Beberapa waktu yang lalu sempat membaca pesan berantai mengenai bagaimana membentuk mental anak yang “kuat”. Salah satunya adalah dengan tidak memanjakannya dan tidak menggunakan prinsip “karena saya dulu menderita, anak saya kasihan kalau menderita”. Sepertinya masuk akal, karena anak dilatih untuk bertarung dengan kehidupan dan tidak menjadi anak yang manja. Masalahnya, apakah dengan mengkondisikan si anak dengan kondisi “penderitaan” kita yang dulu bisa membuat anak kuat, tabah dan tegar?
Generasi Millennial
Untuk menjawab masalah di atas, mungkin tugasnya orang psikologi meneliti masalah itu. Yang kita tahu, tiap generasi memiliki karakternya sendiri. Generasi saat ini dikenal dengan generasi millennial atau kadang dikenal dengan generasi Y. Generasi ini sejak kanak-kanak dan remaja sudah mengenal dunia online/maya yang bercirikan akses yang cepat dalam informasi.
Apakah perlu anak merasakan menderita? Untuk menjawabnya pertama-tama harus disadari bahwa negara kita tertinggal, bahkan jauh tertinggal dengan negara lain. Jika mereka berjalan, untuk mengejar ketertinggalan kita harus berlari. Silahkan mengajari anak menderita, tetapi menderita ketika berlari. Bukannya tidak memberikan sepatu karena bapak dulu sekolah tidak pakai sepatu, misalnya. Prof. Rhenald Kasali, terhadap mahasiswanya bahkan mewajibkan mengunjungi negara lain, sehingga anak2 terbiasa mengurus ini itu sendiri, seperti passport, mencari tempat tinggal di luar dan lain-lain, sehingga kesulitan yang dihadapi adalah kesulitan “berlari” bukan kesulitan jaman primitif (berenang, panjat tebing, dll ketika sekolah).
Kita sepakat, mereka lah yang menghadapi masa depan. Orang tua punya pengalaman/data masa yang lalu, tetapi ketika merencanakan masa depan yang saat ini tidak pasti, tidak bisa menggunakan data yang usang. Kemampuan memprediksi kebutuhan masa depan sangat mutlak. Sebenarnya anak-anak saat ini gerakannya lincah dan cepat, terutama akses terhadap informasi, yang merupakan salah satu aspek penting dalam learning.
Memberi Peran ke Generasi Muda
Efek krisis moneter 1998 ternyata berdampak terhadap kesenjangan antara yang tua dan yang muda. Putusnya kesempatan kerja dari tahun 1998 hingga 2006 (info dari buku “disruption”) mengakibatkan antara top manager dengan manajer tengah bisa 10 atau bahkan 20 tahun usianya. Jika tidak segera diantisipasi regenerasinya bisa berbahaya. Generasi muda yang butuh pengalaman segera dalam menghadapi masa depan bisa tersumbat oleh generasi tua yang mengandalkan pengalaman masa lalu, cenderung sebagai “incumbent”, nyaman di kondisi saat ini. Terkejut saya membaca berita di link ini dimana seorang anak India yang masih sekolah, berusia 18 tahun, dipercaya merancang satelit yang diluncurkan NASA.
Di Indonesia sepertinya masalah ini sangat pelik. Kampus negeri yang cenderung menerima dosen dari alumninya, merupakan ciri-ciri nasionalisme sempit. Ditambah lagi karakter paternalistic, dimana junior terpaksa nurut senior masih sering terjadi. Padahal di luar negeri, misalnya Thailand dan Malaysia, banyak sekali mengambil dosen-dosen dari luar negeri yang bisa diambil ilmu dan pengalamannya. Beda dengan tugas belajar ke luar negeri yang hanya beberapa tahun, mengambil dosen luar bekerja di dalam negeri lebih besar dampaknya karena bisa melihat kesehariannya, terutama dalam transfer skill dan pengalaman.
Interdisiplin Ilmu
Saat ini antar ilmu saling terkait dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Jujur saja anak-anak saat ini lebih cerdik dalam melakukan proses interdisiplin. Mereka lebih pandai berhitung ketika main game dibanding dikhususkan hanya berhitung dalam suatu pelajaran. Terkadang mereka semangat ketika mempelajari sesuatu yang dibutuhkannya. Beberapa pemerhati pendidikan memperhatikan fenomena ini. Mungkin suatu saat pendidikan seperti berobat, ketika meracik obat diperlukan bahan-bahan tertentu yang dibutuhkan si pasien, bukan mengikuti aturan tertentu, yang dalam kasus pendidikan kurikulum pemerintah yang terkadang lambat berubah dalam mengantisipasi kebutuhan rakyat. Mungkin video ini bisa disimak, semoga bermanfaat.