Beberapa waktu yang lalu di grup WA santai tempat saya bekerja, saya merespon postingan rekan saya tentang video ulah penjahat-penjahat dalam aksinya yang terekam cctv. Isi respon saya sederhana, hanya mengatakan bahwa setelah melihat postingan tersebut saya merasa seluruh teman-teman saya baik semua. Alhasil, respon pun bermunculan, mulai dari yang tersenyum, hingga yang mengkritik kalau saya salah menggunakan standar. Coba saja teknik itu Anda terapkan, gosip teman kerja, protes keras, dijelek-jelekan, dikomplain, dll, tidak ada artinya dibanding ulah penjahat-penjahat itu kan .. he he.
Viveka
Yah, begitulah kadang kita memerlukan teknik tertentu untuk menjaga kondisi hati tetap damai (istilah dalam bhs sansekertanya teknik tersebut adalah viveka). Buku karya Daniel Golemen berjudul emotional intelligence mencontohkan satu teknik meredam emosi ketika ada kasus tertentu yang membuat kita kecewa, misal di angkutan umum kita kesenggol cukup keras dengan penumpang lain. Namun ketika kita tahu ternyata yang bersangkutan ada masalah berat, misal angota keluarganya sakit keras sehingga tergesa-gesa dan menyenggol Anda, maka emosi yang memuncak akan tiba-tiba hilang. Jadi, orang yang tidak mengenal ambulans (tentu saja tidak mungkin ada kecuali si supir tuli dan rabun) pasti akan marah-marah atas sikap ugal-ugalan mobil tersebut ketika lewat membawa pasien gawat darurat.
Kisar 7 Samurai (Seven Samurai)
Tidak ada orang yang menyukai pribadi yang tidak respek terhadap orang lain. Nah, repotnya terkadang virus tersebut menyusup secara perlahan ke hati kita. Maka perlu menjaga sikap respek tersebut, kepada siapapun. Film 7 samurai menceritakan kampung petani yang akan dijarah oleh perompak ketika saat panen tiba, yang diketahui oleh petani yang tidak sengaja menguping pembicaraan dua perampok yg bertugas mencari sasaran. Berkelanalah utusan petani tersebut mencari samurai baik hati yang siap membantu. Mereka berhasil mengumpulkan 7 samurai dari beragam latar belakang yang ditemuinya di sepanjang perjalanan. Ketujuh samurai tersebut sadar bahwa petani-petani tersebut tidak sanggup membayar mahal, tetapi satu orang samurai senior mengambil nasi dan lauk pauk yang disediakan petani, dia menyetujui permintaan petani tersebut sambil menyuap makanan dengan sumpitnya. Pertanda bahwa samurai-samurai itu menyadari jasa-jasa petani yang dengan kerja kerasnya menyediakan makanan untuk kelangsungan hidup manusia. Dengan kata lain, samurai-samurai itu respek terhadap petani-petani miskin tersebut. Di akhir cerita, sang pimpinan perampok heran dan bertanya mengapa samurai-samurai tangguh itu rela membantu petani. Pimpinan 7 samurai jagoan di film itu tidak menjawab, hanya memberi respek kepada si perampok itu sebelum wafat.
Respek Kepada Siapapun
Zaman sekarang ditandai dengan beragam hal-hal spesifik yang membutuhkan spesialis-spesialis di segala bidang. Tidak mungkin lagi kita mencukupi kebutuhan hidup 100% mandiri. Kerjasama dan kebutuhan akan bantuan orang lain mutlak diperlukan. Apapun profesi kita, bantuan dari orang lain mutlak diperlukan. Saking banyak yang dibutuhkan terkadang kita tidak tahu dengan siapa kita membutuhkan bantuan. Jadi, cara termudahnya sederhana, anggap saja Anda membutuhkan bantuan kepada setiap orang. Tidak mungkin kita tidak respek terhadap orang yang kita butuhkan. Ketika Anda naik ojek, Anda akan respek terhadap tukang ojek tersebut karena Anda butuh diantar, sama respeknya dengan pilot pesawat. Terhadap mahasiswa pun, dosen pasti akan respek jika merasa membutuhkan mahasiswa, terlepas apakah kampus negeri, apalagi kampus swasta. Siapa yang diajar jika tidak ada mahasiswa? Jika menjadi youtuber pun, membutuhkan subscribe dari viewer-nya kan, yang tetap saja kebanyakan mahasiswa. So, tetap menghargai orang lain, sekian dan semoga menginspirasi, “I respect to all of you”.
Raja Thai dan Biksu