Makhluk Emosional yang Logis

Era industri 4.0 salah satu cirinya adalah penerapan Artificial Intelligence (AI) di segala bidang. AI merupakan teknik yang meniru kecerdasan manusia untuk diterapkan ke alat. Beberapa psikolog ternyata menyebutkan ada banyak kecerdasan, salah satunya adalah kecerdasan emosi (emotional intelligence).

Pembaca mungkin pernah merasakan sakit hati, marah, benci dan sejenisnya yang melibatkan emosi. Rasa nyerinya sepertinya tidak jauh berbeda dengan nyeri fisik. Bahkan sebagian ketika tidak sanggup mengatasinya melakukan bunuh diri. Tidak perduli orang secerdas Alat Turing pun tidak sanggup mengatasi hal itu. Di sisi lain, ada beberapa kejadian ketika mencegah dampak negatif dari stres dan depresi atau perilaku negatif lainnya dengan cara operasi, tetapi dampak negatifnya tidak jauh berbeda ketika otak emosinya dihilangkan. Walau kecerdasan tidak mengalami penurunan, tetapi tanpa emosi banyak hal-hal sepele yang mengganggu kerja karena tidak ada unsur emosi. Terkadang masalah sepele, seperti harus memilih warna, kehilangan penjepit kertas, dan tetek bengek lainnya bisa menghambat tugas utama.

Jika otak logis diibaratkan supir yang mengemudikan mobil, maka otak emosi adalah penumpangnya. Saya dan kita semua terkadang memiliki masalah tidak sinkronnya supir dengan penumpang. Supir terkadang mengetahui jalur tercepat, tetapi penumpang ingin menikmati keindahan jalan. Ketika kita melihat orang yang sedang marah-marah maka ada ketidaksinkronan antara logic dengan emosinya, ibarat penumpang yang kecewa diajak sopir melewati jalan yang tidak diinginkannya.

Walau logis ternyata otak logis tanpa panduan otak emosional terkesan bodoh. Okelah Anda hebat menghitung akar ratusan dengan cepat, tetapi otak emosi akan bertanya, kenapa mau saja disuruh orang menghitung itu? Silahkan searching di internet nasib orang tercedas di dunia, yang miris akhirnya memilih menjadi pegawai rendahan yang kerjanya rutinitas sederhana saja. Entah apapun agama kita, pasti diperintahkan untuk menyadari bahwa kita adalah makhluk logis yang memiliki aspek emosional.

Salah satu aspek penting dari otak emosional adalah “harapan” yang berasal dari keinginan dan cita-cita. Presiden pertama RI pernah mengatakan agar menggantungkan cita-cita setinggi langit karena bagi otak emosional konsep tersebut tidak terikat oleh waktu, dahulu, saat ini atau nanti. Beberapa pemerhati psikologi menganjurkan untuk merasakan hal-hal yang diinginkan terlebih dahulu agar meresap ke otak emosional. Jika sudah meresap akan mudah tercapai karena otak emosional tidak mengenal waktu, jika Anda ingin menjadi seorang profesor misalnya, ketika sudah meresap ke otak emosional kemungkinan tercapainya tinggi, walau otak logis menolak karena mengenal konsep waktu.

Cara mudahnya mengetahui otak emosional yang sudah sinkron dengan otak logis adalah kenyamanan ketika mengerjakan sesuatu. Salah satu metode, quantum ikhlas, menganjurkan jangan mengerjakan sesuatu ketika hati tidak nyaman. Buat nyaman terlebih dahulu, barulah bekerja agar kedua belah otak bekerja dengan sinkron dan saling mendukung. Sekian, semoga bermanfaat.

Iklan