Sidang Terbuka – Perlukah?

Status sebagai mahasiswa merupakan satu aktivitas bekerja juga, mirip jabatan, tugas khusus, dan apapun yang memiliki tujuan yang jelas yakni memperoleh ilmu dan dibuktikan dengan kelulusan. Dosen pun ketika studi lanjut ke jenjang yang lebih tinggi berubah statusnya menjadi mahasiswa. Dualisme itu yang sedikit menyulitkan, khususnya dosen-dosen senior yang telat studi lanjut. Di mana sulitnya? Nah, itu dia, sulit juga menjelaskannya.

Waktu itu, thailand cukup panas, maklum mendekati hari raya Sonkran, hari raya yang terkenal dengan ‘mainan air’, semprot-semprotan, dan sejenisnya. Kalau di Indonesia ya hari raya idul fitri untuk yang muslim, natal untuk yang nasrani. Seperti biasa, siang itu di depan meja belajar, saya melamun. Di sini melamun berarti berfikir keras, mengingat tidak ada jawaban di internet, bahkan pembimbing pun tidak tahu jawabannya. Khas mahasiswa doktoral. Sambil menyeruput kopi Thailand (UFM bakery 50 baht) yang lebih murah dari kopi Vietnam (honkrum 100 baht), tiba-tiba ada telepon dari staf pengajar institut pertanian bogor (IPB).

“Halo apa kabar? Bagaimana keadaan di sana?”, sapa telepon itu. Seperti biasa, walau sedang pusing tapi cukup dijawab dengan dusta, “baik, bagaimana dengan Anda?”. Intinya ternyata hanya bertanya-tanya perihal kampus tempat saya kuliah. Tadinya saya fikir dari tim pewawancara waktu mendaftar beasiswa DIKTI ternyata hanya survey. “Apakah di sana ada sidang terbuka?”, saya jawab kalau seperti di Indonesia yang mengundang orang sekampung, disertai acara makan-makan, pembagian souvenir, dan sejenisnya ya tidak ada. Paling hanya informasi seperti berikut ini.

“Kalau wisuda? Bayar kah?”, tanyanya lagi. Saya jawab ada deposit ketika mendaftar kalau di rupiahkan setengah juta. Tapi setelah wisuda dan kita mengikuti wisuda, uang itu bisa diambil kembali. Mungkin maksudnya agar yang daftar serius, bukan nge-prank. Jadi, baik sidang terbuka maupun wisuda, praktis tidak ada yang bayar. Paling menyiapkan snack dan minuman saja ketika sidang terbuka, itu pun biasanya tidak dimakan oleh promotor dan penguji, malah peserta yang kebanyakan teman senegara, yang menjarah selepas acara. Bahkan kabarnya sudah ‘dipesan’ oleh teman-teman yang senasib sepenanggungan saat acara final defence berlangsung. Seperti ini suasana sidang terbuka [link].

Saya yakin teman-teman saya di negara lain pun sama, sepertinya hanya di Indonesia yang melakukan ritual sidang terbuka seperti hajatan. Beberapa kampus sudah mulai menghapus sidang terbuka, misalnya rekan saya yang kuliah di Brawijaya. Sepertinya jika ingin menjadi kampus internasional, agak merepotkan mahasiswa asing yang ingin sidang terbuka versi kampus Indonesia.

“Sir, how about final defence of mr Haoran Zhang?”, tanyaku ke promotor saya. Sambil geleng-geleng dia mengutarakan kekecewaannya. Katanya dia tidak lulus, alias sidang ulang. Wah, gawat juga. Pantes saya lihat kemarin dia sibuk mondar-mandir bawa alatnya dengan wajah pusing. Beda dengan Indonesia yang sudah pasti lulus, ternyata sidang terbuka bisa tidak lulus juga.

Ada info dari rekan istri saya yang S3, kabarnya ada juga mahasiswa doktoral yang tidak ikut wisuda. Kalaupun ikut, biasanya tidak terlalu wah. Salah satu sebabnya adalah sidang terbuka yang lebih ‘wah’ dari wisuda. Sidang terbuka ibarat wisudah khusus untuk si mahasiswa seorang. Nah, berbeda dengan di kampus saya, ketika ada mahasiswa Indonesia yang lulus doktoral, kampus mengundang duta besar dan atase kebudayaan, yang biasanya selalu hadir dan tidak diwakilkan [link].

Karena sidang terbuka yang ‘biasa saja’ (tapi sangar juga), wisuda jadi sangat hikmat. Bahkan dalam acara tersebut ada dua sebutan, Mr saat masuk gedung, dan Dr setelah pelantikan (pemasangan Hood, seperti sayap di belakang, kalau di Indonesia kuncir di topi wisuda yang digeser ke kiri atau ke kanan (saya lupa) oleh rektor/dekan [link]. Tapi bagi orang Indonesia yang S3 di Indonesia, sidang terbuka bisa jadi kenangan yang indah. Bisa juga jadi sarana jalan-jalan teman-teman si mahasiswa. Bayangkan teman saya yang mau lulus di Brawijaya, ketika ada kabar tidak ada sidang terbuka lagi (katanya kalau publish Q2), acara jalan-jalannya batal dah …

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.