Normalisasi Tabel

Dalam mata kuliah basis data, ada satu materi yang cukup berat, yaitu normalisasi tabel. Prinsip dasarnya adalah database relasional dimana ada aturan-aturan tertentu yang mengharuskan database designer mengikuti standar yang baku. Postingan berikut sedikit berdiskusi apa saja yang perlu diperhatikan dalam menormalisasi sebuah tabel.

Multivalue

Ini merupakan prinsip dasar database relasional dimana satu field/kolom dalam satu record tidak boleh berisi lebih dari satu item. Misalnya tabel transaksi pembelian barang, tidak boleh ada satu field, misalnya barang, yang berisi item-item barang yang dibeli. Di sini lah letak perbedaan basis data relasional dengan objek. Dalam basis data objek, isi field (diistilahkan dengan atribut) bisa multivalue dalam bentuk array.

Functional Dependency & Transitive Dependency

Dalam tabel transaksi terdapat dua ketergantungan yakni ketergantungan fungsi dan transitif. Jika Unnormalize Form (UNF) berisi field-field dalam transaksi (termasuk yg multivalue), dan 1NF yang berisi para kandidate key, 2NF berisi tabel-tabel yang mendukung ketergantungan fungsi, misalnya dalam pembelian barang, tabel yang terkait adalah tabel penjualan, detil penjualan dan barang.

Sementara itu ketergantungan yang sifatnya transitif, misalnya pelanggan, suplier, kasir/teler, dan lain-lain dipecah dalam 3NF. Ada level yang lebih rumit dan khusus, diberi nama Boyce-Code Normal Form (BCNF), biasanya terjadi ketika suatu field misalnya harga barang yang mengikuti wilayah cabang tertentu, padahal wilayah bukan merupakan primary key.

Surrogate Key

Dalam detil transaksi, misalnya detil pembelian, terkadang dibuat suatu surrogate key yang agar praktis dibuatkan/di-generate secara otomatis oleh sistem (increment). Mengapa harus dibuatkan surrogate key, silahkan simak video yang merupakan materi kuliah berikut. Semoga sedikit membantu.

Iklan

Computer Vision

Perkembangan Artificial Intelligence (AI) saat ini sangat cepat baik dalam metode dasar maupun penerapan di lapangan. Banyak instansi yang membutuhkan AI, dari kedokteran, pertanian, hingga pertahanan dan keamanan. Salah satu penerapannya adalah dalam Computer Vision.

Image Processing

Terkadang banyak yang bingung apa perbedaan image processing dengan computer vision. Keduanya sama-sama mengelola gambar/citra, hanya saja computer vision lebih dalam lagi, dimana sebuah model dibuat untuk mampu mengenali sebuah gambar. Sementara itu, image processing memiliki tugas pokok hanya mengolah gambar. Biasanya bekerja sebagai pre-processing sebelum masuk ke modul computer vision, misalnya merubah citra berwarna menjadi hitam putih, merubah ukuran/dimensi gambar, merotasi dan hal-hal yang mengkonversi gambar agar bermanfaat.

Walaupun terlihat sederhana tetapi penerapannya sangat penting, misalnya konvolusi yang merubah gambar besar menjadi gambar yang berukuran lebih kecil tetapi tidak merubah “ciri” dari gambar aslinya. Metode ini digunakan dalam Convolution Neural Network (CNN) bersama dengan Pooling (memperkecil ukuran/dimensi gambar) yang ternyata meningkatkan performa Neural Networks.

Pengenalan Gambar

Sebenarnya untuk mengenali gambar merupakan kemampuan yang sudah dimiliki oleh manusia. Namun jika yang harus dikenali sangat banyak, atau harus selalu “on” 24 jam, tentu saja manusia tidak sanggup. Oleh karena itu riset yang mengembangkan model seperti manusia yang mampu mengenali gambar sangat bermanfaat. Akurasinya pun saat ini kian mendekati 100%.

Selain aspek kuantitatif dalam mengenali gambar, terkadang model pengenalan gambar harus mampu mengenali gambar jauh melebihi mata manusia, misalnya dalam mendeteksi foto rontgen, sel-sel mikroskopis, dan mineral di dalam bumi. Bahkan dalam mengenali tutupan lahan, model melebihi kemampuan mata manusia mengenali foto satelit, mengingat sensor satelit, misalnya Operational Land Imager (OLI) memiliki 9 band frekuensi, dimana mata manusia hanya mampu melihat beberapa band frekuensi saja.

