Tak Selamanya Efektif dengan Online

Saat ini sedang digalakan dilaksanakannya Massive Open Online Course (MOOCs) khususnya dari universitas-universitas favorit di tanah air seperti ITB, UGM, UI dan kawan-kawan. Sasaran utamanya adalah ilmu yang tersebar secara merata, gratis, dapat diakses siapapun dan kapanpun. Istilahnya sekali merengkuh dayung, satu dua pulau terlampaui.

Dari sisi skalabilitas, MOOCs unggul dalam menyebarkan IPTEKS. Terutama bidang-bidang yang memang cocok untuk dilaksanakan dalam format MOOCs, didukung dengan teknologi e-learning yang saat ini kian fleksibel dan user friendly. Bagaimana dengan kualitas? Nah masalah ini agak sulit untuk mengetahui/mengujinya. Diperlukan riset khusus agar mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyerupai bahkan melebihi kualitas dari perkuliahan offline alias tatap muka.

Sosialisasi

Sebenarnya baik itu pendidikan, kursus, dan hal-hal lain di luar pendidikan bisa juga menggunakan online. Misalnya seminar/pertemuan ilmiah yang semula pertemuan tatap muka, saat ini bisa juga dilaksanakan dalam bentuk webinar, alias seminar via web. Yah, walaupun sempat tertidur karena tidak ada cofee break.

Di situlah letak perbedaannya, sosialisasi. Memang kita mengenal “medsos: media sosial” tetapi, tentu saja tidak sama dengan sosialisasi. Medsos hanya merupakan jembatan informasi untuk sosialisasi, mirip dengan percakapan via chat, email, dan komunikasi elektronik lainnya. Di sinilah mengapa piknik, tur wisata, dan hal-hal lain masih laku dan tidak tergantikan dengan online, walaupun saat ini virtual reality (VR) kian canggih yang memberi sensasi semirip mungkin dengan yang real.

Saat ikut klinik kurikulum di munas APTIKOM, tutor memberi gambaran mengapa walaupun disiarkan online, tetap saja mahasiswa yang hadir di kuliah online di negara maju membludak. Ketika ditanya ke mahasiswa mengapa hadir padahal bisa saja mengikuti videonya di rumah. Mereka menjawab sederhana: “sosialisasi”, maksudnya bisa mengukur dengan rekan-rekannya. Jika rekan-rekannya dengan santai dan terlihat tanpa usaha ketika mengikuti kuliah sementara kita masih “mangap” (maksudnya berfikir keras memahami maksud si pembicara), berarti harus ekstra keras lagi belajarnya .. hehe, mirip yang pernah saya alami.

The Secret

Banyak hal-hal lain yang tidak bisa dituangkan dalam bentuk online. Khususnya hal-hal rahasia yang memang bersifat pribadi, atau tidak sesuai dengan alur/prosedur baku. Saya pernah ketika di Indonesia menanyakan via email apakah bisa regitrasi KRS semester pendek (tempat kuliah di LN) tetapi kuliah dari Indonesia karena SKS yang diambil hanya riset. Jawabannya tidak, tetapi ketika kongkow di warung kopi kampus bersama rekan yang sama pembimbingnya mengatakan jangan lewat email. Dan memang ketika meminta langsung/bicara dia setuju di semester pendek tahun berikutnya tanpa datang ke kampus. Email dan bentuk lain online bisa jadi barang bukti, terkadang beberapa advisor berhati-hati dalam menjawab via email, chat, dll. Memang seharusnya mahasiswa yang mengambil semester pendek berada di kampus. Lagi-lagi kongkow/nongkrong di warung kopi dan ngobrol langsung bisa lebih berkualitas dibanding chatting.

Satu hal yang sulit dilakukan online adalah bimbingan. Ketika revisi atau mendiskusikan suatu hal, sangat sulit dilakukan secara online. Bisa saja dilaksanakan via Skype, tetapi ketika ada hal-hal yang harus ditunjukkan, berkas-berkas, hitungan-hitungan dan sejenisnya sangat sulit. Beda dengan ketemu langsung, tinggal buka berkas, tunjukkan. Terkadang dicoret-coret sambil dibahas bersama di berkas tersebut. Itulah mengapa revisi jurnal oleh review bisa beronde-ronde, karena jawaban yang kita berikan dalam bentuk tulisan. Mungkin jika reviewer ketemu langsung bisa beres cepat, tapi tentu saja karena blind review tidak bisa dilakukan langsung.

Mungkin banyak contoh-contoh lain yang menggambarkan pentingnya ketemu langsung. Juga hal-hal lain terkait privasi yang memang tidak membolehkan adanya catatan dalam suatu pertemuan. Bayangkan pertemuan rahasia yang tidak dilakukan secara langsung (via online), sifatnya jadi tidak rahasia lagi karena online, walaupun ada jaminan keamanan dari sistem network, perlu ada jaminan tidak terekam.

Dosen saya yang terbuka dan apapun diberi jika diminta, ketika seorang mahasiswa kedapatan merekam perkuliahannya beliau marah (baru kali itu melihat dia marah). Ternyata marah karena rekannya yang di USA memberitahu kalau kuliahnya ada di Youtube. Ya, aspek kecepatan, variasi, dan jumlah memang ditawarkan oleh sistem online, tetapi jika ada hal-hal yang tidak butuh cepat, tidak butuh jumlah, dan tidak butuh variasi tetapi memerlukan hal-hal lain seperti negosiasi, motivasi, dan sejenisnya, tentu saja efektivitasnya harus disertai dengan offline, yang saat ini dikenal dengan istilah blendded learning, atau turunannya Flipped Learning. Selamat ber-kopi darat.

Iklan