Menyikapi ChatGPT

Beberapa media online mulai memberitakan kalau ChatGPT akan diblokir, alasannya karena belum terdaftar di sistem Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo. Tapi sepertinya itu hanya masalah administrasi, bagaimana dari sisi konten? Apakah berdampak negatif?

Kalau kita lihat visi AI Indonesia 2045 tampak Etika dan Kebijakan sebagai landasar, infrastruktur & data dan pengembangan talenta sebagai pilar untuk menopang 4 area fokus dan 5 bidang prioritas AI.

https://ai-innovation.id/server/static/ebook/stranas-ka.pdf

AI Sebagai Senjata

Memang sudah ada kekhawatiran tentang dampak AI, bahkan sudah dibahas di PBB (link). Sebenarnya AI itu sendiri mirip dengan pertama kali diperkenalkannya komputer, dimana sekutu berhasil membongkar kode mesin enkripsi elektromekanis Jerman, Enigma, lewat tangan Alan Turing. Komputer yang dahulu sebagai alat support/pendukung sekarang sudah berubah menjadi IT yang berperan bak senjata agar unggul dalam persaingan. Industri 4.0 mulai memasukan AI sebagai komponennya.

AI Untuk Mengejar Ketertinggalan

Semua mengakui kita masih tertinggal dengan negara lain, bahkan di Asia Tenggara sekalipun. Jika ada ‘sepatu’ yang membuat kita berlari cepat menyusul negara-negara lain, terutama negara maju, bisa jadi namanya Artificial Intelligence (AI). Lihat 5 bidang prioritas AI di Indonesia gambar di atas. Jika ingin memanfaatkan ChatGPT guna mengetahui ‘hal-hal yang orang lain tahu’ tentu saja tidak ada salahnya, kecuali ‘hal-hal yang sebaiknya tidak boleh tahu’, yang ini jatuh di ranahnya kebijakan. Di mana-mana mengejar harus berlari, bahkan harus lebih cepat dari larinya sesuatu yang dikejar. Saya teringat ketika kuliah dulu, dosen bertanya ke mahasiswa Thailand, dapat materi variabel kompleks kapan? Dijawab ketika S1, begitu juga Indonesia dan negara asia tenggara lain, seperti Viet Nam dan Malaysia. Tapi ketika ditanya ke mahasiswa Perancis, ternyata sudah memperoleh dari bangku sekolah menengah atas. Jika ada sesuatu yang secara gratis dan mudah membuat orang tahu lebih cepat, sepertinya cocok untuk negara yang sedang berkembang, apalagi yang untuk makan saja butuh kerja keras (kecuali sebagian kecil rakyat seperti kasus viral gaya hidup mewah anak-anak pejabat saat ini). Untuk yang ingin melihat tanggapan para profesor bisa lihat youtube berikut.

Iklan