Dalam kehidupan, kita melihat ada orang-orang yang sukses, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang bisa dikatakan belum berhasil. Memang terkadang orang melihat yang sukses itu adalah yang kaya dengan harta berlimpah, kedudukan tinggi dan sejenisnya. Tetapi pada dasarnya jika kita perhatikan mereka memiliki sesuatu yang “diberikan” kepada umat manusia, atau minimal di lingkungan sekitarnya.
Memberi
Tulisan di blog yang Anda baca ini bisa dibaca dengan memanfaatkan teknologi web yang dikembangkan oleh Tim Barners-Lee. Oiya, website pertama silahkan lihat di link ini: http://info.cern.ch/hypertext/WWW/TheProject.html. Banyak yang sudah memanfaatkan hasil “pemberian” dari Lee tersebut. Apakah dia sukses? Tuhan maha adil, siapa yang banyak memberi tentu saja dia yang banyak menerima. Ada lagi, misalnya penemu sosmed, www.facebook.com yang merupakan situs terbanyak digunakan setelah www.google.com. Banyak orang yang bisa bertemu dengan teman-teman lama yang menghilang lewat aplikasi tersebut. Banyak orang yang menerima manfaat secara otomatis akan kembali ke orang yang memberikan manfaat. Atau yang sederhana di tanah air, pencetus Gojek, Mas Nadiem. Banyak yang terbantu dengan aplikasi buatannya. Akhirnya manfaat akan kembali ke menteri pendidikan yang baru tersebut.
Memberi tidak selalu dengan uang atau harta lainnya. Bisa juga dengan ilmu yang kita miliki. Dibayar atau tidak, alam akan mengembalikan apa yang telah kita berikan. Bahkan ketika kita mengajari orang dengan ikhlas, biasanya ilmu malah akan bertambah, tidak berkurang. Ada yang membagikannya lewat Youtube. Bahkan hiburan yang sederhana saja tetapi banyak dinikmati orang, profit akan mengalir ke chanel Youtube tersebut. Artinya makin banyak yang menikmati pemberian kita, makin banyak yang dikembalikan kepada si pemberi.
Memberi atau Berhutang
Ada pepatah di Tibet yang penuh aroma Budha, yaitu jika anda menerima melebihi yang Anda berikan ke orang lain, maka Anda dapat dikatakan maling. Tentu saja tidak maling dalam arti sebenarnya. Kita bekerja menghasilkan barang/jasa, dinikmati orang, kemudian hasil kita terima baik lewat gaji maupun keuntungan. Nah, maling, rampok, koruptor, dan sejenisnya itu bermaksud menerima tanpa secuilpun memberi. Dan banyak kita secara tidak sadar melakukan praktik tersebut. Kita banyak menerima hal-hal yang free tetapi tidak mau memberikan secara free kepada orang lain. Adilkah? Tentu saja tidak ada yang free secara hukum alam/sunatullah terlepas dari adil atau tidak. Jika banyak menerima tapi sedikit memberi maka jika tidak mau dikatakan maling, berarti kita berhutang. Bayarlah hutang dengan memberikan manfaat ke orang lain. Dari yang sederhana, memberi info penting ke teman-teman, bekerja melebihi upah yang diberikan, membatu sesama dan aktivitas-aktivitas non-bisnis lainnya.
Kadang banyak rekan-rekan sesama dosen yang mengeluh, gaji yang kecil, tidak dihargai, tuntutan yang berat seperti jurnal terindeks Scopus, dan lain-lain. Jika Anda merasa yang diterima kurang dari yang diberikan, bersyukurlah kita tidak berhutang kepada alam semesta (walaupun masih ngutang uang di sana sini sih ke orang), dan hukum alam itu pasti, tunggu saja balasan baik akan tiba, jika tidak ke kita ya mudah-mudahan ke anak cucu kita. So, jangan khawatir jika udah gaji dosen seadanya, dimaki-maki pula oleh pemilik kampus, cobalah berfikir luas sedikit, ke lingkungan sekitar hingga alam semesta. Mudah-mudahan postingan berbau filsafat ini bisa menenangkan yang sedang gundah gulana.