Membuat Daftar Gambar/Tabel pada Microsoft Word

[aplikasi.komputer|manajemen|lab.sainstech|pert.2]

Dalam skripsi selain daftar isi, yang perlu dibuat secara otomatis adalah daftar gambar dan daftar tabel. Manfaatnya terasa ketika jumlah gambar yang cukup banyak dalam satu naskah sehingga terhindar dari penomoran yang ganda atau terlewat.

MEMBUAT CAPTION/JUDUL GAMBAR

Tekan pada gambar dilanjutkan dengan menambahkan judul gambar dengan menekan menu References dilanjutkan dengan Insert Caption.

Secara default akan terisi Figure 1. Jika akan mengganti tekan New Label dilanjutkan dengan mengisi labelnya, seperti di atas misalnya Gambar. Setelah itu seting warna dan ukuran sesuai dengan aturan penulisan skripsi.

MEMBUAT DAFTAR GAMBAR/TABEL

Untuk membuat daftar gambar, letakan kursor di tempat daftar gambar berada dilanjutkan dengan menekan menu References dan pilih Insert Table of Figures.

Pastikan daftar gambar muncul pada tempatnya. Halaman letak gambar berada akan otomatis sama dengan pada daftar gambar.

Untuk daftar tabel, gunakan cara yang sama dengan daftar gambar di atas. Pilih New Label dan tambahkan kata Tabel di isian.

Iklan

The Power of ‘Program Diploma’

Bagi rekan-rekan yang lulus pasca krisis moneter 1998 mungkin pernah mengalami masa menganggur seperti yang saya alami waktu itu. Gejala-gejalanya muncul ketika di akhir masa kuliah setelah krisis moneter banyak dosen baru di kampus. Ternyata korban PHK dari Astra Internasional yang memang mengalami pengurangan karyawan. Perusahaan kuat yang jadi primadona para mahasiswa teknik itu tak luput dari penurunan profit, dan terpaksa merumahkan banyak karyawannya. Maklum ketika ada kerusuhan, perusahaan itu banyak mengalami kerugian akibat penjarahan. Ketika lulus di awal milenium baru, walaupun kondisi agak pulih dan beberapa perusahaan mulai bangkit dari keterpurukan, banyak lowongan pekerjaan dibuka.

Mudahnya Mencari Pekerjaan bagi Para Ahli Madya

Diploma tiga, atau yang sekarang dikenal dengan vokasi, mengharuskan lulusannya memiliki keahlian praktis. Misalnya teknik mesin, maka harus mampu mengutak-atik mesin atau mampu menggunakan peralatan permesinan seperti las, bubut, cnc dan sejenisnya. Untuk teknik komputer bisa menangani jaringan, hardware dan software, serta perawatan perangkat komputasi.

Kembali ke cerita awal krismon, beberapa perusahaan memang membuka lowongan pekerjaan, tetapi sulit sekali masuk karena saingan yang memang banyak, sementara permintaan untuk sarjana (S1) tidak sebanyak D3 atau SMK. Ketika proses penerimaan sering berjumpa dengan rekan satu almamater dahulu, tetapi dari diploma tiga. Yang membuat saya sedih adalah mereka ketika mendaftar dalam keadaan status sudah bekerja. Jadi mereka hanya berpindah-pindah pekerjaan saja mencari yang lebih nyaman, stabil, prospeknya cerah, dan tentu saja ber-salary tinggi. Sementara saya sendiri masih nganggur yang mudah sekali gugur ketika permintaan “berpengalamann kerja” menjadi satu persyaratan. Mungkin karena D3 lebih siap kerja ditambah lagi salary yang tidak sebesar S1 membuat jenjang ini relatif lebih mudah mencari kerja dibanding S1. Bagaimana jika perusahaan merekrut S1 tapi dengan gaji D3? Silahkan saja, tapi kenyataannya anak-anak D3 lebih mudah bekerja karena memang ketika kuliah ditempa dengan praktek dan praktek.

Sekolah Sambil Bekerja

Di tempat saya mengajar beberapa mahasiswa sepertinya “menghilang” ketika dua atau tiga tahun kuliah. Usut punya usut ternyata mereka sudah bekerja dan tidak ada waktu luang lagi untuk melanjutkan kuliah. Sibuklah sebagai pengurus jurusan “mencari” mereka yang hilang itu. Beberapa memiliki aktivitas masing-masing, bisnis atau bekerja. Banyak juga yang menjalani kehidupan menjadi ibu rumah tangga seperti biasa. Kebanyakan mereka sepertinya ketika memiliki sedikit skill sudah langsung bisa dipraktekan baik membuka bisnis (website designer, mobile application, dll) maupun diterima bekerja di perusahaan-perusahaan.

Mengetahui hal tersebut langkah yang tepat adalah mengajak mereka mengambil tugas akhir di bidang yang mereka geluti, biasanya software engineering dan jaringan komputer. Khusus jaringan komputer biasanya berkecimpung dengan masalah yang terjadi di perusahaannya seperti load ballancing, backup server, analisa quality of service, dan lain-lain. Walau dengan susah payah, dan sepertinya ijasah tidak digunakan lagi karena sudah bekerja/bisnis, mereka puas juga bisa merampungkan kuliah yang bertahun-tahun itu. Itulah kondisi real di kampus-kampus swasta dengan program diploma. Jika pemerintah/ristekdikti bermain “tangan besi” yang kabarnya tidak membolehkan ijasah diploma 3 di atas 5 tahun (tidak diberi “Pin”), anak-anak itu akan kehilangan kesempatan menyelesaikan kuliahnya.

Sidang Akhir T. Komputer

Beratnya Mengajar Diploma Tiga

Berbeda dengan rekan-rekan lulusan doktor yang mengajar S1 bahkan S2 dan S3 (pascasarjana), saya masih tetap mengajar dan mengurusi D3. Mengajar jenjang ini diharuskan memiliki kompetensi praktis agar peserta didik bisa memiliki kemampuan kerja. Di situlah rumitnya. Berbeda dengan mengajar S1 dan pasca yang kebanyakan bermain-main di tataran konseptual dan analisa. Sepertinya serfitikasi seperti CCNA dan sejenisnya harus dimiliki, atau setidaknya sertifikasi kompetensi dari BNSP Indonesia.

Untungnya saya pernah lebih dari tiga tahun bekerja di bagian IT suatu bank berskalan nasional. Bank merupakan satu-satunya perusahaan yang memanfaatkan IT secara maksimal ketika era disrupsi sekarang ini belum muncul. Dari troubleshooting komputer, jaringan, hingga setting server dan router kerap jadi sarapan sehari-hari ketika bekerja di sana, hingga akhirnya berhenti karena fisik yang tidak kuat lagi bekerja seperti kuda (sempat sakit typhus). Jadi ketika mengajar D3 tidak kaget dan siap praktek bersama. Yuk .. kuliah vokasi. Mau jadi sarjana …? Lanjut kuliah sambal bekerja saja.

