Untuk yang tertarik memperoleh beasiswa studi lanjut bisa menghubungi link khusus dosen dan staf administrasi di: http://beasiswa.dikti.go.id/web/ sedangkan untuk yang tidak punya nidn, bukan dosen, atau instansi lain bisa mencoba di sini: http://www.lpdp.depkeu.go.id/ atau bisa lewat beasiswa-beasiswa lainnya (kedubes-kedubes, kampus tujuan, USAID, dll) walaupun menurut sebagian besar info, kedua beasiswa itu (terutama biaya hidup) lebih besar dari beasiswa-beasiswa lainnya. Departemen agama untuk dosen-dosen UIN/IAIN ternyata ada juga dan sejak tulisan ini dibuat baru dua gelombang. Persyaratan berskala internasional seperti passport dan lain-lain, termasuk bahasa internasional sesuai tujuan (Inggris, Prancis, Jepang, Arab) mutlak diperlukan. Salah satu yang penting adalah Visa Pelajar yang diterbitkan oleh negara tempat kampus tujuan belajar calon penerima beasiswa.
a. Mengurus Student Visa
Pelajari atau bertanya kepada teman-teman yang sudah berangkat sepertinya menjadi keharusan, karena jika hanya browsing di internet, kasusnya mungkin berbeda, misalnya saya yang memilih Thailand sebagai negara tujuan akan berbeda dengan Jepang, Amerika Serikat, dan negara lainnya. Jepang, misalnya mengharuskan kita memiliki sejenis orang tua asuh, atau orang yang siap sebagai penanggung jawab kita di sana. Taiwan, lebih rumit lagi, karena tidak ada kedutaan besar taiwan di Indonesia, jadi harus lewat kantor dagangnya (di Jakarta, alamat lengkapnya bisa dicari di internet).
Untuk Thailand, butuh waktu kurang dari seminggu untuk membuat visa pelajar, dengan melampirkan paspor dan surat tanda diterima (LOA) dari kampus tujuan. Biaya, standar, sekitar hampir satu juta dan jangan lupa, beli dollar terlebih dahulu, karena tidak menerima uang rupiah, atau bisa juga beli ke satpam seperti yang saya lakukan, tetapi resikonya kursnya berbeda.
b. Keberangkatan
Siapkan segala hal yang diperlukan untuk berangkat seperti no booking, passpor dan berkas lainnya. Timbang dulu bawaan Anda karena excess baggage mahal banget, teman saya sampai biayanya seharga satu tiket. Dan jangan lupa ketika kita diminta menulis data saat di pesawat, isi dengan benar.
Jadi supaya ga perlu bongkar-bongkar tas yang udah masuk di kabin, siapkan alat tulis sendiri jika malas meminjam ke teman sebelah (kadang teman sebelah juga ga pegang alat tulis). Dulu saya kira itu hanya untuk perjalanan saja, ternyata itu melekat di passpor kita (biasanya disteples) dan tidak boleh hilang. Bagaimana jika hilang? Menurut informasi bagian imigrasi di kampus saya belajar, harus ke kantor polisi terdekat untuk laporan barang hilang.
Masalah yang perlu diperhatikan adalah Student Visa kita hanya berlaku sementara 90 hari sebelum bisa diperpanjang jadi satu tahun. Dan jika sudah satu tahun, kita tetap wajib lapor diri tiap maksimal 90 hari yang dihitung dari kedatangan kita di kantor imigrasi bandara, bukan dari awal kedatangan. Kebetulan saya tiap dua bulan pulang, jadi tidak perlu lapor diri karena otomatis tidak pernah mencapai batas maksimal. Nah teman saya yang tidak pernah pulang, ternyata ketahuan hampir lewat dua bulan dari 90 hari itu dan terancam dengan denda 2000 baht di imigrasi, atau jika ketahuan di bandara bisa kena 5000 baht, angka yang kalau dirupiahkan sekitar hampir 2 juta.
c. Lapor diri ke Kedutaan Besar RI
Ketika sampai di negara tujuan, jangan lupa langsung ke kedutaan besar RI di sana (minimal beberapa bulan) kecuali kalo tidak perlu kiriman dari DIKTI atau pemberi beasiswa yang berasal dari lingkungan depertement di Indonesia. Jangan heran kalau kita tidak disambut hangat oleh staff di sana karena memang staff diharuskan sedikit galak, penuh curiga, dan lain-lain, walau menurut tebakan saya di hati mereka gembira ada orang sebangsa yang berada di negara tersebut. Untuk yang Bankok bisa lihat tulisan saya sebelumnya: https://rahmadya.com/2013/10/02/lapor-diri-di-kedutaan-besar-republik-indonesia-kbri-bangkok/
Terakhir, berusahalah mempelajari bahasa tempat tujuan, karena saya sering ditantang oleh imigrasi di bandara dengan bahasa Thai, dan sepertinya mereka kecewa waktu saya tidak bisa jawab. O iya, banyak orang Indonesia yang setelah lulus menjadi pengajar di kampus Thailand dan beberapa sudah siap menjadi warga negara Thailand. Sebaiknya kita pulang dan membangun negara kita yang walau bagaimanapun keadaannya tetap tanah air kita.