Kampus, Krisis, dan Harapan Baru

Kondisi dunia yang penuh ketidakpastian turut berdampak pada perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun tampak memutar otak, meski dalam setiap komentarnya ia tetap berusaha menjaga suasana agar tidak semakin keruh. Situasi ini juga menyentuh dunia pendidikan tinggi, terutama kampus-kampus yang mayoritas mahasiswanya berasal dari kalangan menengah ke bawah—golongan yang bila dihadapkan pada pilihan sulit, akan lebih mengutamakan kebutuhan dasar seperti makan daripada kuliah.

Kampus tempat saya bekerja pun tidak luput dari imbasnya. Setelah melalui berbagai tantangan dan kompleksitas permasalahan, akhirnya pengelolaan kampus dialihkan dari yayasan lama ke Muhammadiyah, tentu saja dengan prosedur sesuai aturan seperti pesangon, kadeudeuh, dan lain-lain, agar proses perkuliahan dan pelaksanaan tri darma tetap berjalan.

Meski demikian, semangat optimisme harus terus dipupuk. Hari ini, misalnya, baru saja digelar webinar tentang quantum computing di salah satu kampus saya yang lain, meskipun rumus-rumus matematisnya cukup membuat kepala pening.

Promosi dan penguatan citra kampus tetap perlu dilakukan melalui kegiatan yang bermanfaat, baik lewat webinar maupun pengabdian kepada masyarakat. Biarlah dinamika dunia terus bergulir, kita hadapi dengan menjalankan peran masing-masing sebaik mungkin. Sikap wait and see tetap perlu dijaga agar kita tidak gegabah, khususnya dalam hal penggunaan anggaran.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.