Pelatihan Oracle IT Danamon

Praktek Kode Standar SQL dengan Ms Access – CREATE TABLE

Structure Query Language (SQL) merupakan bahasa standar dalam mengakses suatu basis data. Bahasa ini dikatakan standar karena dapat dipergunakan untuk beragam sistem manajemen basis data (DBMS) seperti Ms Access, MySQL, Oracle, dan lain-lain.

Membuat/Create Tabel Baru

SQL memiliki tiga jenis instruksi, antara lain: data definition language (DDL), data manipulation language (DML) dan data control language (DCL). Salah satu instruksi penting dalam DDL adalah pembuatan tabel baru. Biasanya dengan cara mengklik pembuatan tabel, sebuah tabel dengan mudah dibuat dengan wizard yang ada di Ms Access. Tetapi ternyata dapat dibuat juga dengan script SQL seperti DBMS lainnya. Buka Microsoft Access yang disertakan satu paket dengan Microsoft Office.

Buka menu Create dan pilih Query Design untuk mempersiapkan jendela kode SQL. Tekan Close ketika diminta memilih tabel mana yang akan dibuat.

Buka teori tentang tata cara membuat suatu tabel dengan kode SQL. Searching saja di Google tata caranya. Untuk mengisi kode tekan SQL yang terletak di kiri atas jendela Access.

Lanjutkan dengan menulis kode SQL. Di sini kita mengambil contoh membuat tabel “dosen” yang berisi field-field antara lain: nip, nama, dan mata kuliah:

CREATE TABLE dosen (nip int primary key, nama varchar(25), mkul varchar(20));

Field “nip” yang merupakan “primary key” bertipe integer sementara “nama” dan “mkul” bertipe tex atau dalam Access dikenal dengan nama “varchar”. Jika nama memiliki panjang 25, mata kuliah (mkul) memiliki panjang 20 karakter. Tekan tombol tanda seru untuk menjalankan kode SQL tersebut. Jika tidak ada kesalahan maka tabel dosen dengan tiga atribut tersebut terbentuk. Silahkan menggunakan perintah lainnya misalnya untuk DML dengan instruksi SELECT yang akan mengambil data suatu tabel di database kita. Selamat mencoba.

 

Praktek Membuat GUI untuk Pengolah Citra

[24.9.18/pengolahan.citra/lab.hardware/pert.2]

Matlab memiliki fasilitas untuk pengolahan citra dengan fungsi-fungsi yang tersedia. Dengan command window pengguna bisa mengambil data gambar, mengolah data, dan menampilkan hasil olahnya. Fungsi sederhana yang akan diselesaikan pada postingan ini adalah fungsi:

  • imshow
  • uigetfile

Mengeset Current Directory

Current directory pada matlab pertama-tama harus disetel terlebih dahulu. Cara paling mudah adalah menyamakan dengan direktori dimana gambar/citra diletakan. Cara lain adalah mengeset path atau dengan menggunakan basis data dari luar (MS Access atau MySQL). Untuk yang ingin belajar menggunakan basis data dari luar silahkan pelajari lebih lanjut dari sumber lain.

Membuat GUI

Graphical User Interface (GUI) merupakan fasilitas yang memudahkan pengguna program yang dibuat. Bentuknya seperti form yang interaktif dan mudah. Dalam contoh ini ada tombol yang berfungsi mengambil file gambar dan penampil gambar di form. Rancang GUI seperti di bawah ini.

Selahkan ikuti langkah-langkah dalam video tutorial berikut ini. Hasil akhirnya ketika di running maka GUI siap diisi kode program.

Mengisi Kode Program

Sebelum mengisi kode program ada baiknya mengecek fungsi-fungsi yang dimasukan apakah sudah benar. Atau setidaknya tersedia di versi Matlab yang dipakai. Gunakan fungsi uigetfile dan fungsi imshow yang berturut-turut untuk mengambil file gambar dan menampilkannya.

  • x=uigetfile(‘*.jpg’)
  • imshow(x)

Jika sudah berjalan di command window maka pindahkan di fungsi-fungsi di atas pada tombol “Ambil Citra” pada GUI. Caranya dengan klik kanan pada “Ambil Citra” – view Callback Callback. Selamat mencoba.

Heboh Linearitas Dosen

Berawal dari informasi di grup WA tentang berita di situs berita nasional, munculah pro dan kontra kemudahan pemerintah dalam linearitas dosen. Di berita tersebut prinsip linearitas yang dulu inline pendidikan S1, S2, dan S3-nya, sekarang dosen linear jika S3, riset dan homebase/mengajarnya inline. Postingan yang lalu sebenarnya sudah membahas masalah tersebut, tetapi saat ini heboh lagi, jadi ada baiknya diulas lagi.

Sulitnya Kuliah S3

Sedikit berbeda dengan S2 yang rata-rata baik dalam prosentase kelulusannya, banyak yang tidak bisa menyelesaikan S3, dan kalaupun bisa lulus, menderita dahulu, lama lulus dan kesulitan-kesulitan lainnya seperti keuangan, keluarga, dan lain-lain. Tidak jarang yang meninggal karena sakit ketika studi lanjut.

Beberapa rekan karena sulitnya mencari S3 sesuai bidangnya mengambil bidang lain yang lebih mudah. Namun ternyata banyak masalah yang terjadi. Ketika akreditasi, bahkan S3 salah satu rekan tidak diakui karena harusnya informatika/ilmu komputer tetapi mengambil teknologi pertanian. Salah satu dosen saya ketika ambil pascasarjana dulu, curhat ketika melamar ke kampus lain yang lebih menjanjikan ternyata S3-nya (yang menjadi persyaratan) tidak diterima krena bukan informatika/ilmu komputer melainkan teknologi pendidikan. Ternyata keilmuwan melekat dengan gelar terakhir.

Linearitas S3 – Riset – Mengajar

Memang dosen berbeda dengan peneliti karena dua tri darma lainnya yaitu pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. Jadi jika antara riset dengan mengajarnya tidak linear maka dianggap dosen tersebut melanggar linearitas. Lantas bagaimana jika risetnya menggunakan gelar pascasarjananya (S2)? Bisa juga kan?