Surveillance System

Selain gambar statis, computer vision juga berkembang untuk mendeteksi video. Biasanya diterapkan pada CCTV keamanan. Jika ada objek mencurigakan, sistem akan memberikan warning sehingga dapat bekerja 24 jam dan selalu waspada, hal yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang staf keamanan. Sekian semoga tertarik riset di bidang ini.

Praktek Basis Data dengan Google Colab

Google Colab merupakan media pembelajaran pemrograman yang praktis karena baik bahasa pemrograman maupun mesin/harware disediakan oleh Google. Dengan mengandalkan laptop jadul atau handphone bisa dilaksanakan, asal memiliki koneksi internet. Bahasa yang digunakan adalah bahawa Python yang sangat cocok untuk machine learning. Bagaimana untuk pengolahan basis data?

SQLite

SQLite disediakan dalam satu library yang harus diinstal terlebih dahulu sebelum diimpor. Data diletakan baik dengan koneksi ke Google Drive atau diletakan secara temporal di folder pada Google Colab.

# CREATING THE TABLE
import sqlite3
conn = sqlite3.connect(‘unisma.db’)
print(“Opened database successfully”);
conn.execute(”’
CREATE TABLE IF NOT EXISTS data_siswa(nama text,
matkul text,
dosen text,
nilai integer);”’)
conn.commit()
print(“Table created successfully”);
conn.close()

Setelah Tabel terbentuk, silahkan dimasukan data-datanya misalnya sebagai berikut. Pastikan terisi dengan baik.

# INSERTING VALUES
conn = sqlite3.connect(‘unisma.db’)
conn.execute(“INSERT INTO data_siswa VALUES(‘wahyu’, ‘matematika’, ‘malikus’, 72);”)
conn.execute(“INSERT INTO data_siswa VALUES(‘budi’, ‘bahasa’, ‘amin’, 90);”)
conn.execute(“INSERT INTO data_siswa VALUES(‘linda’, ‘matematika’, ‘malikus’, 91);”)
conn.execute(“INSERT INTO data_siswa VALUES(‘wahyu’, ‘bahasa’, ‘amin’, 75);”)
conn.execute(“INSERT INTO data_siswa VALUES(‘linda’, ‘bahasa’, ‘amin’, 90);”)
conn.execute(“INSERT INTO data_siswa VALUES(‘budi’, ‘matematika’, ‘malikus’, 60);”)
conn.commit()

Untuk menggunakan query silahkan menggunakan instruksi SELECT untuk mengetahui isi dari data/tabel yang ada. Bahasa standar SQL dapat diterapkan pada SQLite. Tentu saja untuk implementasi diharapkan menggunakan Python di lokal komputer kita. Google colab cukup baik untuk media pembelajaran atau sebagai penguji algoritma yang akan diterapkan pada system.

conn.close()
conn = sqlite3.connect(‘unisma.db’)

cursor = conn.execute(”’ SELECT nama
                          FROM data_siswa
                          WHERE matkul=’matematika’;”’)

for row in cursor:
  print(row)
conn.close()

Hasil:

  • (‘wahyu’,)
  • (‘linda’,)
  • (‘budi’,)

Untuk lebih jelasnya silahkan lihat video saya berikut, sekian semoga bisa membantu.

 

Pendidikan Berbasis Outcome

Tidak bisa dipungkiri, pendidikan cenderung berorientasi pensuplai tenaga kerja. Walaupun pada kenyataannya tidak selalu demikian, bahkan siswa yang di masa depan sukses ternyata berwirausaha, alias punya perusahaan sendiri. Tetapi jumlahnya sangat sedikit, maka mau tidak mau prinsip pemenuhan kebutuhan akan tenaga kerja jadi fokus utama, apalagi di negara kita yang menjadi pusat produksi perusahaan-perusahaan multinasional. Postingan ini sekedar menyampaikan seminar tadi pagi oleh Asosiasi PT Infokom (APTIKOM) tentang OBE, MBKM, dan ACM 2020.

SKKNI

Kementerian tenaga kerja, di tahun 2000, memperkenalkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) agar tenaga kerja Indonesia memiliki standar. Nah, oleh karena itu perguruan-perguruan tinggi di tanah air waktu itu diharuskan memiliki kurikulum berbasis SKKNI.

