Bagi Dosen, Menulis Buku itu Mudah

Buku Teks/Ajar

Perlu diketahui bahwa ilmu itu dinamis dan terus berkembang. Jurnal yang terbit saat ini, setelah lewat mekanisme peer-review yang memakan waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun, ditambah dengan proses publikasi yang terkadang antri, sesungguhnya sudah tertinggal beberapa tahun. Bagi mahasiswa S3 yang riset sebelum dijurnalkan berarti dua atau tiga tahun yang lalu. Jadi kemungkinan jurnal yang terbit saat ini adalah hasil riset lima tahun ke belakang (kira-kira). Jurnal itu sendiri masih belum pasti kebenarannya karena adanya perdebatan di antara satu penulis dengan penulis lainnya mengenai suatu problem tertentu. Sementara itu buku (buku teks dan buku ajar) adalah kumpulan ilmu yang diyakini sudah tidak diperdebatkan lagi ilmu-nya. Itulah sedikit perbedaannya walaupun sama-sama membahas ilmu pengetahun. Sebelum menjadi buku teks, biasanya kumpulan jurnal dengan tema tertentu dirangkum menjadi satu buku yang diisitilahkan dengan book section. Buku yang ditulis saat ini ada dua jenis yaitu buku terjemahan atau buku teks/ajar, yang biasanya berupa kompilasi dari beberapa buku rujukan lainnya.

Saya sendiri, mungkin pembaca juga, merasakan sulitnya membaca jurnal dibanding membaca buku teks. Begitu juga logikanya, lebih mudah membuat buku dibanding menulis jurnal hasil penelitian. Masalah terbesar bagi dosen adalah kurangnya waktu untuk menulis sebuah buku. Maklum dosen di Indonesia berbeda dengan dosen luar negeri dari sisi pendapatan. Mau tidak mau harus mengajar banyak jika ingin mencukupi kebutuhannya sehari-hari, terutama bagi dosen swasta seperti saya.

Mengajar Sambil Menulis Buku

Teman-teman kita sebenarnya adalah guru kita, sumber inspirasi kita, walaupun ada kelemahan dan kejelekannya menurut kita. Ketika belajar menjadi pengajar, saya melihat ada ibu-ibu dosen yang aktif menulis buku, saya tanya kenapa bisa? Maklum dia sendiri tidak memiliki laptop. Ternyata dia menjawab sederhana, setelah mengajar, biasanya ada waktu luang sekitar setengah jam, terutama untuk SKS yang besar. Waktu luang itu dia gunakan untuk mengetik buku di komputer kelas.

Kasus lain adalah rekan saya yang seorang instruktur lab. Karena seringnya mengajar suatu bahasa pemrograman, dia bisa mencicil menulis beberapa buku yang berhasil diterbitkan oleh penerbit terkenal. Satu hal keuntungan bagi pengajar yang menulis adalah bisa memahami langsung pembacanya, apakah mengerti atau harus ditambah lagi penjelasannya. Ibaratnya, umpan balik langsung diterima sebelum buku itu tercetak.

Satu Semester Satu Buku

Ketika mengajar data mining di satu kampus yang dimiliki oleh yayasan alumni jepang di daerah Jakarta timur, saya mencoba untuk mempraktekan apakah bisa membuat buku dalam waktu 6 bulan. Tidak ada salahnya mencoba. Saya siapkan peralatannya yaitu laptop dan bahasa pemrograman.

Kebetulan kuliah di dalam laboratorium sehingga siswa bisa langsung mempraktekan programnya. Tiap pertemuan langsung satu buat langkah-langkahnya. Awalnya saya membuat lengkap dengan kalimat penjelasan selain “capture” dari langkah-langkahnya. Tetapi ketika selesai kuliah, siswa langsung menyodorkan flashdisk. Ya ampun, di satu sisi saya ingin menulis buku, di satu sisi saya tidak tega menolak ketika diminta filenya. Oke lah, minggu besoknya saya hanya meng-“capture” tidak menulis penjelasan yang rencananya akan saya tulis nanti saja setelah kuliah selesai. Aneh juga, tidak ada yang minta filenya, mungkin mereka merasa percuma kalau hanya gambar. Ketika pertemuan ke-empat belas, ternyata lengkap jadi empat belas bab yang siap dicetak. Bagaimana dengan penerbit? Sebenarnya penerbit dan penulis itu saling membutuhkan, hanya saja terkadang sulit bertemu. Ada baiknya menjalin komunikasi dengan penerbit-penerbit.

Setelah proses editing, biasanya buku terbit kira-kira enam bulanan. Ternyata bisa juga satu tahun satu buku. Tetapi bila ingin bagus hasilnya (lebih detil, jelas, dan kompilasi dengan sumber buku lain), sebaiknya setelah pertemuan terakhir kuliah, diperbaiki lagi semester berikutnya dengan lebih detail sambil mengajar mahasiswa berikutnya. Sehingga cukuplah menghasilkan satu buku yang baik dalam waktu 2 tahun. Itu kalau satu mata kuliah, jika ada 3 mata kuliah maka ada kemungkinan menerbitkan 3 buku dalam kurun waktu tersebut. Oiya, salah satu keuntungan mengajar kampus swasta adalah kualitas siswanya yang kalau di kurva normal itu di “average” alias rata-rata. Jadi jika mereka jelas dan memahami materi buku yang kita tulis, sudah dipastikan akan dipahami juga oleh siswa lainnya.

Kewajiban Menulis Buku

Memang tidak ada kewajiban menulis buku bagi dosen muda. Tetapi untuk para profesor atau minimal lektor kepala, selain jurnal, buku juga bisa dijadikan syarat agar tunjangan (serdos/khormatan) diberikan. Jadi ternyata bermanfaat juga. Ketika saya mempublish jurnal, ada tawaran dari luar negeri untuk memasukan jurnal saya ke book chapter suatu buku. Tentu saja tidak langsung bisa dipublikasikan karena berbeda antara jurnal dengan buku. Buku harus bisa menjelaskan hal-hal kepada pembaca tanpa pembaca harus membuka referensi-referensi lainnya. Dengan kata lain, satu buku cukup untuk memahami satu topik tertentu, pembaca harus dijelaskan dengan perlahan-lahan dan detil karena tidak semua pembaca memiliki level pengetahuan yang setara dengan penulis.

Semoga kita sama-sama bisa menulis buku, baik ilmiah maupun buku populer. Oiya, masalah pajak, itu urusan pemerintah, kita ikuti saja karena manusia tidak luput dari dua hal: maut dan bayar pajak. Semoga sedikit bermanfaat.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.