Sebelumnya ada baiknya merujuk ke peraturan LIPI tentang peneliti yang terdiri dari (lihat di sini):

  • Peneliti Pertama
  • Peneliti Muda
  • Peneliti Madya
  • Peneliti Utama

Di sana disebutkan S1 pun boleh meneliti. Namun informasi dari rekan saya di Litbang Pertanian, jika peneliti bukan Doktor maka wajib memiliki mentor. Mentor di sini adalah doktor yang fungsinya mirip pembimbing tesis/disertasi. Kecuali di daerah-daerah terpencil, biasanya di wilayah timur Indonesia, boleh tanpa mentor jika terkendala lokasi dengan mentornya.

Pada pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pengajar S2 dan s3 diwajibkan bergelar doktor/profesor. Jika alasan utamanya adalah fokus s2 dan s3 adalah penelitian, maka jika bukan doktor maka ketika meneliti, perlu memiliki mentor. Bahkan saat ini, doktor pun ketika meneliti jarang sendirian. Tim peneliti terdiri dari beberapa orang dengan tugas-tugas spesifik (survey, olah data, penulisan, dan lain-laian), namun biasanya ada satu orang doktor/profesor di dalamnya. Jadi jika doktor yang bukan bidang risetnya (yg inline dengan S2) tentu saja dari sisi prinsip setara S2 walau bergelar doktor. Kembali ke tri darma, patokannya adalah selain penelitian, pada sisi pengajaran juga mengikuti aturan yang ada.

Respon LLDIKTI (Kopertis)

Kembali ke masalah berita di WA, kopertis mengharapkan untuk mencermati lebih dalam info-infor yang beredar di dunia maya. Tujuan aturan baru linearitas sebenarnya untuk mengakomodasi perkembangan IPTEK saat ini yang multidisiplin, bukan bermaksud memberi kemudahan. Berikut petikannya:

perlu saya sampaikan bahwa……..rekan rekan di PTS trtama tenaga pendidik harus baca scra lengkap dan jangan judulnya saja.

apabila dibca dgn seksama pa menteri bicara “akan segera” dgn pertimbangan yg berkaitan dgn IPTEK.

sbtlnya linearitas sdh dijelaskan sejak oktober 2014 sesuai surat edaran no. 887/mi/2014 dan pedoman operasional kenaikan pangkat/jabatan akademik dosen DIKTI 2014 yg sd dgn saat ini blm ada edaran or peraturan penggantinya….

dan yg disebut linearitas adalah kesesuaian bidang ilmu antara pendidikan terakhir dgn mata kuliah yg diampu, publikasi yg dihasilkan dan homebase/program studi tmpt dosen mengajar…..

linearitas yg ideal itu mmng s1 s2 s3 matkul, homebase dan publikasi aaaaaaa semua. maka dr itu sjk 2014 diberikan keringanan bahwa cukup sesuai dgn pendidikan terakhirnya saja..

S1 A S2 B S3 C….MK C PUBLIKASI C HB C bisa jadi guru besar ? bisa …..

Contoh lain : S1 A S2 B S3 A MATKUL A. HB A. PUBLIKASI A. bisa jadi GB ? bisa

S1 A S2 B S3 B. bisa? bisa…..

dan apabila linearitas dihapus kita profesional mau di bidang ilmu apa. tak terbayang kalau sy A B C tp ngajar di B. publikasi di A HB di C.

buat apa kita cape” kuliah S2 or S3 tp ngajar masih di S1…..

oleh krn itu kalau tenaga pendidik sudah tidak inline scra background pendidikannya kita arahkan dr awal atau arahkan lagi agar S1 s.d. S3 nya dan pelaksanaan tridharmanya inline…..

krn pasti akan terkendala dalam pengembagan karir tendik terhadap usulan JAD, Sertifikasi maupun Studi Lanjut..

kalau tidak inline apa lagi resikonya? ke akreditasi prodi dan institusi dmana satu prodi 6 dosen trsbt harus inline pendidikannya dengan homebasenya….

skrang mah kita berfikir positif saja dgn informasi tersebut dan dijadikan motivasi kita agar lebih baik menjadi tenaga pendidik dan tentunya profesional di bidang ilmunya…..janga meminta yg lebih ringan kalau kita mampu melaksanakannya

tanya ke diri sendiri saya PROFESIONAL mau di bid. apa…..????

hatur nuhun

Dunia Terus Berubah

Tidak ada yang tidak berubah, termasuk peraturan pemerintah. Tetapi biasanya peraturan mengikuti tuntutan jaman. Ketika kuliah dulu, saya melihat banyak profesor yang hanya bergelar S1, alias Prof. Ir. Bagaimana dengan aturan ke depan apakah bisa atau tambah rumit? Di era disrupsi dan revolusi industri dan pendidikan 4.0 sepertinya akan terjadi gejolak yang unik. Oiya, sekedar saran, sebelum memilih jurusan S3, ada baiknya konsultasi dulu agar tidak salah jurusan, sayang kan, soalnya S3 cukup menguras tenaga dan waktu .. “four years” atau malah bisa “for years..s..s..s..”

Bersama pembimbing dan rekan-rekan wisuda doktoral

Latihan Mengetik Cepat Online

Salah satu faktor penting dalam penyelesaian proyek baik menulis, riset, hingga pembuatan program aplikasi adalah mengetik cepat. Dengan mengetik cepat maka proses pengerjaan dapat terselesaikan jauh di bawah waktu deadline.

Program Untuk Latihan

Dulu ada program untuk melatih mengetik namanya Typing Master. Namun saat ini lebih baik menggunakan yang berbasis web karena dapat terhubung dengan pengetik-pengetik lainnya dari seluruh dunia. Beberap pengguna menyarankan menggunakan 10fastfinger yang juga disertai game yang menarik karena berkompetisi dengan negara-negara lain.

Lumayan masuk 10 besar ketika uji coba langsung dengan kecepatan 89 wpm (kata/menit). Untuk kecepatan di atas 100 wpm berarti mengetiknya seperti berbicara mengalirnya kata. Sepertinya harus latihan lagi.

Mengetik 10 jari dan Buta

Dua teknik tersebut wajib dikuasai oleh rekan-rekan yang ingin mengetik cepat. Biasanya jika sudah 10 jari secara otomatis akan mengetik buta. Buta di sini artinya tidak melihat tuts keyboard yang ditekan. Teknik yang digunakan adalah:

  • Letakan jari pada rumahnya (asdf – jkl;) khusus untuk qwerty
  • Tekan huruf sesuai dengan wilayah jari (kelingking, manis, tengah, telunjuk dan jempol).

Namun ternyata ketika melihat juara satu-nya 141 wpm, keyboard yang digunakan adalah jenis maltron. Hmm .. bagaimana lagi, sudah terlanjur qwerty jika dipindah akan belajar dari nol lagi.

