Learning Weights in Rank Retrieval

Misal kita memiliki data training terhadap beberapa query dengan term-term tertentu berikut ini.

Pertanyaannya adalah berapakah nilai g –nya?

Sebelum menjawab pertanyaan itu terlebih dahulu didefinisikan istilah-istilahnya. Kita misalnya memiliki query “like dog cat temle ant bird wine girl”. Misalnya kita akan menentukan bobot antara ST dengan SB, maksudnya ST adalah letak suatu query pada Dokument (docID) pada Title atau Body, yang disingkat jadi T dan B pada S. Misal pada data pertama Ф1, query like ada di document ID = 17 pada Body, tetapi tidak ada di Title. Sementara ‘r’ adalah penilaian dari pakar (humen expert) yang menyatakan apakah data itu relevan atau tidak. Pada kasus ini diberi angka nol (0) berarti tidak relevan, yang nantikanya akan dijumlahkan dengan variabel n01n (artinya number of St=0, Sb=1 dan tidak relevan (n)).

Sementara g sendiri adalah bobot opimal yang akan kita cari dengan rumusan di bawah ini (buka buku Information Retrieval oleh Manning):

Masukan data-data n10r, n01n, n10r, n10n, n01r dan n01n. Sebagai contoh, n10r adalah jumlah St=1,Sb=0, r=1 dimana di tabel atas berjumlah 0, dan seterusnya.

Sehingga diperoleh nilai g

Iklan

Instruksi SELECT pada SQL – Bagian 2

WHERE Clause

Seperti pada tulisan sebelumnya (bagian 1), jika kita akan melakukan query terhadap nama belakang dimana huruf keduanya ‘a’ maka dapat kita lakukan dengan bantuan garis bawah ‘_’. Gunakan WHERE dengan kata LIKE untuk lebih spesifik lagi.

Kita juga bisa menambahkan logika boolean seperti AND atau OR untuk dua kondisi LIKE seperti misalnya nama belakang di huruf kedua ‘a’ dan nama depan diawali ‘r’.

query_where

CONCATENATION

Syntax ini berfungsi untuk menggabungkan beberapa kolom menjadi satu kolom. Simbol yang digunakan adalah ||. Misalnya kita akan menggabungkan nama pertama dengan nama belakang dari tabel student.

GROUP BY dan COUNT()

Syntax ini untuk melakukan proses agregasi dari aksi filter sebelumnya. Misalnya kita ingin mengetahui berapa banyak Course yang diambil oleh seorang siswa, misalnya siswa dengan ID ‘st115996’.

HAVING Clause

Jika hasil proses GROUP BY ingin difilter lagi dapat kita gunakan klausa HAVING. Misalnya kita diminta menarik data jumlah Course yang memiliki jumlah kredit = 3. Jadi setelah yang punya kredit = 3 diperoleh dilakukan proses ‘count’ berapa jumlah course-course tersebut.

SUB-QUERY

Sub query adalah query di dalam query, biasanya dalam klause:

  1. WHERE
  2. FROM
  3. SELECT

Kata kunci yang digunakan adalah IN. Misal kita ingin mengetahui student_ID yang mengambil course. Dengan kata lain yang tidak mengambil course tidak kita ambil.

Ada satu soal latihan nih,

EXERCISE

  • A student is required to take 2 courses (4 credits) in the field of Technology
  • Management and should be offered by SET or SOM only.
  • Typically the courses for Technology Management have the word Management or
  • Technology or Technologies mentioned in the course name.
  • What choices does the student have? List Department, CourseName, Credits.
  • Use group by and having clause

Selamat Mencoba !

Karir Sebagai Dosen

Jika terdengar di telinga kata “dosen” ketika saya masih sekolah dulu, yang ada di benak saya adalah seseorang yang kerjaannya berfikir keras dan mengajarkan sesuatu yang sangat sulit bagi anak didiknya. Saya yakin tidak ada yang punya keinginan untuk jadi dosen. Walaupun dulu saya bercita-cita ingin jadi profesor, tetapi profersor yang saya maksud adalah orang yang bisa menciptakan robot atau alat canggih yang sering muncul di film kartun dulu.

Ketika saya memilih jurusan mesin di Universitas Gadjah Mada dulu, tujuan utama saya sebenarnya sederhana, setelah lulus kerja, berumah tangga, punya anak, dan seterusnya. Bahkan tawaran dari departemen ketika saya kuliah untuk menjadi dosen di sana (walau masih berstatus mahasiswa), walaupun dengan syarat IPK yang tidak perlu tinggi-tinggi serta adanya ikatan dinas ketika sedang kuliah (waktu itu sekitar 300-an ribu untuk uang tunjangan bulanan) tidak ada yang berminat. Karena di samping pengumuman itu, ada juga pengumuman dari Astra International bahwa alumni yang memiliki IPK di atas 3.00 bisa langsung masuk tanpa tes. Tentu saja banyak mahasiswa yang memilih bekerja dari pada menjadi dosen (walaupun berstatus Pegawai Negeri Sipil).

