Akhirnya Cetakan Kedua Terbit …

Ternyata untuk mencetak lagi, penerbit tidak asal mencetak. Biasanya dilakukan jika buku yang beredar memang benar-benar habis dan jika dicetak lagi diprediksi akan laris seperti sebelumnya. Biasanya penerbit jujur dalam masalah royalti (kecuali dibeli putus). Pihak penerbit yang datang dan presentasi di kampus sangat konsen masalah tersebut. Bahkan jika diam-diam penerbit mencetak tanpa melaporkan royalti ke penerbit, diistilahkan oleh mereka “membajak diri sendiri”. Mungkin postingan ini bisa menginspirasi pembaca untuk membuat buku juga, khususnya membuat cetakan kedua buku yang pernah publish.

Proses Penerbitan Edisi Kedua

Tadinya saya menginginkan istilah “edisi kedua” dalam buku yang dicetak ulang. Tapi penerbit lebih sreg dengan edisi revisi, mungkin itu sinyal tidak ada edisi ketiga dan seterusnya. Tidak apa, toh lebih baik buat buku baru lagi dari pada sekedar revisi.

Namanya revisi ternyata tidak cepat, mirip proses pembuatan baru lamanya. Beberapa bagian ada penambahan dan beberapa bagian diperbaiki jika ada kekeliruan. Setelah proses layout dilanjutkan dengan proses lain yang saya sendiri tidak tahu, lumayan lama juga. Mungkin ada cek-cek lain seperti plagiasi, komunikasi ke penerbit lain (menghindari diterbitkan oleh beberapa penerbit), dan lain-lain.

Royalti atau Beli Putus

Biasanya penerbit menggunakan prinsip royalti, yaitu dari satu buku yang dijual penerbit mendapatkan prosentase (rata-rata di Indonesia sebesar 10% dari harga eceran). Royalti mengedepankan prinsip laris untung sama-sama, rugi pun penulis bisa ga dapet apa-apa. Berbeda dengan penerbit yang membeli putus naskah tersebut. Resikonya pun ada, jika tidak laku penerbit rugi tetapi jika laku keras, penulis yang gigit jari. Biasanya royalti mencantumkan hak cipta pada penulis, sementara pembelian lepas hak cipta pada penerbit. Tapi toh untuk akreditasi suatu kampus dapat diakali dengan cara mendaftarkan ciptaan ke dirjen HKI (lihat post untuk daftar HKI). Toh di jaman pembajakan yang marak saat ini, berimbas ke nasib buku-buku laris, pada akhirnya penerbit memiliki kemampuan memprediksi harga suatu buku dan pembelian putus pun sudah biasa.

Tetap Berkarya

Sebenarnya penerbit butuh penulis, tetapi sangat jarang kita menulis, terutama dosen-dosen di tanah air yang super sibuk, baik urusan kampus, kejar setoran ngajar dan lain-lain. Sementara buku perlu kesabaran baik dari sisi produk maupun prosesnya. Selamat menulis. Oiya, numpang promosi ya …

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.