Jenis-Jenis Format Keyboard

Ternyata jenis-jenis keyboard beragam. Memang saya merasa qwerty sangat tidak reliable karena kebanyakan huruf yang diketik, misalnya a malah berada di jari yang terlemah yaitu kelingking kiri. Jenis-jenis keyboard yang tersedia antara lain (sumber: indoworx.com/jenis-jenis-keyboard/):

1. QWERTY

Ini adalah formasi keyboard pertama di dunia. Kelemahannya adalah beban tangan kiri lebih besar dari tangan kanan. Sangat tidak cocok dengan tangan Indoneisa yang lebih kuat di kanan (bukan kidal). Namun apa boleh buat, karena sudah terlanjur banyak yang makai terpaksa tetap dipertahankan, karena jika format baru akan belajar lagi.

2. DVORAK

Dibentuk pada tahun 1932. Kabarnya DVORAK lebih evisien 10 – 15% dibanding qwerty.

3. KLOCKENBERG

Merupakan kombinasi qwerty dengan dvorak. Bentuknya terpisah antara kiri dan kanan. Fungsinya untuk mengurangi beban pada otot tangan dan bahu. Namun memiliki masalah dalam hal tata ruang dan sangat tidak mobile.

3. MALTRON

Keyboard ini mengatasi masalah jari yang harus menyesuaikan dengan keyboard pada qwerty. Dengan bentuk ini, jari tidak terlalu menyesuaikan dengan keyboard. Repititive injury yang kerap dialami orang yang banyak mengetik dapat dihindari. Lihat gambar di bawah (sumber: assistiveit.co.uk)

 

4. PALANTYPE

Keyboard ini membagi konsonan dengan huruf hidup (bagian tengah). Konsonan di kiri dan kanan yang posisinya mirip awal dan akhir kata. Sayangnya hanya mensuport bahasa Inggris.

5. STENOTYPE

Cocok untuk wartawan dalam merekam/mencatat wawancara. Hasilnya masih berupa singkatan-singkatan sehingga harus diedit lagi jika ingin dipublish. Tapi dengan singkatan saja, si wartawan masih bisa membaca apa yang diketik ketika wawancara. Hmm .. di jaman yang sudah mudah merekam sepertinya tidak diperlukan.

6. ALPHABETIC    

Keyboard ini sederhana karena memformat keyboard secara alfabet. Mudah dalam memasang karena urutannya alfabet .. he he. Biasanya hanya untuk mainan anak-anak.

7. ALPHANUMERIC

Biasa digunakan oleh para kasir / teller bank. Sangat cocok untuk mengetik angka. Keyboard qwerty biasanya menyertakan keyboard alphanumeric yang terpisah di bagian kanan. Tapi untuk laptop sepertinya sudah tidak ada untuk menghemat space.

Demikian tulisan ringan mengenai seluk beluk mengetik. Selamat mengetik.

Master Theorem

[algoritma&pemrograman/pert4/TIF-1101/r-408]

Ketika menangani kalkulasi menghitung waktu proses sorting dengan rekursif, salah satu metode yang praktis digunakan adalah master theorem. Oiya, rekursif adalah sebuah prosedur/fungsi yang didalamnya memanggil fungsi itu lagi. Misalnya pada algoritma heapshort.

  • Untuk seluruh angka
  • Ambil nilai max di akar
  • Isi akar dengan nilai index terakhir
  • Lakukan fungsi heapify()
  • Turunkan jumlah index sebanyak satu angka

Tampak ada pemanggilan fungsi heapify() di setiap rutin. Contoh lain adalah merge sort dengan devide and conquer. Dimana fungsi merge-sort() dipanggil lagi:

Master Theorem digunakan untuk mencari theta oh ataupun big oh suatu waktu proses T(n). Berikut ini rumus yang digunakan.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menggunakan teori ini antara lain:

  • Tentukan a, b, k dan p.
  • Cari tiga kemungkinan (lebih besar, sama dengan, atau lebih kecil) antara a dengan b^k.
  • Untuk a=b^k cek lagi apakah p>-1, p=-1, atau p<-1
  • Untuk a<b^k cek lagi apakah p>=0, atau p<0.
  • Masing-masing kemungkinan memiliki time complexity T(n) yang berbeda.

Tentu saja teori ini ada batasannya, misalnya jika di sebelah kiri T(n/b) ada n maka a tidak bisa ditentukan. Namun beberapa metode bisa mengkonversi menjadi bentuk standarnya dimana di sisi kiri berupa konstanta.

Ref:

Bahasa Pemrograman Online

Terkadang ada mata kuliah tertentu yang memerlukan praktek pemrograman. Bahasa yang dipilih pun beragam seperti Java, C++, Python, Ruby, Matlab, dan lain-lain. Jika ingin dituruti maka lab atau laptop pengajar harus menginstall aplikasi-aplikasi yang berisi bahasa pemrograman tersebut. Hal ini tentu saja sangat mengganggu karena tiap instalasi memerlukan space harddisk. Belum lagi jika fasilitas lab tidak memadai dan tidak terinstal compiler dari bahasa pemrograman yang digunakan.

Bahasa Pemrograman Online

Salah satu jawaban untuk mengatasi hal tersebut adalah menggunakan bahasa pemrograman online. Dengan mengakses situs-situs penyedia bahasa pemrograman online kita dapat belajar memrogram tanpa terlebih dahulu instal compilernya. Sangat praktis, tapi tentu saja tidak untuk production. Hanya saja untuk latihan siswa cukup memadai.

a. Bahasa C++

Bahasa ini banyak digunakan dalam perkuliahan karena sangat powerful, sudah tua, dan pembuat bahasa-bahasa lainnya. Salah satu situs yang lumayan bagus adalah OnlineGdb. Untuk mengujinya kita coba dengan algoritma insertion yang diambil dari mata kuliah algoritma. Silahkan buka kodenya di situs berikut ini. Copas dan letakan di bagian kode. NOTE: perhatikan lagi struktur kode-nya soalnya ada angka yang ikut ter-copas.

Lumayan OK dalam mensortir angka di atas. Hanya saja ketika menginput angka yang akan disortir sepertinya terlalu lama “lag”-nya, mungkin karena berbasis web.

b. Java

Sebenarnya situs OnlineGdb di atas bisa untuk java juga. Tinggal klik language di bagian kanan atas dilanjutkan dengan memilih java. Tetapi situs lain mungkin bisa dipertimbangkan seperti
Jdoodle
. Atau jika ingin bisa mengunduh hasil kompilasinya bisa dengan situs CompileJava. Di bawah ini tampilan Jdoodle ketika copas insertion short in java dari Situs ini.