Seiring perjalanan waktu, berbagai standar kompetensi nasional bermunculan lewat LSP-LSP yang menerbitkan sertifikat kompetensi standar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Kemudian dilanjutkan dengan lulusan yang diwajibkan memiliki pendamping ijasah, salah satunya sertifikat BNSP, dengan harapan lulusannya memiliki kompetensi tertentu. Hal ini untuk menghindari lulusan perguruan tinggi di Indonesia yang tidak kompeten, alias tidak bisa langsung kerja. Sangat memberatkan perusahaan-perusahaan yang merekrut karena harus memberikan pelatihan khusus terlebih dahulu.

Outcome Based Education (OBE)

OBE melandaskan prinsip pendidikan dengan melihat sasarannya. Metode ini sudah diperkenalkan pada tahun 1994 tetapi baru masif diterapkan pertama kali tahun 2005 di Hongkong. Negara-negara Asia Tenggara sendiri baru mulai menerapkannya pada tahun 2017. Hal ini karena akreditasi internasional berbasis OBE, jadi mau tidak mau kampus-kampus jika ingin berstandar internasional menerapkan OBE.

Prinsipnya sangat sederhana, misal seseorang ingin menjadi jaksa, maka lembaga pendidikan akan menarik mundur dengan mempersiapkan materi pendidikan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi jaksa tersebut. Tentu saja di sini dalam dunia pendidikan bukan jaksa yang dituju tetapi kompetensi yang dibutuhkan untuk jaksa, karena jurusan hukum tidak selalu memilih jaksa sebagai profesi, begitu juga jurusan lainnya, seperti ilmu komputer yang menghasilkan lulusan dengan bidang pekerjaan yang luas. Namun tetap saja harus memiliki kompetensi minimal agar lulus.

Kurikulum Berbasis OBE

Antara SKKNI dan OBE saling terkait, karena SKKNI menjadi rujukan kompetensi-kompetensi yang sudah terstandar di Indonesia. Lembaga pendidikan hanya meramu kompetensi apa saja yang dibutuhkan lulusan suatu program studi. Jadi diawali dengan menentukan profil lulusan dalam bentuk Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) maka prodi mempersiapkan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK). CPL aslinya berjumlah puluhan kalau mengikuti SKKNI, dan masalah muncul karena lembaga pendidikan harus melakukan evaluasi untuk menilai apakah siswa mencapai kompetensi-kompetensi tersebut. Jadi prodi biasanya menurunkan dari puluhan menjadi beberapa saja, tidak jauh-jauh dari 10 CPL, yang harus memasukan juga softskill. Misal ada 12 CPL maka prodi harus merinci menjadi CPMK dalam bentuk mata kuliah yang tiap mata kuliah memiliki beberapa CPMK.

CPMK yang merupakan capaian terkecil harus memasukan beberapa kompetensi dari SKKNI, dengan harapan lulusan memiliki kompetensi tertentu. Nah, CPMK tiap mata kuliah itu harus dijabarkan dalam 16 pertemuan. Misal satu mata kuliah ada 8 CPMK, maka ke-16 pertemuan tersebut harus mengadopsi 8 CPMK tersebut. Satu CPL bisa terdiri dari CPMK dalam beberapa mata kuliah tergantung jurusannya. Nah, repotnya, nanti program studi harus memetakan CPMK-CPMK tersbut disertai dengan evaluasinya (komponen penilaian akhir setelah ujian akhir semester). Jadi tiap semester seorang mahasiswa dapat dihitung berapa ketercapaian CPMK dan berhak lulus jika seluruh capaian terpenuhi.

CC 2020

Khusus untuk dunia informatika dan komputer, tahun lalu sudah dikeluarkan Computing Curriculla 2020. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang membagi tegas menjadi TI, SI, SK, SE, dan lain-lain jurusan komputer, CC 2020 agak sedikit melonggar.

Jadi ketika suatu jurusan, misal teknik komputer (CE), maka boleh saja memasukan materi-materi bidang lainnya, namun khusus yang berwarna kuning harus ada. Kalau bisa yang abu-abu juga, mungkin dunia saat ini sedikit berubah karena adanya keterkaitan antara satu jurusan dengan jurusan lainnya. Ditambah lagi fenomena Gap Skill dimana ada beberapa skill yang tidak bisa disediakan oleh satu bidang komputer tertentu.

Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)

Mendikbud, Nadiem Makarim, mencetuskan MBKM yang dapat diintegrasikan dengan OBE. Hal ini juga dalam rangka efisiensi di mana tiap mahasiswa bisa belajar tidak hanya dari kampus sendiri, melainkan dari kampus lain dan industri. Dengan kata lain, kompetensi-kompetensi tertentu dapat dicapai tidak hanya lewat tatap muka di kampus/kelas, melainkan juga industri/dunia kerja. Silahkan simak link Youtube lengkapnya di bawah ini, sekian semoga bisa membantu.

