Perkembangan pesat media sosial menyebabkan media masa mainstream seperti TV, radio, koran dan sejenisnya terancam keberadaannya. Beberapa media cetak mengalami kebangkrutan [url] dan saat ini media tv pun mulai berguguran, setidaknya mengalami restrukturisasi, misalnya media milik Aburizal Bakrie [url].
Di tengah kondisi ini beragam strategi dilakukan oleh media online dari yang mengikuti standar hingga yang ekstrim, yang penting banyak dilihat dan viral. Akibatnya prinsip bad new is good news dijalankan. Salah satunya adalah kondisi politik, yang memang mudah sekali menarik perhatian pembaca. Misalnya berita dari OCCRP yang menjadikan Jokowi nominator tokoh pemimpin yang korup.
Berita seperti ini merupakan berita buruk (bad news) yang sangat diminati oleh pendukung yang kecewa dengan Jokowi. Dengan gambar yang ‘menarik’, dipastikan traffic akan tinggi, beberapa media terkadang tidak menjelaskan secara detil, itu nominasi berasal dari mana di sumbernya, yakni OCCRP? Post Truth biasanya dinarasikan, agar publik memercayai kalau berita itu benar dan bukan berita Hoax. Repotnya literasi yang rendah bangsa kita, tidak membaca lebih lanjut dan hanya membaca judul saja. Padahal dijelaskan bahwa nominasi itu berasal dari pembaca yang tentu saja sentimen di sini sangat berperan (subyektif).
OCCP mengklarifikasi berita itu tapi tetap mengatakan kalau media itu tetap memantau siapa saja pemimpin di dunia. Tentu saja, media tetap media, prinsip makin banyak pembaca makin baik, merupakan visi utama. Media yang tidak ada yang baca/lihat/dengar tentu saja tidak ada iklan yang datang, dan akhirnya akan tutup. Jangan harap media melakukan prinsip ‘praduga tak bersalah’ seperti penegak hukum, karena memang bukan tugasnya.
Kita masing-masing memiliki tugas masing-masing. Guru dan dosen tugasnya mendidik siswa, polisi, jaksa, hingga presiden memiliki tugas masing-masing. Namun, tentu saja jika ada hal-hal yang menyimpang, ada saluran masing-masing. Tapi jangan sampai apapun yang terjadi, entah itu pelemahan KPK seperti yang dikutip oleh OCCRP yang sejatinya karena DPR (legislatif) tetap saja presiden (eksekutif) yang disalahkan. Untuk siswa, dosen, atau ada pihak-pihak yang tidak puas dengan instansi tertentu bisa masuk ke lapor.go.id [url], dijamin kerahasiaannya.


