Terkadang kita harus memperhitungkan semua aspek, tidak hanya untung rugi, menang kalah, dan lain-lain. Misanya anak yang sekolah. Kalau orang tua hanya melihat dari sisi untung rugi, dia akan cenderung mencari yang gratis, kalau perlu tidak sekolah, langsung saja ikut orang tua berdagang, mencari ikan, berladang, dan lain-lain.
Nah, orang tua yang melihat pendidikan sebagai investasi akan berfikir lain. Kalau harus bayar, walau mahal, tetapi memiliki manfaat ke depan yang lebih besar, orang tua jenis ini akan suka rela menggelontorkan dana yang besar. Kalau si anak juga memahami, maka klop, orang tua dan anak memahami investasi. Bahkan, selain pendidikan formal, pendidikan non formal pun dijalani.
Ada juga hal lain yang perlu diperhatikan, yakni masa depan yang tidak jelas, khususnya di negara kita. Selain pendidikan, banyak investasi yang bisa ditempuh, seperti network, pertemanan, asosiasi, dan sejenisnya. Bukan investasi seperti saham, crypto, dan lain-lain saja ya. Saya termasuk orang introvert (lengkapnya INFJ), kalau tidak ikut asosiasi, perbanyak network, relasi, tidak akan dikenal di mana-mana. Alhamdulillah, karena itu bisa ada saja jalan. Terkadang diminta mengajar dengan bayaran murah saya terima dengan alasan network, baik dengan yang menawarkan maupun orang-orang yang saya ajar, apalagi mereka bukan orang sembarangan.
Sederhana saja, misalnya Youtube. Youtuber2 ternama kebanyakan berhasil karena di awal tidak fokus mencari pemasukan, melainkan menginvestasikan tenaga dan usaha, dimana di awal tidak fokus ke pemasukan dulu. Lihat saja startup-startup yang berhasil sekarang ini, tetap eksis karena ada istilah ‘bakar duit’, alias investasi dulu di awal baru mengeruk keuntungan di akhir, setelah stabil. Atau setelah kompetitor-kompetitornya colaps.
Oke, semoga tulisan ini juga investasi, walaupun terkesan tidak ada pemasukannya. Minimal ada pahala dan sesuai dengan visi blog ini, ‘just for a little kindness’.