Masih Rekrutmen Tanpa Ijazah?

Beberapa waktu yang lalu banyak beredar di medsos informasi bahwa perusahaan raksasa seperti Apple, Google, dll merekrut karyawan tanpa perlu menunjukan ijazah. Berita tersebut sangat menohok dan terkesan mengerdilkan institusi pendidikan. Memang ini salah kampus juga yang tidak bisa mengikuti kemauan pasar, yaitu organisasi pemakai lulusan. Namun informasinya institusi sekelas Google membutuhkan bukti tertentu kepada calon karyawan yang mendaftar tanpa ijasah.

Terkadang memang, programmer tertentu tidak memiliki pendidikan formal. Karena bakat, ketekunan, dan keingintahuannya bisa belajar dengan cepat, baik otodidak maupun kursus kilat yang banyak tersedia. Youtube, milist, Github, atau sekedar Googling dengan cepat mampu memahami bahasa pemrograman tertentu. Apalagi saat ini aplikasi berbasis AI seperti ChatGPT mampu ‘mengajari’ lewat chatting apa saja, khususnya pemrograman. Silahkan lihat video berikut bagaimana menjalankan Web-based Python lewat ‘chatting’.

Artificial Intelligence (AI) merupakan salah satu bidang standar minimal kompetensi S1 (sarjana). Diharapkan peserta didik mampu menerapkannya. Untuk S2 dan S3 mampu mengembangkan bidang tersebut. Nah, jika organisasi ingin mendapatkan keunggulan kompetitif pada sistemnya, tidak ada jalan lain untuk memanfaatkan AI yang mulai menyusup ke segala lini.

Pendiri Google kabarnya ‘turun gunung’ mengingat ancaman AI mulai terasa. Bahkan dengan jumlah 1 juta pengguna yang oleh Netflix butuh 3.5 tahun ternyata ChatGPT hanya butuh 5 hari (link).

Jika masih diam saja, servis-servis lain Google seperti mail, Youtube bisa saja dikalahkan pemain baru dengan kemampuan AI yang terintegrasi Chat dan sejenisnya. Dengan chat yang teks saja sudah begitu heboh apalagi dalam bentuk gambar dan video. Untuk itu diperlukan periset-periset tangguh yang tentu saja tidak bisa lagi merekrut ‘tanpa ijasah’, mutlak diperlukan peneliti-peneliti yang tidak hanya jago praktis, melainkan juga teoritis dan analitis. Yuk, mulai oprek-oprek AI.

 

Iklan