Reviewer merupakan pekerjaan yang gampang-gampang susah. Disebut gampang karena mungkin sudah takdirnya manusia gampang sekali mencari kesalahan. Silahkan Anda tulis beberapa paragraf dan minta orang membaca, dijamin orang lain akan memberikan respon, dari kesalahan seperti grammar atau typo hingga komentar lainnya. Nah susahnya adalah harus berfikir kritis terhadap beberapa halaman naskah ilmiah yang berisi penelitian terkini. Postingan ini sedikit memberi gambaran bagaimana seorang reviewer bekerja dan bagaimana proses menjadi reviewer.
Direview
Langkah paling mudah adalah melihat hasil review artikel yang kita tulis. Terkadang memang menyakitkan, tetapi dari situ kita tahu bagaimana mereka bekerja dan menemukan titik lemah manuskrip kita. Oleh karena itu disarankan untuk mensubmit artikel ke jurnal yang berkualitas yang ada proses reviewnya. Tentu saja biasanya jurnal internasional karena jurnal nasional sebagian besar berdasarkan permintaan atau mungkin pertemanan. Jangan putus asa ketika ditolak berkali-kali. Mungkin langkah awal dengan mensubmit ke seminar internasional.
Publish di Jurnal Internasional Bereputasi
Jurnal bereputasi biasanya minimal kuartil dua (Q2) baik open access atau tidak. Proses review memang berat, apalagi yang gratis. Namun sekali Anda publish, dijamin nama Anda sudah siap menjadi reviewer, tentu saja sebagai penulis pertama. Dari pengalaman saya ketika ada naskah yang mirip temanya dengan tulisan yang sudah publish, entah dari mana informasinya tawaran review langsung datang. Nah, sebaiknya jangan Anda tolak, apalagi alasannya tidak ada bayarannya.
Sertifikat Pertama
Tawaran review pertama saya justru dari jurnal Q1, dengan topik yang tidak jauh berbeda sehingga dengan mudah saya mereviewnya. Memang ada tawaran dari beberapa jurnal predator, biasanya bercirikan menawarkan review yang bidangnya tidak sesuai dengan saya. Ketika selesai mereview dan artikel tersebut publish, Anda akan mendapat sertifikat reviewer, misalnya Elsevier. Nah, uniknya setelah beberapa kali mereview jurnal tersebut, dan hasilnya memuaskan, pesaing akan menawarkan Anda mereview, misalnya web of science (WoS) yang merupakan pesaing Scopus. Mereka sepertinya sangat mengandalkan reviewer-reviewer untuk menjaga kualitas jurnal yang dikelolanya. Pernah Elsevier meminta saya mengisi kuesioner yang ujung-ujungnya minta dibandingkan dengan jurnal saingannya.
Memahami Persyaratan dan Proses Review
Salah satu persyaratan reviewer adalah kemampuan membaca, terutama naskah berbahasa Inggris. Jika Anda malas membaca dipastikan tidak akan optimal dalam mereview. Bisa-bisa naskah yang bagus karena hanya melihat sekilas tetapi Anda tolak. Publisher terkenal tidak akan memakai kembali reviewer yang tidak membaca, yang terlihat dari hasil reviewernya yang ala kadarnya. Nah, bagaimana kita menilai baik-buruknya hasil reviewer kita? Caranya mudah saja. Biasanya setelah ada decision di suatu manuskrip, seluruh reviewer bisa melihat hasil review reviewer lainnya. Jika tidak jauh berbeda dengan mayoritas reviewer biasanya sudah ok. Bisa dibayangkan jika tiga reviewer accepted atau mayor/minor revision, tetapi Anda menolaknya. Ditambah lagi rincian reviewnya tidak rinci. Oiya, tipikal review adalah sebagai berikut:
-
Menulis kata pembuka, misalnya tulisa ini membahas blablabla. Dilanjutkan dengan hal-hal yang harus diperbaiki dengan rincian sbb:
-
Mayor Issues, berisi hal-hal utama yang harus diperbaiki, metode, data, dan hal-hal lain yang missing
-
Minor Issues, berisi hal-hal kecil yang perlu diperbaiki, misalnya istilah-istilah yang rancu, salah-salah ketik, dan hal-hal editing lainnya.
Alur di atas minimal mayor revision. Jika Accepted atau minor revision biasanya tidak perlu dirinci mayor atau minor issues. Tentu saja boleh saja tanpa membagi menjadi mayor atau minor issue, tetapi teknik di atas sangat baik yang saya lihat ketika reviewer pertama menulis review-nya. Biasanya reviewer pertama profesor yang pakar di bidangnya.
Terakhir dan yang terpenting adalah memutuskan, apakah diterima, ditolak mayor/minor revision. Di sini sangat berat, terutama ketika me-reject. Beberapa kali saya mereject karena naskah yang tidak sesuai dengan kondisi terkini atau kondisi jurnalnya. Misal jurnal geoinformatika, kebanyakan studi area minimal di level kota/kabupaten. Jika hanya lingkup kecil biasanya tidak diterima. Atau untuk ilmu komputer, metode yang diusulkan sudah banyak ditemukan, dan hanya mereplikasi saja tanpa adanya improvement.
Memahami Manfaat Mereview
Memang dari sisi finansial mereview hampir tidak ada. Mungkin beberapa conference membayar karena memang ada deadline dimana suatu seminar sudah fix waktu pelaksanannya. Untuk jurnal di bawah naungan Scopus, mereka menggratiskan selama sebulan untuk mengakses Scopus. Sebulan karena proses review memang max sebulan. Namun terlepas dari itu, manfaat utama mereview adalah kita bisa mengikut perkembangan ilmu terkini. Ibarat kita sudah nonton film yang filmnya baru akan dipublish tahun depan. Oleh karena itu di sinilah ada satu etika dari reviewer untuk tidak membocorkan naskah bahkan proses review kepada orang lain, sehingga tidak bisa saya tampilkan di postingan ini. Mungkin salah satu manfaat psikis dari mereview adalah kita ingin juga menghasilkan tulisan yang bagus, biasanya ketika dihadapkan dengan manuskrip yang oke.
Untuk dosen sepertinya tidak ada masalah untuk menjadi seorang reviewer karena memang kesehariannya sudah dihadapkan dengan bimbingan dan menguji tugas akhir/skripsi para mahasiswa. Sadari saja ketika menguji dengan seolah-oleh menjadi reviewer, bukan algojo atau kakak kelas yang mengopspek adik-adiknya. Sekian semoga tertarik menjadi reviewer.
Reviewer Juga Ada Sertifikat Kompetensinya