Membaca merupakan aktivitas yang paling dibutuhkan kita semua, terutama pelajar dan mahasiswa. Saat ini sebagian besar bacaan kita dalam bentuk elektronik seperti medsos, email, WA, dan notifikasi lain di smartphone. Walaupun membaca, tentu saja jika membaca di smartphone atau laptop terkadang bisa juga dibilang bukan membaca, dalam artian membaca mendalam seperti membaca buku teks, novel, dan sejenisnya yang ratusan bahkan ribuan halaman, baik di perpustakaan maupun beli buku di toko buku.
Saat ini sudah marak beredar Portable Document Format (PDF) yang merekam buku dalam format elektronik. Selain itu tersedia pula e-reader untuk membacanya, baik berbasis e-ink maupun Liquid Crystal Display (LCD).
Dari laptop, smartphone, hingga table memberikan sensasi yang baik untuk membaca. Namun ada satu permasalahan penting yaitu karakteristik LCD yang memancarkan sinar ke arah mata, walaupun sudah tipe terkini, misalnya AMOLED. Anda seperti memandang sebuah lampu, tentu saja akan melelahkan walaupun saat ini ada fasilitas untuk menghilangkan sinar biru yang berbahaya.
Terus terang, hampir jarang saya membaca satu full buku lewat laptop maupun tablet. Kalau untuk satu atau dua paper jurnal mungkin bisa, dengan diselingi dengan break untuk beberapa menit. Ternyata mata memiliki screen time. Silahkan baca gangguan-gangguannya di [link].
E-Reader
Sekarang kita masuk ke E-Reader yang menggunakan teknologi e-ink. Teknologi ini bermaksud meniru cetakan kertas dengan tinta elektronik berupa elektron yang menempel di dinding screen. Ketika menempel, setelah daya dihilangkan, elektron tetap menempel seperti tinta pada kertas. Jadi, tanpa daya dan sinar dari alat kita dapat membaca print elektronik tersebut. Tentu saja seperti buku kita perlu sinar juga dari lampu, matahari, dan sejenisnya yang tidak mengarah langsung ke mata (hanya memantulkan). Ada juga fasilitas lampu ketika baca di kegelapan, tetapi lampu yang ada pada e-reader hanya menerangi cetakan elektronik saja. Berikut review saya di awal-awal penggunaan e-reader [link].
Kindle
Merk kindle terkenal karena bekerja sama dengan induknya yaitu Amazon yang menyediakan beragam buku elektronik. Aplikasi ini memiliki format sendiri yaitu MOBI, AZW, AZW3. Selain itu dapat juga membaca format lain seperti PDF dan EPUB (disediakan fasilitas untuk konversi).
Versinya cukup banyak, dari yang murah (biasanya tanpa pena) hingga yang mahal (disertai pena). Saya sendiri menggunakan versi menengah tanpa pena tetapi anti air dan sinar layar otomatis. Berikut ini ringkasan kesan selama beberapa bulan menggunakannya.
Plus: ringan, cepat, baterai tahan hampir satu bulan, handal (jarang crash). Minus: tidak ada text reflow untuk baca pdf, tidak ada suara, tidak bisa baca e-perpusnas, e-gramedia, novel (fizzo, dll).
Android-Based E-Reader
Jenis lain adalah versi e-reader dengan sistem operasi android. Tentu saja tidak semua aplikasi seperti game berat nyaman digunakan di alat ini. Namun untuk yang tidak perlu grafis tinggi dapat dijalankan seperti browser, email, dan sejenisnya. Sepertinya alat ini perlahan namun pasti menyalip pendahulunya, kindle. Saya sendiri memiliki alat ini merk meebook yang merupakan versi yang lebih murah dari merk terkenal onyx. Namun dengan harga yang hampir setengahnya memiliki fasilitas seperti pena stylus, sd card tambahan, casing, anti gores dan lain-lain. Berikut ringkasan setelah beberapa bulan penggunaan.
Plus: bisa beragam aplikasi, bisa email, wa, dan aplikasi lain di playstore, , ada suara (stel musik), dan ada piliha speed prosesornya. Minus: baterai yang cepat habis, agak berat, layar perlu diset kecerahannya. Harga lebih mahal dari kindle utk kemampuan yg sama.
Kesimpulan
Nah, untuk Anda yang ingin membeli e-reader, berikut rekomendasi saya. Jika Anda mengatakan e-reader itu ga berguna, ga kayak HP, tablet, dan sejenisnya. Atau tidak bisa main PubG, Mobile Legend, dan sejenisnya, tentu saja tidak sesuai dengan pembahasan kita semula.
Tadinya saya agak kecewa dengan kindle yang hanya bisa membaca buku dengan teks saja seperti novel dan buku lain yang dibeli di Amazon. Kalaupun baca PDF agak sulit karena harus di zoom mengingat device yang kecil. Tetapi setelah lihat di forum, ada aplikasi seperti k2pdfopt yang dipakai untuk merubah PDF standar menjadi format yang disesuaikan dengan ukuran e-reader disertai dengan aplikasi lain yang membuat table of content atau bookmark ternyata ok juga dipakai. Oiya, tentu saja bukan pdf hasil scanner. Dan yang saya surprise adalah saya hampir lupa kapan terakhir ‘ngecas’. Tiap lihat berapa % baterainya hampir selalu di atas 70%. Kindle saya yang walaupun disertai charger tanpa kabel nyaris tidak dipakai fasilitas itu, alias pake charger usb-c biasa saja. Saran saya jika Anda hanya ingin punya satu device saja, belilah kindle dengan pena stylus untuk kepraktisan pengganti buku catatan di rapat, kuliah, dan lain-lain. Jika hanya baca novel, kindle pilihan utama. Bahkan kindle saya yang 6.8 inch ternyata kegedean, harusnya beli yang 6 inch saja, bisa dimasukan ke celana (untuk cowok).
Untuk Anda yang tidak hanya baca buku teks, disarankan menggunakan e-reader berbasis Android. Karena di sini disertai dengan text reflow yang secara langsung mengkonversi pdf asli menjadi bentuk ukuran font yang sesuai dengan e-reader, tanpa mengkonversi dahulu lewat k2pdfopt. Walaupun kindle memiliki tools untuk konversi pdf ke MOBI sesuai ukuran e-reader ternyata untuk persamaan matematis, tabel, dan sejenisnya masih berantakan. Lihat teknik konversi EPUB ke MOBI [link]. Apalagi jika Anda ingin membaca novel online atau buku-buku dari perpustakaan (e-pusnas), google book, dan lain-lain. Tentu saja disarankan membeli dengan pena stylus. Agar praktis mencatat meeting atau kuliah. Ukuran pun sebaiknya di atas 7 inch agar mudah menulisnya. Anda jangan jengkel kalau seperti HP, e-reader ini perlu dicas. Tapi sebaiknya matikan saja wifi, bluetooth, dan atur sinar agar hemat baterai.
Tapi kalau Anda ingin punya keduanya, lebih baik lagi, seperti saya, Android untuk meeting dan Kindle untuk bacaan saat bepergian (mobile). Sekian, semoga bermanfaat.