Url] menjadi aplikasi desktop dengan framework Kivy.
Ternyata tiap orang memiliki bakat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Walaupun tentu ada kesamaan untuk tipe orang-orang tertentu. Walaupun satu bidang yang sama, misalnya medis, antara dokter yang cenderung mengikuti standar operasi tertentu (SOP) akan berbeda dengan penelitian kedokteran yang fokus ke eksperimen metode-metode baru. Tentu saja kalau pasien dijadikan eksperimen sangat berbahaya. Rekan saya memiliki anak yang kuliah di jurusan kedokteran. Ketika lulus ternyata si anak tidak ingin lanjut menjadi dokter. Akhirnya dia kuliah S3 dan S3 di bidang kedokteran yang fokus ke riset.
Saya sendiri sempat terdampar di bank, bekerja sebagai staf IT. Agak sedikit menderita ketika diminta mengerjakan rutinitas membosankan. Terkadang beberapa komputer saya jadikan eksperimen dan baru sadar ternyata itu berbahaya. Bayangkan Anda seorang koki yang memang harus mengikuti panduan resep tertentu, tetapi karena Anda berjiwa riset maka terkadang Anda melakukan modifikasi, uji coba dan hal-hal lain yang bermaksud menciptakan jenis masakan baru yang lebih menarik dari sebelumnya.
Bagaimana dengan dosen? Kalau Anda tipe yang menjalankan prosedur, maka dengan materi yang RPS lengkap, bahkan dengan power point yang tinggal menyampaikan sudah cukup membuat Anda bahagia. Tetapi untuk tipe riset, tentu saja akan berbeda. Siswa terkadang dipaksa untuk melakukan modifikasi dari yang ada. Menarik informasi dari Prof Stella yang memberikan informasi mengapa peneliti-peneliti berbakat di Indonesia malah meneliti di luar negeri. Salah satu alasan utama adalah dukungan (finansial dan alat) dari pemerintah yang kurang.
Nah, beberapa hari yang lalu secara mengejutkan saya mendapat surat dari LPPM bahwa informasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), saya di tahun 2014 telat 6 hari mengumpulkan laporan akhir. Bayangkan, saat ini 2025, jadi hampir 11 tahun yang lalu. Ini masih mending, rekan saya dilaporkan belum mengumpulkan laporan akhir.
Sementara itu, setelah pihak kampus bertanya ke LLDIKTI, hanya bisa pasrah karena diminta menunjukan bukti kalau tidak telat ataupun sudah mengumpulkan, padahal situs BIMA sudah tidak bisa diakses dan tidak ada satu pun kita, peneliti, men-screenshot kalau kita submit. Kampus sudah dua kali kebanjiran, berkas hilang, bahkan komputer LPPM pun terendam. Ibarat kata saya dituduh membunuh tetapi tidak bisa melihat rekaman cctv membunuh, saksi, bukti, dan jika tidak mengakui maka diwajibkan menunjukan bukti kalau saya tidak membunuh.
Beberapa rekan ya pasrah saja dan siap menghadapi ancaman untuk tidak diperbolehkan lagi menerima dana hibah. Sebenarnya secara sederhana kalau rekan saya tidak mengumpulkan laporan, tidak bisa dapat dana termin kedua 30% dan tidak dilanjutkan ke tahun kedua penelitiannya, tapi toh lolos ke tahun berikutnya. Biasanya kalau belum mengumpulkan pasti tidak perlu menunggu selama sepuluh tahun untuk diperingatkan.
Selain meneliti saya juga ada proyek, memang ada pinalti dalam proyek jika terlambat. Tapi jika penelitian disamakan dengan proyek ya sudah, kalau begitu kita pilih proyek saja, dari pada beresiko dan sulitnya membuat laporan pertanggungjawaban. Waktu itu di tahun 2014 peneliti tidak boleh ada insentif ke peneliti di laporannya, alias peneliti tidak di gaji. Ketika ditanya ke pihak DIKTI jawabannya sederhana, ‘kan dosen wajib meneliti, jadi harus siap tidak digaji dari penelitian’. Jadi inget lagu yang jadi soundtrack serial FROM di Catchplay yang jika diartikan – “Fokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang, dan terimalah hasilnya dengan lapang dada”:
Salah satu rencana mendiktisaintek yang baru adalah mengurangi beban administratif bagi dosen. Beban ini sudah viral di media sosial. Sepertinya walau dikurangi tetap saja yang namanya dosen ingin terlibat dalam segala hal. Apakah ini karena gen budaya gotong royong kita?
Pikiran merupakan aset penting dosen. Dan sudah terbukti bahwa pikiran mempengaruhi jasmani. Banyak penyakit yang diakibatkan oleh pikiran. Setiap agama memiliki tujuan agar pikiran tetap terjaga, seperti menolak minuman yang memabukan, narkoba, dan sejenisnya yang melemahkan daya pikir manusia. Beberapa ritual ibadah biasanya fokus ke kenyamanan pikiran.
Salah satu metode terkenal adalah meditasi. Metode ini bermaksud membuat sedikitnya jumlah pikiran yang ada di kepala kita. Ibarat monyet, pikiran terkadang loncat sana dan loncat sini sehingga tidak bisa fokus dan berpikir yang dalam karena belum sempat berpikir dalam sudah loncat ke topik yang lain.
Saat ini banyak youtuber-youtuber yang dengan gaya gen-z memasyarakatkan meditasi. Salah satu teknik yang paling mudah dan menjadi terkenal adalah vipassana, yaitu memperhatikan napas masuk dan napas keluar. Jika ada pikiran lain, maka pikiran itu jadi objek kedua dan seterusnya. Ternyata ada efeknya di pikiran kita.
Jadi walau beban administratif dosen dikurangi tetap saja karakter dosen yang ingin selalu terlibat dalam masyarakat tetap saja banyak kerjaan, terutama di benaknya. Silahkan jika Anda memiliki teknik lain yuk berbagi.
Dulu banyak situs yang menyediakan hosting file gratis, namun saat ini sangat jarang. Hosting itu biasanya menyediakan server dengan bahasa pemrograman php dan database mysql. Postingan yang lalu dengan Infinityfree [url] saat ini jadi andalan setelah 000webhost.com sudah berbayar. Namun ketika digunakan di lab dimana IP bersama, langsung disuspen oleh Infinityfree.
Sementara itu untuk disain, w3schools secara free menyediakan tools untuk hosting gratis dengan HTML, hanya saja tidak bisa menyediakan server database. Sehingga untuk mengedit user interface file PHP yang akan dijalankan diserver php perlu instal XAMPP dan sejenisnya. Bagaimana jika lab tidak menyediakan? Caranya tentu saja dengan online. Salah satu aplikasi yang bisa jadi alat praktik edit style php adalah w3schools tapi dengan trik hanya mengambil bagian HTML nya saja.
Bagaimana untuk hosting? tentu saja selain Infinityfree bisa memanfaatkan Play with Docker. Video berikut mengilustrasikan bagaimana menambahkan css pada file php yang telah ter-deploy, tentu dengan seting permission dan penanganan container yang sedikit rumit. Tentu saja Play with Docker sepertinya hanya untuk testing karena hanya diberikan waktu 4 jam saja.