Berbeda dengan negara kita, negara lain sudah mulai memaksa dosen harus S3 (doktor). Repotnya generasi saya berbeda dengan generasi sekarang. Kalau reuni, ada yang unik, rombongan ‘menengah ke bawah’ dalam hal akademik seperti saya dan minoritas rekan2 lain, justru malah menjadi guru dan dosen. Rombongan cerdas malah cenderung bekerja di kantor/industri. Ada beberapa top 10 yang jadi dosen, itu pun sebelum lulus sudah dikader oleh kampus.
Mungkin ada kaitannya dengan gaji ketika cenderung berkarir di kantor/industri. Saya ingat ketika tahun kedua ada pengumuman ada ikatan dinas untuk menjadi dosen di kampus (untuk dosen D3) tidak ada yang berminat. Malah pada memilih pengumuman di atasnya, untuk mahasiswa IPK 3 ke atas masuk ke PT Astra tanpa tes. Kalau saya memang ketika melamar kerja, tidak ada yang menerima. Bisa jadi alasan pemerintah tidak memaksa S3 karena hal tersebut, untuk generasi saya jangankan S3, magister (S2) saja rasanya sudah berat.
Postingan Fesbuk dari P Munir, mungkin ada benarnya, karena sebagian besar yang ambil S3 di dalam negeri adalah generasi saya. Tapi untuk Anda generasi milenial, jangan terlalu dibaca serius ya postingan itu, karena beda jamannya. Saat ini profesi dosen bukan pilihan terakhir, sudah menjadi idola. Jadi tidak boleh menolak untuk lanjut ke S3. Coba peluang yang ada, perkuat bahasa Asing dan fokus ke riset, supaya bisa halan-halan sambil belajar.