Ketika sosial media bermunculan di tahun 2000-an awal yang dipelopori aplikasi-aplikasi chatting di internet, serta aplikasi-aplikasi di smartphone membuat perubahan pola fikir di masyarakt. Postingan ini terinspirasi dari artikel di the New York Times berikut ini yang membicarakan efek dari sosmed yang mengurangi kemampuan kita dalam berfikir dalam (deep thinking).
Intinya adalah adalah pengganggu kerja (work distraction) saat ini jauh melebihi era-era sebelumnya. Saya teringat ketika kerja kelompok waktu kuliah. Agar mempermudah komunikasi, dibuatlah grup di Facebook. Tidak beberapa lama kemudian, ternyata satu orang tidak update (offline) sehingga mau tidak mau kopi darat. Ketika ditanya kenapa dia tidak online ternyata jawabannya di luar dugaan. “Saya kewalahan, karena seharian tidak bisa kerja akibat mainan facebook”, katanya dengan logat Rusia yg kental.
Intro
Saat ini kita cenderung berfikir dangkal (shallow think), misalnya membaca email, melihat pesan masuk, mengupdate status, atau hal-hal multi-tasking lainnya. Ternyata ketika beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya ada ketidakefisiensian yang diberi istilah attantion residue. Every time you switch your attention from one target to another and then back again, there’s a cost.Ketika dari satu aktivitas kembali ke aktivitas utama ternyata membutuhkan usaha yang lebih sehingga ibarat kendaraan, bensin jadi boros. Berikut tip dan trik dari artikel tersebut agar bisa berfikir dalam di era yang banyak sekali gangguan seperti notifikasi email, whatsapp, line, dan sejenisnya.
Bekerja Mendalam (Work Deeply)
Prinsip ini mirip prinsip 90 menit perhari untuk mahir sesuatu yang tidak boleh diinterupsi. Begitu juga dengan bekerja mendalam, kita diharapkan tidak menunggu waktu luang untuk menyelesaikan sebuah tugas. Butuh usaha untuk meluangkan waktu agar hasil selesai sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Merangkul Kebosanan (Embrace Boredom)
Teknik yang unik. Intinya adalah jangan bermusuhan dengan kebosanan karena jika dianggap musuh maka biasanya kita akan melawan dengan aktivitias-aktivitas yang tidak pro berfikir mendalam seperti lihat-lihat Facebook, update status, dan lain-lain. Jika kita sedang mengerjakan sesuatu dan muncul rasa bosan di dalamnya dan kita lawan dengan hal-hal sederhana di atas maka otak kita akan muncul mekanisme yang diberi istilah Pavlovian. Makin sering dituruti maka ketika muncul kebosanan saat mengerjakan pekerjaan penting otak tidak mentolerirnya sehingga konsentrasi terpecah ke aktivitas-aktivitas yang katanya “anti kebosanan” tapi membahayakan itu.
Sunyikan Sosial Media
Riuhnya pilpres di tanah air tidak lepas dari peran sosial media. Aplikasi ini memang memiliki manfaat tetapi juga bisa berbahaya, khususnya terkait dengan kinerja berfikir mendalam kita. Jika dirasa manfaat yang diperoleh tidak signifikan, ada baiknya berhenti total dari bermain sosial media seperti Facebook, Twitter, dan kawan-kawan. Saat ini kemampuan fokus menjadi barang yang langka karena orang cenderung berfikir “enak” tanpa ingin mendalam. Terkadang kita jadi malas mengingat karena ada Google, misalnya.
Mungkin pembaca tidak sepenuhnya setuju. Memang dari pada fokus kepada hal-hal yang mengganggu alangkah baiknya fokus ke manfaat yang didapat ketika fokus ke hal-hal utama dan berfikir dalam tentangnya. Oiya, tulisan di blog pada postingan ini kayaknya masuk kategori shallow think yang membuat jadi lupa bikin buku teks .. hehe. Sekian, semoga bisa membantu mengatasi hambatan rekan-rekan pembaca yang tesis, disertasi, laporan, dan sejenisnya (butuh deep thinking) yang ga jadi-jadi.
Ilustrasi: Woman Fide Master (WFM) Alexandra Botez