Peer Review

Jika searching di internet, peer review masih memiliki problem yang harus diselesaikan. Terlepas dari polemik itu, ada jenis jawaban yang dikenal dengan istilah trivial, yaitu jawaban sementara yang ada dan lebih baik jika tanpa ada jawaban sama sekali. Saya teringat kuliah dosen matematika saya ketika menjelaskan jawaban trivial dengan ilustrasi perang dunia di mana Jerman akan menyerang Inggris dengan rudal-rudal dan pesawat tempurnya. Inggris berhasil menemukan alat seperti radar saat ini (waktu itu masih jadul) yang mampu mendeteksi objek bergerak yang menuju Inggris. Hal ini memudahkan pertahanan mereka dan alat tersebut bisa dikatakan ‘penyelesaian masalah’. Namun suatu waktu alat tersebut mendeteksi objek yang jumlahnya banyak sekali, walaupun hal tersebut dirahasiakan namun bocor juga. Rakyat Inggris sudah pasrah waktu itu, hanya bisa berdoa karena serangan dengan jumlah sebanyak itu sangat sulit dilawan. Namun ternyata, objek yang dideteksi itu hanya sekelompok burung yang bermigrasi. Jawaban dengan alat tersebut dikatakan jawaban trivial.

Dalam dunia akademis kita mengenal artikel ilmiah yang terindeks, misalnya Scopus. Dengan perorganisasian dan kontrol kualitas yang katanya ketat, Scopus banyak dijadikan patokan artikel yang berkualitas oleh universitas-universitas di seluruh dunia. Banyak yang dijadikan syarat kelulusan, khususnya mahasiswa doktoral yang memang tugas utamanya melakukan riset. Banyak komentar-komentar yang tidak menyukai Scopus, dari istilah kapitalis yang mengambil untung dari ‘penderitaan’ periset di seluruh dunia hingga kualitas artikel-artikelnya yang diragukan. Tetapi dengan banyaknya kelemahan dan problem-problem yang ada, jika tidak menggunakan indeksasi yang bagus (misalnya Google Scholar yang bisa dimodif oleh author)s, akibatnya kualitas riset jadi diragukan. Sebenarnya ada alat kontrol lain, misalnya paten, tetapi tentu saja sangat sulit karena hanya segelintir orang saja yang bisa. Jadi banyak kampus-kampus yang terpaksa mengandalkan Scopus, WoS, dan indeks berkualitas lainnya karena lebih praktis dalam kontrol kualitas walau membutuhkan biaya tambahan yang kebanyakan ujung-ujungnya ditarik dari mahasiswa.

Problem utama dari riset ilmiah ujung-ujungnya adalah peer review, yang menjadi andalan Scopus karena menentukan kualitas artikel yang dipublikasikan. Tanpa ada peer review jangan harap jurnalnya terindeks di Scopus. Dari Youtube atau media sosial lainnya mulai bermunculan postingan yang anti peer review. Salah satu poin utama dari penolakan peer review adalah adanya ketergantungan yang amat besar dengan peer review. Jika ada ilmu-ilmu baru yang belum pernah dijumpai oleh reviewer, dengan hak-haknya menilai terkadang di-reject. Misalnya Anda ahli matematika, ketika mereview artikel Albert Einstein mengenai E=mc^2 sangat sulit menerimanya, apalagi biasanya artikel dibatasi dengan panjang naskah, padahal butuh penjelasan yang tidak mudah. Banyak definisi-definisi yang harus dipresentasikan karena ilmu yang baru. Yang mereview terkadang tidak mengetahui siapa yang menulis (blind review), ada keraguan karena ilmu baru yang si reviewer pun butuh ‘kuliah’ oleh sang penemu.

Kondisi memang sedikit rumit. Namun tanpa menggunakan peer review kontrol kualitas hanya mengandalkan ‘orang dalam’. Kalau kampus sekelas Harvard, MIT, Stanford, dan sejenisnya yang banyak riset yang didanai oleh industri mungkin tidak masalah. Kampus-kampus biasa, apalagi di Indonesia yang saat tulisan ini ditulis peringkatnya sudah mulai tertinggal jauh dari kampus-kampus Malaysia, tentu saja dipertanyakan kualitasnya. Memang ada pilihan lain, yakni external examiner, namun walau ‘eksternal’, tetap saja dipilih oleh kampus yang ujung-ujungnya dicari yang ‘mempermudah’.

