Baru saja saya mengunjungi rekan kerja yang hampir dua bulan masuk ICU karena COVID-19. Alhamdulillah sudah sehat kembali. Banyak hal-hal yang saya ketahui berkaitan dengan penyakit aneh ini. Dimulai dari proses terkenanya hingga efek yang ditinggalkan dari virus baru ini.
Berfikir Yang “Iya Iya”
Banyak yang mengatakan dalam pandemi ini jangan terlalu berfikir keras, menjaga asupan nutrisi dan istirahat yang cukup. Sehingga jika ada yang sakit karena sedang kuliah, mengerjakan laporan, proyek, dan lain-lain maka yang disalahkan adalah terlalu banyak berfikir.
Ketika saya tanya seminggu sebelum positif COVID-19 apa yang dikerjakan, ternyata sedang mengerjakan deadline seminar hasil. Sudah dapat ditebak, kambing hitamnya adalah deadline tersebut, tentu saja selain si virus itu.
Di sini berfikir yang “iya-iya” istilah saya sebagai lawan dari berfikir yang “tidak-tidak” alias, berfikir yang tidak ditujukan untuk menyelesaikan problem utama. Misalnya seorang mahasiswa ketika mengerjakan tugas, laporan, dan sejenisnya tidak fokus ke problem utamanya melainkan ke hal-hal lain seperti deadline yang jika terlewati harus mundur satu semester, harus bayar SPP lagi, kena penalti, dan sejenisnya. Sepertinya hal itu yang membuat imunitas turun, bukan karena memikirkan hal-hal utama, yang bisa jadi hal-hal utama itu sudah selesai, tinggal membuat laporannya saja.
Nah, berfikir yang “tidak-tidak” itulah yang kadang membuat seseorang tidak bisa istirahat dengan baik, kurang asupan nutrisi sehat, dan prilaku-prilaku negatif lainnya. Sementara proses berfikir dan bekerja tentu harus dijalankan. Kondisi pandemi yang diperkirakan masih berjalan lama memaksa kita tetap harus bekerja agar roda perekonomian tetap berjalan. Tidak mungkin “ngumpet” saja di rumah. Kondisi Indonesia yang lebih baik dari Malaysia, konon karena berhasil menyeimbangkan antara protokol kesehatan dengan tetap beraktifitas. Walaupun tentu saja ada yang “ngeyel” dengan melanggar protokol kesehatan. Ada juga yang termakan hoax, tidak mendukung program pemerintah seperti vaksinasi, tidak mudik, dan lain-lain.
Menjaga Hati
Selain fikiran kita dianugerahi dengan hati, berupa naluri untuk melakukan tindakan yang baik. Informasi dari rekan saya ketika dia ikhlas dan menerima kondisi yang diberikan tuhan, tiba-tiba kondisi membaik. Menerima sakit yang mungkin karena dosa-dosa kita di masa lalu bisa saja menjadi obat mujarab. Toh, manusia tidak mungkin lepas dari kesalahan. Ada informasi beberapa rekan yang katanya sudah ikhlas kalau meninggal justru malah sehat kembali dibandingkan dengan konon katanya orang yang tidak terima kalau dirinya ditimpa musibah COVID-19.
Bicara santai, guyon, dan hal-hal lain yang tidak terlampau serius mungkin sangat membantu kesembuhan rekan saya. Ada pula yang menganjurkan nonton film-film lucu ketika dirawat. Banyak hal-hal lain yang tentu saja masih perlu riset yang mendalam oleh orang-orang di bidangnya. Yang jelas berfikir yang negatif, ribut, dan sejenisnya menurut saya bisa menurunkan imun dan meningkatkan resiko terinfeksi. Semoga pembaca sekalian selalu dilimpahi kesehatan dan pandemi ini segera berakhir, Amiin.