Yang pernah belajar jaringan pasti mengenal istilah client-server dan peer-to-peer. Istilah yang menggambarkan jenis hubungan antara satu titik/perangkat dengan perangkat lainnya yang biasanya sebuah komputer. Server yang merupakan komponen utama jaringan client-server memberikan layanan-layanan yang sangat dibutuhkan oleh client. Di dalam literatur komputasi, server cukup unik, di satu sisi sebagai pemimpin dan raja, di sisi lain memberikan layanan-layanan kepada bawahannya, dalam hal ini client. Memimpin tetapi juga melayani, alias sebagai pelayan.
Saya termasuk generasi X (generasi yang berusia 38-53 tahun ketika tulisan ini dibuat) yang sempat mengalami masa krisis ekonomi di tahun 98. Jangankan memperoleh pekerjaan, yang sudah bekerja saja banyak yang menganggur. Sempat beberapa kali melamar pekerjaan, tetapi perusahaan-perusahaan yang dituju “tidak membutuhkan”. Artinya tidak bisa membutuhkan “layanan” dari saya, atau setidaknya sudah ada orang lain yang terpilih. Ada sedikit paradox waktu itu, ketika negara krisis, sejatinya membutuhkan pelayan=pelayan yang bisa mengurangi atau mengatasi krisis, tetapi banyak tenaga-tenaga muda yang tidak bisa/berkesempatan melayani. Waktu berjalan, akhirnya beberapa lembaga membutuhkan layanan saya, dari kampus hingga perusahaan-perusahaan.
Jaman berubah, era dimana informasi tidak/belum berkembang cukup baik di tahun 90-an menjadi era dimana informasi datang secepat kilat. Bila suatu hal butuh beberapa hari untuk tersebar, saat ini hanya dalam hitungan detik bisa menyebar. Tentu saja jika “hal” tersebut dibutuhkan orang banyak. Lembaga yang bisa melayani kebutuhan akan menjadi kuat, sebaliknya yang abai terhadap pelayanan akan tergusur. Era itu saat ini dikenal dengan istilah “disrupsi”. Komplain, keterlambatan, dan kekecewaan-kekecewaan lain yang dirasakan konsumen akan berakibat fatal. Jangankan bisnis yang penuh saingan, bisnis yang tanpa saingan pun akan hancur karena muncul jenis bisnis baru yang memenuhi aspirasi para konsumen.
Beberapa perusahaan bisnis yang saat ini eksis, merupakan perusahaan-perusahaan yang pernah trauma dengan krisis ekonomi. Beberapa bisa eksis bahkan bergerak maju karena permintaan dan suplier yang memang berlebihan dan murah waktu itu (tenaga kerja). Misalnya kampus-kampus, bahkan sangat membutuhkan tenaga pengajar. Saya sendiri mengalami masa di mana siangnya bekerja, malamnya mengajar di kampus. Prinsipnya tetap sama, ketika ada permintaan layanan, ada pula yang menyediakan/menawarkan.
Pertarungan Tak Terhingga (Infinity War)
Ada dua jenis pertarungan, terhingga dan tak terhingga. Contoh pertarungan terhingga adalah pertandingan sepakbola. Ketika waktu habis dan satu tim unggul selisih gol, maka pertarungan berakhir. Di sini dalam kompetisi persaingan sudah jelas, yaitu antar klub. Tetapi dalam bisnis, pertarungannya adalah tak terhingga. Tidak ada yang menang dan kalah, melainkan tetap bermain atau berganti permainan. Bangkrut pun bukan kalah, karena pemainnya bisa bermain lagi, tetepi tidak di pertandingan yang sama. Ketika instagram diambil alih oleh Facebook, instagram tidak bisa dikatakan kalah, melainkan pemilik lamanya berganti permainan. Perhatikan saat ini banyak institusi pendidikan yang merger atau berganti pemilik. Di sini tidak bisa dikatakan kalah, melainkan pemilik lama berganti permainan, alias tidak tertarik lagi memainkan laga di pertandingan yang sama (mengelola kampus)
Dalam pidato-nya di Bali, presiden Jokowi mengingatkan dunia agar janganlah seperti “game of throne” dimana pertandingan bersifat saling menaklukan seperti pertandingan terhingga. Satu untung berarti yang lain rugi. Padahal jika memakai prinsip jaringan komputer client-server jika ada yang membutuhkan maka perlu ada yang melayani. Client itu sendiri sejatinya adalah server bagi pengguna/user yang memakai piranti tersebut. Bagi rekan-rekan yang bekerja, selalu ingat prinsip melayani tersebut. Anda melayani dan sekaligus juga membutuhkan layanan orang lain. Anggaplah pertandingan tak terhingga di perusahaan tempat Anda bekerja. Jangan anggap jabatan yang diturunkan atau bahkan dipecat sebagai kekalahan, melainkan berhenti dan melanjutkan permainan di medan pertandingan menarik lainnya, selama nafas masih ada. Bisa jadi itu merupakan arahan tuhan agar kita berganti permainan, atau setidaknya mengarahkan ke tangga lainnya untuk maju, alias tidak “ngono-ngono thok” (gitu-gitu aja). Bagaimana agar bisa optimal dalam melayani? Tidak ada cara lain dengan terus “mengasah pedang” dan “melatih jurus-jurus” layaknya seorang samurai. Sehingga lebih optimal melayani dan client puas, yuk jadi server yang handal.