Perhatikan, setelah Execute ditekan maka Result … memunculkan hasil di atas. Lumayan praktis tanpa menggunakan compiler java beneran. Minimal bisa menerapkan algoritma dengan bahasa Java secara instan.

c. Python

Bahasa ini merupakan bahasa yang cukup terkenal, khususnya yang bermain dengan machine learning, data mining dan sejenisnya. Bisa diakses via situs
Tutorialspoint

ini. Situs ini hanya khusus untuk python, tidak ada pilihan bahasa lainnya. Kode diambil dari Github insertion. Hasilnya lumayan ok, letaknya di kanan, hanya saja ada iklan mengganggu di bagian result

hh

Untuk bahasa-bahasa lainnya seperti ruby, c#, bahkan assembler tersedia di OnlineGdb. Selamat mencoba.

Yuk .. Jadi Asesor BKD dan LKD

Beban Kerja Dosen dan Laporan Kinerja Dosen merupakan berkas wajib seorang dosen profesional. Jika BKD dan LKD sudah dibuat, maka dosen tersertifikasi berhak menerima tunjangan sertifikasi dosen (Serdos) sesuai dengan golongannya.

Persetujuan Asesor

BKD dan LKD yang dibuat harus mendapat persetujuan dari dua orang asesor. Untuk kopertis 4 (sekarang namanya LLDIKTI wilayah 4) sudah online. Di sini asesor 1 dan 2 memberikan persetujuan lewat aplikasi web BKD. Untuk LLDIKTI wilayah lainnya masih berupa berkas untuk ditanda tangani.

Penentuan Asesor

Asesor di awal serdos muncul dipilih di tiap kampus, agar merata. Tidak semua dosen dijadikan asesor BKD dan LKD oleh Dikti. Saat ini syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon asesor adalah:

  • Doktor dengan minimum pangkat Lektor
  • Magister dengan pangkat minimal Lektor Kepala
  • Ijin rektor/pimpinan tempat calon berada
  • Mengikuti Penyamaan Persepsi

Penyamaan Persepsi

Ketika lulus S3 secara kebetulan diadakan penyamaan persepsi calon asesor di LLDIKTI 4. Cukup banyak yang hadir dan membludak. Saya sendiri duduk di belakang, maklum jarak Bekasi – Bandung lumayan jauh dan lama karena macet di daerah Cikarang.

Pemberian Nomor Induk Registrasi Asesor (NIRA)

Lumayan lama sejak penyamaan persepsi yang dilaksanakan di akhir januari, selanjutnya LLDIKTI mengumumkan calor asesor yang siap diberi NIRA dengan terlebih dahulu rektor tempat calon asesor berada memberikan persetujuan. Lihat format pernyataannya. Rencananya calon asesor ini sudah dapat bekerja semester depan jika sudah memiliki NIRA.

Untuk yang tidak mengikuti penyamaan persepsi di wilayah LLDIKTI masing-masing, sepertinya tidak diperbolehkan menjadi asesor walaupun memenuhi syarat pangkat dan gelar. Saat ini memang kebutuhan asesor baru sangat tinggi mengingat banyak dosen-dosen penerima serdos yang baru lulus. Kelayakan Asesor adalah mengasesori 10 dosen, dan kabarnya saat ini tiap asesor sudah berlebih. Repotnya belum tentu tiap tahun dibuka pengajuan asesor baru. Yuk, jadi asesor BKD dan LKD walaupun imbalannya pahala saja. Hitung-hitung membantu sesama rekan-rekan senasib (dosen).

E-learning Instan dengan Edmodo

Orang-orang se-generasi dengan saya tidak begitu setuju dengan hal-hal yang serba instan, apalagi menyangkut hal-hal yang penting, seperti pendidikan, terutama para rekan yang idealis. Tetapi di era milenial dengan fenomena disrupsi sekarang ini, jika tidak bisa memberikan servis yang disertai kemudahan-kemudahan, maka dapat dipastikan akan tergerus bahkan hancur.

Waktu itu sekembalinya dari tugas belajar, saya mulai mempraktekan flipped learning yang meng-switch perkuliahan dengan pembelajaran di rumah. Jika selama ini perkuliahan tatap muka digunakan untuk transfer ilmu, maka metode ini membaliknya menjadi diskusi dan pengayaan. Di manakah letak transfer ilmu-nya? Jawabnya adalah sebaliknya, transfer ilmu dilakukan sepanjang waktu ketika siswa berada di luar kelas. Caranya bagaimana? Tentu saja e-learning salah satunya. Cara lainnya banyak: Whatsapp, Chating, Telegram, dan lain-lain. Namun masing-masing aplikasi yang memang pada dasarnya dibuat bukan untuk pembelajaran daring, maka memiliki beberapa keterbatasan seperti pembuatan soal, quiz, dan lain-lain. Whatsapp yang sempat saya gunakan karena kampus tidak mempersiapkan e-learning dengan cepat ada masalah ketika hp saya error dan data history hilang semua. Untuk komunikasi, WA dkk sepertinya dapat diandalkan, setidaknya sebagai pelengkap e-learning.

Mendaftar Edmodo

Edmodo dapat diakses di link resminya (edmodo.com). Ada tiga pilihan untuk login: teacher, student dan parent. Sign up saja dengan cepat via email Anda, atau bisa juga dengan “Continue with Google” di bawah “Continue with Office 365”.

 

Mengundang Mahasiswa Mengikuti Kelas

Setelah kelas dibentuk maka tutor dapat mengundang mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan. Caranya ada dua: 1) mengisi data-data si mahasiswa dan 2)menge-share kode kelas yang muncul di Edmodo. Masing-masing punya kelemahan dan kelebihan.

Cara Pertama: Memasukan Langsung

Masuk ke Member Options lalu pilih Add Students dilanjutkan dengan menambah siswa-siswa peserta kelas kita.

Unik juga, siswa tidak wajib memasukan e-mail. Perhatikan, ada tiga mahasiswa yang didaftar tanpa login email. Ketika Add Students ditekan, maka Edmodo akan meng-generate akun disertai passwordnya.

Jangan lupa menekan Download Instruction untuk memunculkan PDF akun dan passwod ketiga siswa di atas.

Ketika login pertama kali maka mahasiswa disarankan langsung mengganti password yang diberikan oleh Edmodo. Cara ini praktis juga karena siswa secara Instan bisa bergabung di kelas tanpa Sign Up di Edmodo. Caranya adalah masuk ke: https://www.edmodo.com/?show_login_modal=1 dengan account di atas:

Satu hal yang unik adalah Edmodo meminta email orang tua/parent untuk peserta. Walaupun tidak diwajibkan, mungkin maksudnya agar mudah dimonitor oleh orang tua, khawatirnya mereka mengikuti e-learning sesat … hehe. Gantilah password dengan masuk ke Setting dan masuk ke menu Password di kiri lalu ganti passwordnya.

