Artikel Riset vs Laporan Proyek

Ketika submit artikel waktu kuliah dulu, hasil review menolak tulisan saya karena artikel hanya sekedar laporan proyek, bukan masuk kategori artikel jurnal.

Jika ditolaknya saat ini sepertinya tidak ada masalah. Repotnya naskah itu ditolak ketika membutuhkan publikasi sebagai syarat lulus S3. Sulit diungkapkan dengan kata-kata bagaimana kecewanya. Tapi ya bagaimana lagi, harus mencoba lagi kalau mau merampungkan kuliah. Bagi mahasiswa S3, meleset satu atau dua tahun itu sudah biasa.

Laporan Proyek

Ok kita mulai terlebih dahulu mengenai laporan proyek karena ini merupakan jenis pekerjaan yang paling banyak kita jumpai di kampus. Banyak yang menyamakan dengan riset, padahal sangat berbeda.

Perhatikan pekerjaan kita sehari-hari, misalnya seorang dosen. Ketika mengajar satu mata kuliah, maka dia memiliki langkah-langkah rinci yang jelas dan sudah rutin dilakukan. Langkah-langkah tersebut jelas dari A sampai Z, dari menyiapkan materi, membagi menjadi beberapa pertemuan, menguji dan memberi nilai. Biasanya jika dari awal hingga ujung sudah kelihatan dengan jelas, maka sudah dipastikan bahwa itu masuk kategori proyek. Biasanya mahasiswa S1 atau diploma/vokasi diwajibkan menyelesaikan tugas akhir dan/atau skripsi yang tentu saja masuk kategori proyek. Ketika membuat alat, merancang sistem, dan sejenisnya dosen pembimbing bisa melihat langkah-langkah dari awal hingga selesai dengan jelas. Jika disubmit ke jurnal internasional tanpa ada suatu hal yang baru (novelty, originality, dan kontribusi) pasti ditolak, kecuali memang jurnal kampus yang khusus mewadahi skripsi mahasiswanya.

Artikel Riset

Artikel jenis ini harus didekati secara filosofis. Di luar negeri, lulusan s3 biasanya diberi gelar “doctor of philosophy” (PhD) karena memang diharuskan menggunakan aspek tersebut dalam risetnya. Terutama ketika menilai sebuah karya apakah memiliki unsur originality, novelty, dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan. Seseorang yang belum doktor seharusnya riset bersama dengan seorang/beberapa orang mentor yang biasanya sudah doktor. Tidak serta merta hanya dengan studi literatur dapat menemukan originality, novelty dan kontribusi. Terkadang diperlukan seorang pakar (expert). Biasanya pakar yang mereview sebuah artikel dalam peer review. Walaupun kita sudah membuktikan dengan studi literatur yang banyak tetapi terkadang seorang pakar menolak tulisan kita memiliki novelty, originality, dan kontribusi. Novelty, originality dan kontribusi sulit dievaluasi, hanya peer review- lah yang bisa menjawabnya. Jadi tidak perlu studi literatur? Ya harus lah, sudah melakukan systemmatic literature study pun terkadang masih saja “mis” apalagi tidak sama sekali.

Kebaruan (Newness) & Kontribusi

Yang termasuk kebaruan adalah novelty, originality dan creativity. Jika novelty mengharuskan sesuatu ide/konsep belum pernah diutarakan atau dilaksanakan oleh orang lain, originality menggabungkan/sintesa ide/konsep orang lain (lihat info link ini). Beberapa peneliti mengusulkan teknik-teknik dalam mengukur sebuah novelty (lihat link springer ini).

Gambar di atas memperlihatkan sebuah paper X yang mensitasi artikel sebelumnya (1,2,..N) dan disitasi oleh artikel berikutnya. Ini merupakan teknik pengukuran berdasarkan sitasi. Dikatakan Novelty jika artikel-artikel lain (1,2,..M) mensitasi paper X dan sedikit mensitasi (1,2, …N). Jika tidak, maka paper X tersebut hanya mediasi saja (membantu menyebarkan ide 1,2, ..N). Seorang reviewer akan mengetahui apakah paper X nanti akan banyak disitasi langsung walaupun belum dipublikasi.

Kontribusi terkadang secara refleks ada karena tentu saja aneh jika penelitian menghasilkan novelty dan originality tetapi tidak ada sumbangsihnya bagi knowledge. Oiya, kontribusi tentu harus bisa diukur, misalnya meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan akurasi/performa/efisiensi, dan bukan terhadap masyarakat/lingkungan yg masuk kategori manfaat penelitian dan bukan kontribusi, apalagi dengan argumen kontribusinya membantu orang tua karena dengan selesainya tulisan, cepet lulus, dan tidak perlu bayar kuliah lagi .. hehe.

Konversi Laporan Proyek ke Artikel Ilmiah

Untuk merubah artikel dari report menjadi artikel ilmiah perlu dicari novelty, originality, dan kontribusinya. Untuk bidang informatika ada sedikit perbedaan antara ilmu komputer/teknik informatika (metode) dengan sistem informasi (domain penelitian). Jadi, jika tidak ditemukan novelty di sisi ilmu komputer, cari saja di sisi domain penelitian (kedokteran, bisnis, akuntansi, dan lain-lain).

Contohnya adalah multi-criteria optimization dan teknik GIS yang saya gunakan untuk kasus optimalisasi penggunaan lahan urban. Jadi, hasil dan pembahasan harus mengarah ke domain penelitian, bukan ke metode (lihat pembahasan pada pos sebelumnya). Ketika mahasiswa doktoral sudah menerima kabar naskah publikasi sebagai syarat lulus accepted dengan revisi minor, biasanya bayangan wisuda sudah di depan mata. Penulisan laporan disertasi ratusan halaman tidak jadi masalah karena sudah jelas alur dari A sampai Z nya, beda ketika baru proposal, tahu awal tapi tidak jelas bagaimana mencapai ujungnya. Sekian semoga bermanfaat.

Iklan