Memilih Ekosistem yang Baik

Mungkin Anda pernah mendengar istilah ekosistem dalam biologi. Ternyata dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal juga ekosistem dalam arti lingkungan tertentu di sekitar kita. Ketika belajar di kampus kita memiliki ekosistem perkuliahan yang terdiri dari teman, dosen, tata usaha dan lain-lain. Namun jika dilihat walaupun kuliah di kampus yang sama, dua orang mahasiswa akan memiliki ekosistem yang berbeda. Ada yang suka belajar kelompok, ada yang suka demo, pacaran, luntang-lantung dan segala ekosistem yang dipilih oleh seorang mahasiswa.

Ada pepatah, jika Anda berteman dengan pedagang parfum, Anda akan terimbas wanginya. Silahkan pilih, dan saat ini tidak ada paksaan untuk masuk ke ekosistem tertentu. Tentu saja di awal, terkadang ketika sudah masuk, sulit untuk keluar. Nah, untuk para calon mahasiswa ada baiknya berhati-hati memilih ekosistem di kampus. Sesuaikan dengan minat dan niat yang baik karena terkadang ekosistem yang baik pun di dalamnya ada oknum-oknum yang menyesatkan.

Dalam dunia kerja ekosistem agak sedikit berbeda dengan ketika kuliah, karena persaingan sangat ketat. Memilih teman yang salah bisa berakibat fatal. Oleh karena itu kemampuan memilih rekan yang baik sangat penting. Beberapa pakar menyarankan menghindari ‘eneg’ alias energi negatif yaitu seseorang yang dapat melemahkan kinerja tim nya di suatu organisasi, misalnya selalu mengeluh, tidak puas, banyak tuntutan, memaksakan kehendak dan hal-hal lain yang seharusnya bisa Anda rasakan.

Bagaimana jika salah masuk? Di sini keberanian untuk hijrah sangat diperlukan. Menolak terkadang pekerjaan yang sulit tapi bisa jadi penyelamat Anda. Ekstrimnya, Anda harus berani keluar dari pekerjaan yang tidak cocok. Pernah beberapa tahun bekerja di bank, berangkat pagi pulang sore, menyelesaikan problem yang tidak ada habisnya. Mungkin cocok di awal, tetapi lama-kelamaan ketika tidak ada yang dilakukan lagi, mau tidak mau banting stir ke karir sebelumnya sebagai pengajar, walaupun tipe introvert seperti saya tidak cocok. Toh, keinginan untuk berbagi pengalaman dapat memperlancar proses transfer iptek dan pengalaman.

Bidang-bidang lain pun tidak jauh berbeda. Slash, gitaris Gun and Roses pun di akhir grup sebelum bubar merasakan kehampaan karena merasi ‘nothing I can do’. Atau gitaris deep purple yang bosan memainkan lagu jadul yang itu-itu saja. Puncaknya meninggalkan grupnya bahkan ketika sedang manggung.

Di era online saat ini, mencari ekosistem berupa komunitas mudah sekali dengan bantuan media sosial. Tetapi manusia ternyata memerlukan sumber inspirasi. Terkadang tuntutan kapitalis memaksa pendidikan menyediakan manusia instan yang hanya diajari satu aspek pekerjaan tertentu. Bahkan saat ini Google bisa melatih seseorang beberapa bulan setara dengan sarjana yang empat tahun. Mungkin saja, tetapi banyak hal-hal tertentu yang ‘dipotong’. Bisa jadi yang dipotong tersebut sangat dibutuhkan oleh peserta didik secara tidak langsung.

Ada satu cerita di amerika, seseorang wanita berkirim surat ke seorang aktor film star trek terkenal, James Doohan. Dia mengatakan berniat untuk bunuh diri. Si aktor memintanya ke tempat tertentu karena diundang di situ. Setelah pertemuan itu, si wanita tidak lagi berkomunikasi. Delapan tahun kemudian di luar dugaan si wanita itu berkirim kabar. Dia mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkan hidupnya lewat pertemuan dulu, sekaligus mengabarkan kalau dia baru saja memperoleh master di bidang elektronika. Oiya, james doohan di star trek berperan sebagai ‘scooty’ sang kepala insinyur yang mungkin diidolakan oleh si wanita yang mau bunuh diri itu, yang ternyata mahasiswa elektro. Nah, ternyata selain belajar bidang tertentu, mahasiswa terkadang memerlukan sesosok figur yang bisa secara langsung berkomunikasi, bekerja sama, dan melihat langsung sepak terjang orang yang diidolakan, yang tidak dapat diperoleh lewat online atau program instan lainnya. Sekian, untuk para mahasiswa baru, selamat berjumpa dengan ekosistem yang baru.

Iklan