Cara Kedua: Meminta Siswa Mendaftar/Join

Cara kedua lebih praktis, yaitu siswa diminta gabung setelah terlebih dahulu sign up di edmodo. Ketika ingin bergabung mereka diminta memasukan kode kelas yang telah kita bagikan sebelumnya. Di menu Classes tekan Joint a Class lalu di jendela Join Group masukan kode kelasnya. Tidak diperlukan parent di cara ini.

Tapi satu kelemahannya adalah jika kode kelas tersebar ke mana-mana maka semua orang bisa masuk ke kelas kita. Walaupun kita bisa me-remove yang bersangkutan, tetapi sangat merepotkan, terlebih jika kelasnya banyak, misalnya ratusan. Apalagi untuk masuk tidak perlu konfirmasi dari kita, alias langusng ikut.

Kelemahan Edmodo

Banyak hal-hal yang sifatnya tertutup ada kemungkinan terbuka keluar karena menggunakan aplikasi berbagi edmodo. Selain itu sistem darurat ini tidak bisa dijadikan hibah pembelajaran daring yang saat ini mulai digenjot oleh Kemristekdikti. Tetapi untuk kampus yang enggan menyiapkan e-learning, atau e-learningnya ingin sempurna sekali (walau entah kapan jadinya), aplikasi ini dengan mudah dapat dipakai. Sekian, siapa tahu bermanfaat.

Algoritma

[algoritma&pemrograman/TIF-1101/r-408]

Asal Usul

Algoritma merupakan ilmu yang spesifik untuk jurusan ilmu komputer dan turunannya (teknik informatika, sistem informasi, sistem komputer, dan lain-lain). Ilmu ini diambil dari nama seorang ilmuwan persia bernama “al-Khowarizmi” yang oleh lidah orang Eropa diucapkan menjadi “Algorithm”. Artinya adalah prosedur komputasi yang menghasilkan nilai tertentu dari suatu masukan. Prosedur tersebut berupa tahapan-tahapan komputasi.

Untuk yang SMA di tahun 90-an, biasanya sudah diperkenalkan Algoritma di mata pelajaran matematika, dengan satu bahasa pemrograman yang terkenal waktu itu: Basic. Algoritma sendiri telah dikembangkan jauh sebelum komputer ditemukan.

Algoritma merupakan Teknologi

Tidak hanya perangkat keras yang termasuk teknologi, algoritma juga bagian dari teknologi karena mengandung unsur efisiensi dan pemilihan metode yang cocok. Jujur saja, algoritma merupakan salah satu mata kuliah yang saya benci. Tapi ternyata merupakan salah satu bagian dari judul disertasi saya (hybrid multi-criteria evolutionary algorithms), unik juga.

Salah satu aspek teknologi adalah efisiensi. Berikut ini contoh perbandingan dua komputer yang menggunakan dua prosesor yang berbeda dengan algoritma pencarian (searching) yang berbeda pula. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Komputer A: Memiliki kecepatan 10 miliar instruksi per detik. Menggunakan algoritma insertion sort dengan T(n)=C1*n^2.
  • Komputer B: Memiliki kecepatan 10 juta instruksi per detik. Menggunakan algorithma merge sort dengan T(n)=C2*n*log(n).

Jika C1=2 dan C2=50 (waktu proses tiap prosesor dimana komputer B lebih lama dari komputer A). Jika kedua komputer diminta untuk mensortir 10 juta angka berapakah waktu yang dibutuhkan oleh komputer A dan B?

Jawab: Soal tersebut diambil dari buku “introduction to algorithms” karya Cormen. Dengan membagi jumlah instruksi dengan kecepatan prosesor maka diperoleh waktu yang diperlukan.

  • Komputer A membutuhkan waktu proses = 2*(10^7)^2 : 10^10 = 20 ribu detik (kira-kira 5.5 jam) sementara komputer B memiliki waktu proses 50*10^7*log(10)^7 : 10^7 = 350 detik (kira-kira 6 menit).

Bayangkan prosesor yang 1000 kali lebih cepat (komputer A) dikalahkan oleh komputer B karena menggunakan algoritma yang lebih efisien. Selain itu algoritma bisa bekerja sama dengan teknologi-teknologi lainnya:

  • Arsitektur komputer dan teknologi perakitan/pembuatan komponen
  • GUI yang intuitif, mudah dan praktis.
  • Sistem berorientasi objek
  • Teknologi web terintegrasi, dan
  • Jaringan cepat baik kabel dan nirkabel.

Demikian uraian singkat tentang pembuka mata kuliah algoritma. Siapa tahu ada yang berminat/tertarik dengan materi kuliah utama ilmu komputer ini.

Referensi:

Akhirnya Cetakan Kedua Terbit …

Ternyata untuk mencetak lagi, penerbit tidak asal mencetak. Biasanya dilakukan jika buku yang beredar memang benar-benar habis dan jika dicetak lagi diprediksi akan laris seperti sebelumnya. Biasanya penerbit jujur dalam masalah royalti (kecuali dibeli putus). Pihak penerbit yang datang dan presentasi di kampus sangat konsen masalah tersebut. Bahkan jika diam-diam penerbit mencetak tanpa melaporkan royalti ke penerbit, diistilahkan oleh mereka “membajak diri sendiri”. Mungkin postingan ini bisa menginspirasi pembaca untuk membuat buku juga, khususnya membuat cetakan kedua buku yang pernah publish.

Proses Penerbitan Edisi Kedua

Tadinya saya menginginkan istilah “edisi kedua” dalam buku yang dicetak ulang. Tapi penerbit lebih sreg dengan edisi revisi, mungkin itu sinyal tidak ada edisi ketiga dan seterusnya. Tidak apa, toh lebih baik buat buku baru lagi dari pada sekedar revisi.

Namanya revisi ternyata tidak cepat, mirip proses pembuatan baru lamanya. Beberapa bagian ada penambahan dan beberapa bagian diperbaiki jika ada kekeliruan. Setelah proses layout dilanjutkan dengan proses lain yang saya sendiri tidak tahu, lumayan lama juga. Mungkin ada cek-cek lain seperti plagiasi, komunikasi ke penerbit lain (menghindari diterbitkan oleh beberapa penerbit), dan lain-lain.