Tahun Kelam

Terjadinya krisis moneter di tahun 1998 mengakibatkan banyak PHK masal di Indonesia. Beberapa alumni yang sudah bekerja di perusahaan di Indonesia banyak yang datang ke kampus untuk bekerja sebagai dosen. Tentu saja pihak kampus menerima walaupun akhirnya distop karena jumlahnya yang terlampau banyak. Waktu itu saya di akhir-akhir kuliah, dan sempat diajar oleh korban PHK, waktu itu dari PT Astra. Tiap ada bursa selalu diserbu oleh para lulusan kampus yang di ranking baik versi luar negeri maupun versi akreditasi masuk nomor satu di Indonesia selalu dibanjiri oleh pelamar. Waktu itu saya sendiri termasuk dalam kategori tersebut.

Kondisi lebih parah lagi ketika di Jakarta dimana persaingan bukan hanya dari kampus saya, melainkan dari seluruh kampus terkenal di Indonesia, waktu itu saingan terberat adalah UI dan ITB. Beberapa lulusan banyak yang banting stir, bekerja di luar bidangnya. Waktu itu saya berfikir betapa borosnya uang negara yang habis dipakai untuk subsidi mahasiswa kampus negeri tidak terpakai ilmunya. Ada satu penyelamat waktu itu, yaitu karir sebagai dosen. Waktu itu dosen saya pernah bilang tiap mahasiswa teknik disubsidi pemerintah 6 juta pertahun (sebagai perbandingan uang kuliah waktu itu 500 ribu pertahun).

Kebangkitan Perekonomian

Ketika krisis tentu saja menjadi dosen pun tetap sulit walaupun tidak terjadi PHK besar-besaran seperti di industri atau perkantoran. Walaupun penghasilannya menurun drastis tetapi tetap bisa bertahan. Untungnya perekonomian Indonesia mulai bangkit dan banyak berdiri institusi-institusi pendidikan yang membaca peluang karena melihat banyaknya sarjana-sarjana yang menganggur. Dengan mudahnya mereka merekrut dosen baru walau tanpa diberi status yang jelas, asalkan diberi honor yang sesuai dengan jam mereka mengajar mereka pasti menerima. Saya sendiri termasuk dalam kategori tersebut. Jujur saja status dosen saya waktu itu tidak bisa disamakan dengan dosen-dosen universitas negeri, atau minimal universitas swasta terkenal.

Munculnya kampus-kampus seperti ruko mungkin efek dari melimpahnya sarjana-sarjana yang belum terserap di dunia kerja. Anda mau buka jurusan apapun, tenaga pengajar selalu tersedia, jika tidak ada, boleh menggunakan praktisi ataupun PNS dan bahkan pensiunan. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca pandangan Prof Rhenald kasil yang diposting di kompas dengan judul “Naiknya Harga Dosen“.

Namun sepertinya pemerintah membaca gelagat yang tidak beres dari kondisi seperti ini. Diawali dari rendahnya publikasi ilmiah dari dosen dan peneliti di Indonesia (seperti biasa, Malaysia jadi patokan) serta banyaknya penyimpangan-penyimpangan di institusi pendidikan memunculkan kebijakan keras dari pemerintah yang cukup menghancurkan kampus-kampus dadakan dengan munculnya aturan (sekitar 2010 mulai diberlakukan kalo nggak salah):

  1. Dosen Minimal S2
  2. Rasio Dosen 1: 30 atau 40
  3. Dosen tidak boleh sekaligus sebagai guru

Program Percepatan Doktor

Pemicu kebijakan ini menurut saya diawali dari kebijakan dari DPR untuk menaikan anggaran pendidikan sebanyak 20% yang jika tidak ada program yang tepat, tidak akan terpakai semua. DIKTI yang merupakan bagian dari KEMDIKBUD segera mencari cara untuk meningkatkan pendidikan yaitu dengan beasiswa dan tunjangan profesi. Beberapa dosen diberangkatkan ke luar negeri untuk studi lanjut (kebanyakan S3 dan beberapa S2 untuk yang masih berusia muda / calon dosen). Saya sendiri termasuk dalam kategori tersebut.

