Ketika Angin Perubahan Menerpa

Lama juga saya vakum dalam aktivitas blogging. Banyak kejadian-kejadian di tempat saya mengajar, mulai dari alih kelola, hingga tawaran untuk pindah. Tiada yang abadi, termasuk kondisi terkini, yakni masuknya Muhammadiyah ke kampus. Rektor dan jajarannya sudah diganti, alhasil wajah UNISMA BEKASI pun berubah. Rencananya menjadi Universitas Muhammadiyah Indonesia. Tadinya ingin internasional, ternyata berubah rencana.

Untuk dua kaki saat ini agak berat, karena kampus kedua meminta saya untuk pindah rumah (homebase) mengingat akan buka kelas jauh (PSDKU) karena universitasnya sekarang unggul. Oleh karena itu, pindah homebase tidak serta merta pindah rumah ke kampus utama (di Sukabumi). Jadi masih bisa mengikuti proyek-proyek yang berjalan saat ini, maupun mengajar di institusi kepolisian.

Teringat awal tahun 2000an, ketika lulus kuliah dulu. Tidak ada satu pun perusahaan yang menerima saya menjadi karyawannya. Walau akhirnya berlabuh di akademi, yang saat ini jadi universitas besar, tetap saja statusnya honorer (atau disebut juga luar biasa, istilah satir yang berkaitan dengan bayaran yang ‘luar biasa’).

Sempat juga sambil mengajar bekerja di bank swasta nasional. Itu pun statusnya outsourcing, status yang bisa dibilang pegawai ‘anak tiri’. Tapi toh bisa belajar implementasi IT di perbankan. Yang mengecewakan justru di kampus kedua yang menolak saat melamar jadi dosen tetap, dengan alasan ijasah yang bukan komputer. Namanya orang jadul, mana ada jurusan komputer waktu itu. Di tahun 95 saja ketika saya mendaftar UPMTN, komputer di UGM hanya konsentrasi di prodi matematika, di bawah fakultas MIPA.

Nah, akhirnya ada juga kampus yang menerima saya bekerja, yakni Univ Islam 45 Bekasi. Walaupun tetap saja harus menjadi honorer dulu selama setahun sebelum dikontrak jadi dosen tetap. Lalu setahun kemudian jadi Dosen Tetap Yayasan (DTY). Saat wawancara, warek 1 mengatakan kalau take home pay saya (gaji) sebulan Rp. 850 ribu. Besar atau kecil kah? Sebagai perbandingan, sebelumnya walaupun outsourcing, dulu sudah Rp. 3 juta per bulan. Dapat dibayangkan turunnya penghasilan. Tetapi, toh bisa hidup, karena masih nyambi ngajar di dua kampus lain, STMIK Nusa Mandiri dan Univ Darma Persada. Namun satu-satunya organisasi yang mempercayakan saya menjadi dosen tetap yayasan, membuat haru. Apalagi dapat serdos dan studi lanjut (walau dengan biaya DIKTI) membuat saya ‘harus setia’.

Nah, sampailah di penghujung 2018, ketika kampus ditawarkan ke Muhammadiyah untuk alih kelola. Akhirnya seluruh karyawan haru ‘di nol kan’ masa kerjanya, dengan diganti pesangon. Tapi ternyata dalam kurun waktu 6 tahun, kondisi masih ‘alot’. Karena kondisi ga jelas, dana kurang, pemasaran sulit, akhirnya kampus univ Islam 45 ‘menyerah’. Berakhirlah yayasan lama yang selama ini mempercayakan saya sebagai dosen tetap yayasan. Berakhir pula hutang budi saya, dan kini ingin terbang bebas. Semoga dilancarkan, amiin.