Royalti atau Beli Putus

Biasanya penerbit menggunakan prinsip royalti, yaitu dari satu buku yang dijual penerbit mendapatkan prosentase (rata-rata di Indonesia sebesar 10% dari harga eceran). Royalti mengedepankan prinsip laris untung sama-sama, rugi pun penulis bisa ga dapet apa-apa. Berbeda dengan penerbit yang membeli putus naskah tersebut. Resikonya pun ada, jika tidak laku penerbit rugi tetapi jika laku keras, penulis yang gigit jari. Biasanya royalti mencantumkan hak cipta pada penulis, sementara pembelian lepas hak cipta pada penerbit. Tapi toh untuk akreditasi suatu kampus dapat diakali dengan cara mendaftarkan ciptaan ke dirjen HKI (lihat post untuk daftar HKI). Toh di jaman pembajakan yang marak saat ini, berimbas ke nasib buku-buku laris, pada akhirnya penerbit memiliki kemampuan memprediksi harga suatu buku dan pembelian putus pun sudah biasa.

Tetap Berkarya

Sebenarnya penerbit butuh penulis, tetapi sangat jarang kita menulis, terutama dosen-dosen di tanah air yang super sibuk, baik urusan kampus, kejar setoran ngajar dan lain-lain. Sementara buku perlu kesabaran baik dari sisi produk maupun prosesnya. Selamat menulis. Oiya, numpang promosi ya …

Ikut Tes Kepribadian STIFIn

Ngomong-ngomong masalah psikologi, jujur saja saya tertarik. Bahkan ketika Ujian Masuk Perguruan Tinggi negeri di tahun 1995 dulu, saya memilih pilihan ketiga psikologi setelah teknik mesin dan teknologi hasil ternak, yang tentu saja membuat orang-orang psikologi geram karena diletakan di bawah peternakan, he he. Padahal psikologi merupakan sepuluh besar jurusan tersulit untuk dimasuki, khususnya bidang IPS. Untungnya saya diterima di mesin.

Tes STIFIn (singkatan dari sensing, thinking, intuiting, dan insting) bermaksud mengetahui otak dominan yang digunakan oleh manusia (kiri, kanan, tengah). Ketika sore-sore istri mengajak ikut tes STIFIN, saya sih setuju saja, toh tidak diambil darahnya, hanya sidik jari seluruh tangan dan informasi golongan darah saja. Hasilnya ternyata saya bertipe otak tengah, yaitu insting, disingkat In.

 

Otak tengah merupakan otak yang cepat dalam merespon, adaptif, dan menyukai kedamaian. Sedapat mungkin menghindari konflik. Sedikit banyak sepertinya ada benarnya, walaupun STIFIN hanya menebak 20% yang ada dalam diri kita dan sisanya 80% adalah lingkungan. Kemampuan adaptif insting karena mampu berperan sebagai tipe-tipe lainnya (sensing, thinking, intuiting, dan feeling) walaupun tidak bisa lama-lama dan hanya 50% katanya. Silahkan baca untuk tipe-tipe lainnya.

Katanya sih hubungan antar tipe “mesin kecerdasan” adalah tampak seperti gambar di atas. Ada yang mendukung, ada yang menaklukan. Bagi orang insting sepertinya tidak masalah karena toh ketika akan ditaklukan sensing, dia bisa berubah jadi intuiting karena sifatnya yang adaptif, ha ha. Bisa aja orang-orang psikologi ya.

Ganasnya Reviewer Jurnal ber-Impact Factor Tinggi

Bagi rekan-rekan seangkatan yang saat ini sudah menyelesaikan S3 dan ber-santai ria sejenak, pasti pernah merasakan ditolak tulisan ilmiahnya. Karena merupakan syarat kelulusan S3, penolakan tersebut artinya “menunda” kelulusan dalam waktu yang tak tertentu. Berbeda dengan rekan-rekan yang mengirim tulisan ilmiah hanya untuk kenaikan pangkat, luaran penelitian, atau syarat lektor kepala/guru besar, jika ditolak, kirim ke jurnal lain (biasanya yang levelnya di bawahnya) setelah memperbaiki mengikuti saran reviewer sebelumnya. Silahkan lihat tip n trik sederhananya di post yang lalu.

Pra Publikasi

Satu hal yang berbeda, untuk syarat lulus terkadang kampus mensyaratkan terlebih dahulu disetujui jurnal tujuan oleh senat akademik kampus. Biasanya jurnal yang berimpak factor (standar Web of Science) selalu disetujui.

Ada bagusnya juga sih form pengajuan tersebut, yakni sebagai bukti nanti ketika ternyata accept berarti berhak lulus. Kampus tidak bisa menolak karena sudah menyetujui. Sepertinya patut ditiru untuk Kemristek-Dikti karena banyak kasus dosen yang sudah publish di suatu tulisan tertunda lektor kepala atau guru besarnya karena beberapa tulisan tidak layak, padahal sudah butuh waktu untuk menulis dan proses review.

Submit Jurnal

Disertasi selalu lebih kompleks dari artikel di jurnal. Jadi mahasiswa doktoral bisa membuat lebih dari satu artikel jurnal untuk tiap makalah disertasinya. Yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh mensubmit jurnal yang sama untuk lebih dari satu jurnal. Artinya harus disubmit secara serial, jika jurnal A menolak, baru submit ke jurnal B dan tidak boleh ke A dan B secara bersamaan.

Proses Review

Di sinilah tahap krusial nasib artikel yang disubmit karena menentukan diterima atau tidak. Makin tinggi impact factor (atau nilai quartil), makin sulit lolosnya. Bahkan banyak yang ditolak oleh editor sebelum dikirim ke reviewer. Ketika pertama kali submit seminar internasional, proses review tidak terlalu njelimet. Tetapi ketika submit ke jurnal ternyata rumit juga. Contoh di bawah adalah reviewer ke tiga dari jurnal yang minor revision. Tadinya saya fikir minor revision hanya sederhana, tetapi ternyata proses review berjalan sampai tiga ronde, artinya tiga kali bolak balik (walaupun tidak semua reviewer sampai tiga ronde, hanya satu atau dua orang saja).

Untuk merespon reviewer bisa dilihat tekniknya pada postingan yang lalu. Jawaban sebaiknya disertakan perbaikannya di naskah, bukan sekedar jawaban di komentar saja.

Lama Proses Review

Biasanya antara satu tulisan dengan tulisan lainnya seragam waktu penerimaannya, kecuali jika “major revision”. Rekan saya sempat setahun proses review dan selama setahun itu tidak boleh dikirim ke jurnal lain. Kalau pun bisa dengan cara menarik, sebaiknya jangan dilakukan karena tidak etis mengingat proses review sudah berjalan. Editor sudah bersusah payah mencarikan reviewer dan reviewer juga sudah bersusah payah membaca naskah kita. Takutnya bisa kena “blacklist”. Untungnya rekan saya setelah setahun diterima. Bayangkan jika ditolak, repot juga mengingat waktu terbuang percuma setahun hanya ngurusi jurnal dan “argo” kuliah S3 terus berjalan. Untuk mencari proses publikasi yang cepat, trik yang bisa dilakukan adalah: 1) open access (jika diijinkan), 2) special issue, 3) prosidia (seminar yang layak dijurnalkan). Untuk yang ketiga saya mengalaminya, walaupun tetap saja prosesnya setengah tahun dengan tujuh reviewer (reviewer A sampai G, repotnya). Selamat mencoba, semoga naskahnya diterima (accepted).