Gelombang demi gelombang keberangkatan dijalankan dan karena beasiswa berasal dari pemerintah dengan ikatan dinas tertentu, yang telah lulus kembali ke tanah air dan mengabdi. Ternyata diperoleh kualitas yang cukup baik jika dosen menempuh studi lanjut di luar negeri. Sementara itu di dalam negeri, DIKTI kian ketat menjalankan aturan yang ada, baik dari sisi usia dosen, bahkan hingga pengajar yang akan membuat NIDN harus disertai slip gaji bukti bahwa yang bersangkutan bukan dosen “cabutan” serta adanya tes potensi akademik (TPA) dan Toefl (bahasa Inggris). Pegawai-pegawai (biasanya swasta) yang namanya dipinjam sebagai dosen terpaksa harus studi lanjut atau tidak menjadi dosen lagi dengan aturan tersebut. Atau pegawai-pegawai yang menolak untuk berbohong bahwa ia bekerja full time sebagai dosen di suatu institusi menolak meneruskan menjadi dosen, atau memilih meninggalkan pekerjaannya dan memilih menjadi dosen. Saya sendiri termasuk dalam kategori tersebut, memilih menjadi dosen dan meninggalkan jabatan koordinator lapangan IT Bank Danamon wilayah Utara.

Penghargaan Pemerintah Kepada Dosen

Bayangkan dengan keluarga yang sudah memilki anak, tetapi dengan gaji dosen sepertiga dari gaji ketika menjadi pegawai waktu itu merupakan pertaruhan yang sulit, bahkan saya sempat mengalami sesak nafas karena beban fikiran. Untungnya karena adanya hibah-hibah penelitian, serta dihargainya kepangkatan, waktu itu sedikit membantu dan banyak waktu untuk melakukan riset kecil-kecilan karena jumlah waktu untuk nyambi mengajar di tempat lain bisa dikurangi tanpa khawatir kekurangan. Bahkan beberapa buku telah saya terbitkan dengan royalti yang cukup karena sebenarnya saya hanya memindahkan apa yang saya ajarkan ke dalam wujud buku (tanpa terlalu bekerja keras).

Beberapa kasus korupsi terjadi di institusi-institusi pemerintahan, bahkan kementerian hukum dan HAM hingga Kementerian Agama pun ditemui kasus korupsi. Namun kementerian pendidikan walaupun ada sedikit kasus pengadaan alat praktikum yang terjadi korupsi, namun karena sistem yang mulai tertata dan aturan-aturan yang ada mulai ketat, dunia pendidikan di Indonesia mulai bergerak maju. Beberapa hal yang membantu antara lain:

  1. Adanya Tunjangan Profesi (SERDOS)
  2. Hibah-Hibah Penelitian dan Pengabdian
  3. Diperluas kesempatan untuk Studi Lanjut (dalam dan luar negeri)

Naiknya Harga Dosen

Jadi memang benar apa yang dikatakan oleh Prof. Rhenald Kasali, bahwa harga dosen mulai naik. Beberapa rekan saya yang mengajar di tempat saya nyambi sebagai dosen honorer satu persatu pindah ke kampus-kampus yang memberikan penghargaan yang layak terhadapnya. Sebenarnya bukan hanya uang yang mereka cari, penghargaan dan diakui sebagai dosen merupakan salah satu faktor juga yang menyebabkan transfer dosen dari satu kampus ke kampus yang lain. Saya sendiri termasuk dalam kategori tersebut

Kampus jika tidak dipimpin oleh pimpinan yang mampu membaca peta atau arah pendidikan nasional akan kesulitan, terutama meramu seluruh kekuatan yang ada baik dari sisi dana, kurikulum dan sumber dayanya. Para dosen pun mulai berani dan sadar akan kekuatan yang selama ini masih berupa potensi.

Aturan baru tentang jumlah SKS untuk S2 dan S3 sedikit banyak juga bisa mencegat aksi kampus yang memaksakan untuk menambah rasio dosen dengan melulus cepatkan mahasiswa S2- nya, apalagi yang swasta. Dengan jumlah SKS sebanyak itu mengakibatkan masa tunggu untuk memperoleh calon dosen dengan syarat minimal (S2) jadi sedikit bertambah, belum lagi jika kampus itu memiliki program pasca sarjana yang mutlak harus berpendidikan S3.

Kisruh Dana Beasiswa

Harga dosen yang sudah naik menurut Profesor dari UI seperti diutarakan di atas mungkin menjadi “lebih naik lagi” manakala dosen-dosen yang sedang menempuh pendidikan S3 di luar negeri mengalami kesulitan dana beasiswa (terlambat), seperti curahan hati dosen-dosen penerima beasiswa seperti dapat anda baca dari blog-blog mereka, misalnya rekan saya Ahmad-hamid yang mengambil studi di Jepang. Bahkan yang lebih parah lagi adalah curahan hati dari benua di selatan kita, Australia, yang kesulitan karena lewatnya masa batas beasiswa S3 yaitu tiga tahun yang dia tumpahkan di kompasiana. Ketika menulis ini, lagi-lagi Saya sendiri termasuk dalam kategori tersebut (cuma telat dikit sih).

Pergantian pemerintahan yang kebetulan terjadinya kisruh ini semoga lebih baik lagi tertata di pemerintahan yang akan datang, amiin.

Yuukk … siapa yang mau jadi dosen 😀