Memahami Level S1, S2, dan S3

Jenjang pendidikan selepas SMA jauh lebih rumit. Banyak variasi yang ada, baik itu dari sisi tipenya apakah vokasi atau akademik, hingga levelnya: Diploma (D1,D2,D3, Sarjana Terapan), Sarjana (S1), S2 hingga Doktoral. Di Indonesia sendiri aturan hukumnya sudah jelas di mana letak/posisi jenjang pendidikan tersebut, yakni:

  • Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan
  • Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).

Tanggung jawab unit pengelola sangat berat, tidak boleh melanggar aturan tersebut. Beberapa kampus negeri, misalnya ITS bahkan mempublish masalah tersebut (lihat link berikut).

Sampai-sampai ditulis ‘bukan sekedar berdasarkan persepsi individu’. Sepertinya banyak dosen-dosen yang memberi beban yang tidak/kurang tepat ke mahasiswanya. Biasanya memaksa siswa S1 melakukan riset dengan beberapa research question dengan harapan ada novelty, padahal standar minimal KKNI Sarjana adalah cukup bisa mengaplikasikan IPTEKS, menguasai teori, dan seterusnya. Walaupun boleh saja melebihi standar minimum, asalkan tidak memaksa khawatir melanggar UU. Kampus sekelas ITS saja masih menggunakan standar minimal.

Eksperimen

Untuk mahasiswa informatika, banyak sekali bahan eksperimen karena bisa menggunakan laptop. Kalaupun server, bisa juga di-remote, tidak perlu datang ke lokasi. Bahan eksperimen sangat banyak, dengan modul-modul untuk memahami konsep atau metode. Biasanya masuk dalam kurikulum yang diajarkan dalam laboratorium. Beberapa bahasa pemrograman, misalnya Python menyediakan IDE yang praktis, yaitu Google Colab. Biasanya dipakai untuk proses training, atau menguji dan membandingkan metode-metode tertentu, oleh mahasiswa doktoral untuk menguji metode usulan atau memperbaiki/meng-improve metode yang ada. Dalam perkuliahan S1 biasanya untuk eksperimen dimana suatu metode mampu menyelesaikan masalah.

Jika mahasiswa S1 hanya fokus ke Google Colab, dikhawatirkan kurang memahami standar minimal (menerapkan, menguasai teori, dll) di mana di dunia kerja yang dibutuhkan adalah menerapkan, misalnya membuat web, android, instalasi server, network, memantau security, dan sejenisnya. Kalaupun mau mengikuti standar S2 pun harus mampu mengembangkan. Jangan sampai ingin mengikuti standar S2 tetapi tidak ada yang dikembangkan, hanya memakai, tetapi masih berupa eksperimen di Google Colab, seperti tugas Lab. Akibatnya level S1 bukan .. S2 juga bukan. Termasuk keharusan menghasilkan pengakuan nasional dan internasional lewat jurnal pun agak berat bagi mahasiswa S1, kecuali mungkin jurnal nasional yang membolehkan tidak ada novelty.

Implementasi

Google colab sejatinya sangat bermanfaat, misal kita akan membuat mesin penerjemah sendiri, kita coba dengan google colab dan ternyata berhasil jalan dengan baik. Nah selanjutnya tugas mahasiswa S1 ya mengimplementasikan mesin penerjemah itu dalam suatu aplikasi misalnya web, android, ios, dan sejenisnya. Tapi kan susah? Tidak juga, sekarang kan sumber info sudah banyak, berikut video bagaimana mengutak-atik agar suatu metode bisa diimplementasikan.

Khusus aplikasi web, video short berikut yang merupakan kelanjutan video sebelumya mungkin bisa menginspirasi Anda. Terima kasih.

2 respons untuk ‘Memahami Level S1, S2, dan S3

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.