Contoh Accepted:

Ditolak:

Untungnya punya pembimbing-pembimbing hebat yang terus menyemangati:

Dear Mr. Handayanto,

Sorry to hear this news. But please don’t be discouraged and find another chance.

Could you share the review report from peer-reviewer(s) with me?

Best regards,

So***

Bahasa Inggris memang jadi momok penulis pemula:

Dear Rahmadya:

It seems from the comments that the English needs urgently to be fixed. Some of the technical issues may be from this problem too simply because the referees couldn’t understand what you were trying to say.

The language center might check but it’s really not their job to correct line by line which is what might be needed. Just a suggestion which a couple of my students have followed: hire somebody (preferable a native speaker) and sit down with him/her while they correct so that you can clarify when they aren’t sure what you are trying to get across.

This costs a bit of money and takes some time but you need only one decent paper to graduate:-)

Best,

Sum****

Tetap Menulis

Saat ini jaman sudah berubah, semua serba online. Tidak terkecuali buku yang saat ini sudah nyaris tergantikan dengan alat-alat digital berupa ebook. Sudah jarang mahasiswa yang membawa buku-buku tebal dan berat seperti jaman saya kuliah dulu. Tinggal membuka tablet, bacaan apapun tersedia. Kapasitasnya pun bisa menyamai jumlah tulisan di perpustakaan konvensional seperti di tempat saya bekerja. Apakah peran buku sudah terdisrupsi oleh media-media lain yang lebih canggih?

Orang-orang Besar Tetap Membaca Buku

Tidak hanya Bill Gates yang selalu melahap buku teks (bukan online) dalam setahun, mantan presiden Amerika Serikat, Obama, pun tetap membaca buku teks. Alasannya sederhana, ketika sumber informasi datang seperti tsunami, membaca buku dapat berfungsi sebagai “benteng” untuk berhenti sejenak menerima gempuran informasi dari luar (yang kebanyakan hoax atau cenderung menggugah emosi). Obama sendiri mengatakan membaca berfungsi melihat sudut pandang orang (si penulis) dalam melihat dunia, ibarat “mencoba memakai sepatu orang lain”.

Saat ini Buku Yang Mencari Orang

Dahulu mungkin buku dianggap sebagai masterpiece, seperti lukisan yang dicari-cari oleh para kolektor. Namun saat ini keberadaannya berbeda, buku harus berevolusi seperti sarana-sarana lainnya yang mau tidak mau mensuplai dan menservis kebutuhan konsumen. Ketika tadi malam saya bersama anak ke toko buku ternama, yang dia tuju adalah novel-novel yang saat ini laris di kalangan remaja. Saya sendiri tidak mengenalnya. Tapi entah bagaimana si penulis mengapa bisa memahami keinginan dan apa yang diminati oleh generasi remaja saat ini. Di situlah saya baru sadar, peran buku saat ini agak mirip dengan obat, yakni menyesuaikan dengan orang yang memerlukannya.

Tentu saja penulis-penulis ternama banyak yang menantikan karya-karyanya. Tapi itu untuk topik-topik populer, sementara jarang saya melihat buku-buku ilmiah yang digandrungi banyak orang seperti buku Harry potter. Malah kebanyakan para mahasiswa “memfoto kopi” buku untuk keperluan kuliah, sebaliknya membeli buku asli untuk novel atau bacaan non-pendidikan. Tidak ada cara lain bagi penulis buku-buku ilmiah untuk menerapkan teknik buku-buku non-ilmiah, yaitu meneliti keinginan para penggunanya/konsumen.

Penerbit Tetap Eksis

Satu hal yang membuat saya bingung adalah ternyata penerbit masih tetap eksis. Buku-buku tetap terbit dan perusahaannya masih meneguk keuntungan. Padahal saat ini pembajakan sudah biasa dan minat pembaca buku, khususnya buku ilmiah sepertinya rendah di Indonesia. Namun perlu diingat seberapa kecil pun prosentasi pembaca di tanah air, tetap saja jauh lebih besar dibanding negara-negara tetangga, karena memang jumlah penduduk Indonesia yang dua ratusan juta jiwa.

Pernah saya membantu menulis buku yang di awal judulnya “Analisa dan Disain Sistem Berorientasi Objek dengan UML”. Setelah sampai di tangan penerbit, mereka menyarankan mengganti judulnya menjadi “menggunakan uml”. Unik juga, penerbit ternyata memiliki naluri dan insting tentang apapun yang membuat buku “eye catching“. Jika saya perhatikan ternyata judul saran penerbit sangat disukai pasar dan “to the point“, tidak terasa berat dan bikin jidat berkenyit karena pusing dan bikin muntah, hehe.

Sesama Penulis Saling Menghargai

Satu hal yang sangat mendukung dunia per-bukuan adalah saling mendukung sesame penulis. Cara gampangnya adalah bedakan antara media sosial dengan penulisan. Jika di media sosial memerlukan “pertengkaran” untuk bisa eksis (walaupun efek sialnya bisa masuk penjara), dalam perbukuan hampir tidak dijumpai hal itu. Jika ada yang menghina, sudah dipastikan dia belum pernah membuat buku. Bahkan ada pakar IT yang menghina tulisan-tulisan buku dari bangsanya sendiri yang mengatakan “buku instan”, “tidak berguna”, dan membandingkan buku-buku fenomenal karya bangsa lain. Mungkin pendapatnya benar, tetapi toh tak ada gunanya jika dia sendiri tidak menciptakan karya fenomenal seperti karya bangsa lain. Kita sadar minat baca bangsa kita tidak sehebat bangsa lain (semoga sekarang tidak), para penulis telah bersusah payah bagaimana menyetarakan tingkat daya tangkap pelajar-pelajar kita dengan sulitnya materi, dan ketika sudah cocok, masih dikritik pedas pula. Tapi prinsip saat ini sangat berbeda dengan jaman dulu, siapa yang bisa memberikan layanan yang lebih baik akan dipakai dan secanggih apapun jika tidak ada yang menggunakan, pasti akan bangkrut dan hancur, seperti Blackberry, Nokia, dkk. Buktinya sudah banyak, semoga Anda sendiri tidak berminat menjadi bukti baru.