Untunglah saya bukan menteri yang harus mengambil keputusan yang sangat menentukan masa depan dunia riset dan pendidikan tinggi. Agak sedikit membingungkan ketika dimerger antara riset dengan pendidikan. Mudah-mudahan riset kian berkualitas dan bukan sebaliknya hanya pendidikan yang maju tetapi riset terbengkalai. Apalagi kondisi dunia yang sedang mengalami pandemi, serta beberapa bidang sedang mengalami disrupsi. Saya yakin pemerhati di seluruh dunia sedang memikirkan hal ini, tetapi di negara kita yang masih dibilang ‘belum maju’ mau tidak mau harus mengikuti standar yang ada. Solusi trivial mungkin lebih baik dari pada tidak ada solusi.

Inspirasi

Inspirasi merupakan hal-hal yang memicu sesuatu. Terkadang inspirasi membutuhkan sumber, sehingga sering disebut sumber inspirasi. Bisa dari terciptanya sebuah karya, jawaban terhadap suatu permasalahan, atau sekedar penyaluran hobi. Sumber inspirasi bisa berasal dari mana saja, tidak harus dari hal-hal besar dan ‘wah’, bahkan bisa dari orang biasa bahkan yang dianggap biasa saja, bagi orang tertentu bisa jadi sumber inspirasi.

Upgrade Diri

Ketika pindah ke kampus di daerah Bekasi, saya cukup kaget juga karena dari list, sebagian besar dosen tidak memiliki jafung, yang dalam istilah kemdikbud ‘tenaga pengajar’. Dosen-dosen pun masih S1 waktu itu, karena memang belum ada kewajiban S2.

Seiring berjalannya waktu, pangkat naik yang waktu itu lektor merupakan tertinggi di fakultas tempat saya bernaung. Alhasil, karena pangkat tertinggi dan sudah S2, LLDIKTI (waktu itu namanya kopertis) meminta kampus yang memiliki dosen berpangkat Lektor dan S2 untuk mengikuti sertifikasi dosen (serdos), dan ternyata waktu itu saya lulus. Dan setelah itu, dosen-dosen lain pun berbondong-bondong menyelesaikan syarat-syarat serdos, yang tunjangannya lumayan.

Begitu juga waktu itu ketika ada tawaran dari DIKTI untuk pelatihan bahasa Inggris di UGM, iseng-iseng daftar dan ternyata terpilih ikut pelatihan IELTS di UGM 3 bulan. Hasilnya lumayan, skor 6.0 memenuhi syarat masuk kampus LN khusus teknik. Kalau humaniora sepertinya minimal 6.5 bahkan 7. Waktu itu sebenarnya tidak ada fikiran untuk kuliah di LN namun karena terinspirasi oleh rekan-rekan yang sudah berangkat duluan setelah pelatihan bahasa, akhirnya setelah sekali gagal/ditolak beasiswanya, lulus juga. Waktu itu lagi-lagi jadi yang pertama studi lanjut S3, dan entah mengapa tidak sampai satu tahun (semester berikutnya) rekan saya sudah ada yang studi lanjut juga, dengan biaya dari kampus.

Sharing

Berbagi pengalaman terkadang bisa menularkan ke orang lain. Sharing memang sederhana, tidak usah mikir, karena hanya menceritakan apa yang dialami saja. Tidak ada maksud tertentu, dan kebanyakan tidak dibayar, alias gratis. Namun ternyata hasilnya lebih efektif dari diklat, kursus, dan sejenisnya. Sharing/berbagi pengalaman ternyata bisa menginspirasi rekan-rekan kita, khususnya yang menghargai dan menghormati. Memang di mana saja pasti ada usaha-usaha untuk menjegal/menggagalkan tapi jumlahnya sedikit. Yang mensuport justru yang lebih cepat mengikuti jejak yang disuport nantinya, bahkan beberapa melampaui pencapaian saya, ada yang ke Inggris, Amerika, dan ada yang siap-siap ke Jepang.

Kondisi COVID pun sepertinya tidak menghalangi mereka-mereka yang sudah terinspirasi. Bahkan usia pun tidak menghalangi. Sekian postingan singkat mengisi weekend, semoga menginspirasi.

