Kampus homebase saya sudah mengadakan seminar nasional tiga kali tetapi baru kali ini (yang ketiga) saya mengikutinya. Kebetulan memang masih di Thailand, berkutat dengan riset. Memang agak sulit melaksanakan seminar nasional saat ini karena tuntutan “terindeks Scopus” yang harus berupa seminar internasional. Namun prinsip “yang penting jalan, ada peserta atau tidak, ga masalah” memaksa dilaksanakannya agenda tahunan fakultas teknik tersebut.
Yang menarik dari seminar nasional adalah mudah dipahami (karena bahasa Indonesia) dan interaksi antara pembicara dan peserta sangat erat. Karena giliran teknik komputer yang diminta mencari nara sumber, langsung saja meminta dedengkot asosiasi informatika dan komputer (APTIKOM), Prof. Zainal A. Hasibuan untuk menjadi keynote speaker.
Prof Zainal yang dikenal dengan nama Prof Ucok mengetengahkan tema “sains dan teknologi berbasis renewable dan sumber daya sustainable: Peluang dan tantangan”. Sedikit dijelaskan revolusi industri 1 sampai 4.0, serta karakteristik teknologi saat ini yang bersifat “disruptive”. Seperti biasa, ketika saya mengetahui satu hal, ketika ikut seminar pasti saja ada hal baru yang tidak saya ketahui sebelumnya. Itulah manfaatnya seminar, bertukar fikiran dan ide-ide. Berikut hal-hal unik:
Tiap Thesis pasti ada Anti-Thesis
Prinsip ini pasti ada. Ketika ojek pangkalan terdisrupsi, muncul gojek yang kemungkinan besar diisi oleh para ojek-ojek pangkalan. Ketika pemerintah menggalakkan publikasi ilmiah yang terindeks Scopus pun ada saja yang tidak menyetujuinya dengan alasan tertentu. Pembicara menganjurkan silahkan anti Scopus tetapi harus menciptakan temuan yang terbukti dan diakui dunia internasional.
Big Data
Disinggung juga kasus Facebook yang ternyata memang diakui bahwa digunakan untuk menggiring opini untuk pemenangan calon tertentu (presiden/walikota/dll). Ada anekdot yang diutarakan. Dulu jaman orde baru, lebih canggih dari saat ini karena 3 bulan sebelum pemilu sudah tahu siapa presidennya (tentu saja selalu Suharto). Namun saat ini dibantah, karena setahun sebelum pemilu sudah dapat ditebak siapa presiden terpilihnya, dengan menganalisa big data yang berserakan di dunia maya.
Revolusi Industri 1,2,3 dan 4.0 ada di Indonesia
Walaupun saat ini sudah masuk revolusi industri 4.0 tetapi revolusi industri sebelumnya masih ada di negara kita. Saran beliau adalah ketika menerapkan teknologi, fokuslah ke kearifan lokal, termasuk kekayaan khas masing-masing wilayah. Misalnya memudahkan distribusi pada usaha kecil dan menengah. Dengan bantuan aplikasi online, diharapkan dapat memangkas biaya-biaya yang tidak diperlukan.
Jangan Panik dengan Penamaan Jurusan
Hebohnya ketika presiden RI menganjurkan pendirian jurusan kopi atau bisnis online, sebaiknya jangan disikapi terlalu serius. Sebenarnya bidang-bidang tersebut ada semua jurusannya di Indonesia. Pengalaman beliau ketika main ke Jepang, jurusan-jurusan spesifik yang saat ini sedang “in” di tanah air dapat disisipkan pada jurusan-jurusan yang telah ada. Mengapa? Karena ilmu-ilmu dasarnya tidak jauh berbeda dengan yang dikembangkan dari dulu hingga saat ini.
Kelemahan Bangsa
Prof Ucok menyampaikan data-data yang mengkhawatirkan, yaitu daya saing bangsa kita di bawah Singapura, Thailand, Malaysia dan Vietnam. Waduh .. Ternyata bangsa kita yang suka fokus ke wacana, debat sana sini, dan melupakan bekerja sama, salah satu khas bangsa kita yang terlupakan yaitu “Gotong Royong”.
Mungkin itu saja yang bisa di-share, pembicara berikutnya di luar bidang saya yaitu Material Teknik dan Konstruksi. Namun tetap saja pelajaran berharga dapat dipetik dari kedua pembicara (Dr. I Nyoman dan Hotma Prawoto). Pembicara terakhir yang menurut saya adalah seorang motivator banyak memberi insight dalam mengajar. Sedikit banyak pengalamannya mirip dengan saya yaitu sebelum mengajar menjadi praktisi dulu (bekerja di suatu perusahaan). Dosen-dosen yang langsung mengajar setelah lulus selayaknya bertanya kepada praktisi karena insinyur berbeda dengan saintis, atau bahkan sarjana teknik, banyak aspek-aspek yang tidak pasti ketika bekerja di lapangan. Habibie pun mengatakan “pengalaman tidak bisa dipelajari, tetapi dilalui”. Sekian, semoga bermanfaat.