Customer Oriented

Libur kerja seperti biasa saya menguras akuarium di halaman. Tiba-tiba mobil pickup membawa air minum isi ulang berhenti. Peengemudinya turun dan mengetuk pagar rumah sambil mengucapkan salam. Saya mendatanginya sambil bertanya-tanya dalam hati ada keperluan apa dia menghampiri rumah saya. “Bapak mau beli air isi ulang?”, tanyanya dengan sopan.

Banyak pertanyaan di kepala saya, baru kali ini mobil air isi ulang menawarkan langsung. Selama ini mereka hanya keliling, berputar-putar. Begitu juga pedagang yang lain. Beberapa hari ini agak berbeda. Kalaupun mereka tidak menawarkan “door-to-door” terkadang saya mendengar mereka berputar lagi. Sepertinya tidak ada yang membeli dan mereka mencoba satu putaran lagi, siapa tahu tadi ada yang terlewat, tidak sempat keluar dan memanggilnya.

Ternyata memang saat ini daya beli masyarakat merosot tajam. Di televisi acara imlek yang mewawancarai pedagang-pedagang Tiongkok di Glodok mengatakan omset menurun hingga 50% dibanding kondisi normal. Kemungkinan besar bidang-bidang lainnya juga mengalami hal yang sama, termasuk pendidikan. Jangan diharapkan kepuasan mahasiswa meningkat atau minimal sama dengan kondisi sebelum pandemi. Terjadi penurunan baik mahasiswa baru maupun yang sudah masuk tapi tidak registrasi kembali atau cuti.

Repotnya dosen-dosen terutama yang dosen tetap berbasis gaji bukan honor mengajar (dosen honorer/luar biasa) tidak terlatih untuk terlibat dalam dunia pemasaran. Kondisi saat ini masih diangap sama dengan kondisi normal. Akibatnya terjadi benturan-benturan antara mahasiswa dengan kampus. Apalagi konsep industri 4.0 yang berbasis ICT tidak dimanfaatkan dengan optimal. Jangankan dosen, staf pelayanan saja info dari mahasiswa ketika bimbingan KRS kurang melayani dengan baik.

Sudah saatnya tiap karyawan memahami konsep “north star metric“, suatu konsep yang wajib dimiliki oleh organisasi agar mampu bersaing dan bisa “sustainable” alias tetap eksis.

Terkadang kekuasaan, walau sedikit orang cenderung memanfaatkan, baik dosen, staf, hingga satpam, kepada pihak-pihak lain yang repotnya adalah customer. Ketika suatu organisasi, misalnya kampus, melayani mahasiswa dengan sopan dan nyaman, dan kampus Anda membentak-bentak mahasiswa ketika bertanya dengan pertanyaan yang melelahkan, siap-siap saja informasi buruk tersebut akan viral. Ketika banyak pilihan, tentu saja mereka akan beralih ke organisasi yang memberikan benefit lebih, minimal menghargai.

Coba merenung sejenak, pernahkah Anda sakit hati saat pandemi, dan bandingkan dengan kondisi normal. Tentu sakitnya lebih besar. Sebaliknya, bantuan yang diberikan orang kepada Anda, bandingkan dengan kondisi normal. Tentu terasa sangat berarti. Sekian postingan singkat ini, semoga menginspirasi, oiya, sudahkah Anda membantu orang lain hari ini? Atau apakah ada orang yang dirugikan atau tersakiti hatinya?

Iklan