Beraktivitas Tanpa ‘Baper’

Bawa Perasaan (BaPer) terkadang sangat dibutuhkan, khususnya dalam memahami dan berempati terhadap suatu hal. Namun bila berlebihan bisa mengganggu fisik dan mental. Maklum kondisi saat ini yang tidak menentu. Banyak cara yang bisa dilakukan, misalnya cuek, jangan mudah menyimpulkan, menyadari kita tidak bisa mengatur fikiran orang lain, dan lain-lain (link). Postingan ini sedikit membahas kondisi dimana fikiran tidak terbawa hanyut, baik dengan suasana maupun perasaan.

Flow

Konsep flow ditemukan oleh psikolog-psikolog di barat ketika perang dunia berakhir (link). Jika diingat-ingat pasti seseorang pernah merasakan kondisi flow dimana ketika beraktivitias ada rasa bahagia, tenang, dan waktu seperti berhenti, denyut jantung rendah tapi fokus dan konsentrasi tinggi. Seorang atlit ketika bertanding dan masuk dalam kondisi flow akan menunjukan kualitas terbaiknya. Ketika bermain pun tidak ada rasa khawatir kalah atau menang. Oiya, untuk mencapai flow terlebih dahulu Anda menguasai aktivitasnya, tidak mungkin mencapai flow ketika misalnya bertanding catur tetapi Anda sendiri tidak mengerti cara bermainnya, bukannya flow malah stres.

Mindfulness

Flow memang sulit untuk diulangi, tetapi beberapa peneliti menyelidiki hubungan flow dengan konsep meditasi yang dikembangkan di timur. Daripada fokus bagaimana mencapai flow ada baiknya mengkondisikan tubuh dan fikiran kepada kondisi-kondisi pendukung flow. Ciri kondisi flow yang tenang, denyut jantung rendah, dan sejenisnya ternyata bisa dibalik prinsipnya. Dengan mencapai gelombang otak tertentu yang tenang (gelombang alpha), merasa bahagia, dan sejenisnya maka secara perlahan memasuki kondisi flow (terkadang disebut juga dengan istilah zone). Banyak yang meyakini Einstein ketika bekerja selalu dalam keadaan flow, ketika diuji darah antara bangun tidur dan sebelum tidur dalam kualitas yang sama baiknya.

Vipassana

Sangat sulit mencapai gelombang alpha yang tenang secara sengaja. Cara paling gampang adalah vipassana. Dengan memperhatikan nafas (masuk dan keluar) secara perlahan jumlah fikiran di kepala akan berkurang (konon jumlahnya dalam saat yang sama ratusan). Oiya, makin banyak fikiran di kepala bukan makin baik, malah kita terjebak seperti monyet yang gelisah loncata ke sana ke mari.

Jangan khawatir, bagi kita yang aktif, teknik ini dapat dilaksanakan tanpa harus menyediakan waktu dan tempat tertentu. Lakukan saja dalam aktivitas sehari-hari. Tentu saja dalam sehari sebisa mungkin menyediakan waktu dan tempat. Untuk yang beragama bisa dilaksanakan ketika beribadah.

Berlatih

Terkadang saya sering mencoba mempraktikan bagaimana beraktivitas tanpa baper agar menghasilkan kondisi flow yang optimal. Atau jika tidak mencapainya, ada usaha mengarah ke sana. Apapun tekniknya, misalnya vipassana, lakukan saja aktivitas sederhana, misalnya yang sering saya lakukan adalah bermain catur online. Ketika bermain jangan lupa nafas, dari awal bermain sampai akhir (menang/kalah). Jika lupa dengan nafas berarti gagal karena artinya terbawa perasaan (entah gembira karena menang atau kecewa karena kalah). Flow tidak memperdulikan kita menang atau kalah, melainkan hanya bahagia, tenang, dan khusyuk ketika beraktivitas.

Untuk dosen/pengajar bisa dengan mencoba ketika mengajar. Jangan sampai terbawa suasana, dan pastikan dari awal sampai akhir tetap tenang, bisa memperhatikan nafas atau untuk yang level lebih lanjut memperhatikan fikiran.

Beberapa hari yang lalu kita lihat motogp berlangsung dalam keadaan dimana ada pembalap yang meninggal karena kecelakaan. Jika tidak bisa masuk ke kondisi flow dapat dipastikan mereka membalap dalam kondisi ‘baper’ dan terbukti beberapa terjatuh dan tidak optimal. Oiya, jika ingin melihat kebiasaan-kebiasaan aneh orang ternama silahkan baca link ini. Sekian, semoga bisa mengisi libur lahirnya Pancasila hari ini.