Grafik Curve Fitting pada Matlab

Banyak tools untuk membuat grafik, salah satunya adalah Microsoft Excel. Berikut ini contoh bagaimana suatu data dikonversi menjadi grafik berbentuk interpolasi. Cara mudahnya sebagai berikut: setelah men-sort data isian, pilih insert dan pilih grafik yang sesuai, dalam hal ini scatter dengan line.

Grafik itu menurut saya sudah baik, akan tetapi untuk dipublikasi dalam suatu jurnal ada baiknya membuat dengan format lain, salah satunya adalah Matlab. Fungsi yang digunakan adalah fungsi fit dilanjutkan dengan plot (lihat subplot untuk membuat lebih dari satu grafik pada postingan yang lalu). Buka matlab dan pindahkan tahun dan nilai ke workspace. Metode interpolasi yang cocok seperti di excel ternyata ‘pchipinterp’.

  • >> tahun=[2000;2010;2015;2017];
  • >> nilai=[2;5;9;4];
  • >> curvefit=fit(tahun,nilai,’pchipinterp’)
  • curvefit =
  • Shape-preserving (pchip) interpolant:
  • curvefit(x) = piecewise polynomial computed from p
  • Coefficients:
  • p = coefficient structure

Pastikan curvefit (bisa dengan nama lain) berhasil dibentuk. Lanjutkan dengan plotting dengan fungsi plot (lihat help untuk lebih jelasnya bagaimana menggunakan fungsi ini):

  • >> plot(tahun,nilai,’*’);
  • >> hold
  • Current plot held
  • >> plot(curvefit)

Hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Oiya, jangan printscreen gambar di atas untuk jurnal, lebih baik gunakan versi printing supaya hasilnya standar seperti di bawah ini (tekan simbol printer di menu). Semoga bermanfaat.

Iklan

Jadilah Pelajar yang Tekun dan Tangguh

Beberapa peneliti di bidang psikologi sepertinya terus meneliti faktor-faktor yang membuat seorang pelajar sukses dan yang lainnya gagal. Beberapa pakar, seperti Goldman, mencetuskan teorinya yaitu emotional quotient (EQ)/emotional intelligence (EI), yang melawan teori sebelumnya bahwa Intelligence Quotient (IQ) menentukan sukses tidaknya seseorang. Masalah muncul karena EQ sendiri sangat banyak, dan mana salah satunya yang menentukan.

Seorang rekan facebook men-share video dari Ted Talks bahwa salah satu faktor yang menentukan itu adalah ‘Grit’, yang menurut si pembicara, Angela, adalah ketekunan dan hasrat yang tinggi untuk mencapai tujuan jangka panjang. Jangka panjang di sini adalah cita-cita yang ingin dicapai, bukan hanya besok, bulan depan, atau tahun depan. Silahkan lihat videonya:

Terus terang, saya sendiri orang dengan IQ yang seadanya. Bahkan guru konseling di SMA dulu sempat memanggil saya terkait hasil psikotes yang ‘wah’, bukan ‘WAH’. Semalaman saya berfikir dan akhirnya menolak panggilan si guru konseling itu, khawatir saya disarankan hanya bisa berkarir jadi supir ‘grab’ atau ‘gojek’, haha (tentu saja tidak, menurut saya mungkin menyemangati .. atau minimal menghibur). Ditambah pula beberapa hari sebelumnya sempat membaca buku ‘sarjana ideot’, yang artinya seorang dengan IQ minim tetapi bisa jadi sarjana (S1). Prinsip saya waktu itu, jika teman-teman yang cerdas memahami satu jam, saya mungkin perlu sehari. Jika mereka satu hari, mungkin saya perlu seminggu, yang penting tetap fokus ke tujuan saya. Bahkan guru ‘kimia’ sempat menegur saya, “kamu ikut ronda (siskamling)?”, lantaran mata saya yang merah karena begadang akibat penasaran mempelajari serangkaian reaksi kimia, waktu itu tentang asam, basa dan garam (yang saat ini harganya naik, hihi).

Untuk yang sedang belajar, tetap fokus ke ‘long term goal’ dan jangan tergoda dengan jangka pendek yang kadang menggoda. Silahkan simak link-nya, semoga bermanfaat. Atau lihat videonya ketika berbicara di Google (hmm .. wanita yang smart dan cantik … hallah):

 

Mereview Jurnal Untuk Pertama Kali

Dulu pernah ada tawaran mereview jurnal, tetapi saya menolaknya karena belum ‘PD’, percaya diri, mengingat belum pernah mempublikasikan tulisan di jurnal internasional, hanya beberapa seminar internasional. Tentu saja ditambah kendala bahasa, bahasa Inggris. Setelah lelah menulis dan lelah menjawab pertanyaan dari tiga reviewer ketika submit ke jurnal dan berhasil dipublikasi, barulah bersedia menjadi reviewer. Untungnya yang menawari untuk jadi reviewer adalah jurnal nasional, sehingga bisa bekerja cepat. Pengalaman bagaimana para reviewer jurnal berimpak di atas satu itu mencecar saya, tentu saja tidak serta merta saya terapkan di jurnal nasional. Namun tetap harus direvisi agar hasil publikasinya bagus dan banyak disitasi pembaca/periset lainnya. Dan yang terpenting adalah hutang budi telah direview olah orang lain dan sekarang saatnya membayar hutang itu, dan untungnya pengelola jurnal itu adalah sebuah yayasan nirlaba.

Ketika log-in sebagari reviewer, kaget juga ternyata menggunakan aplikasi Open Journal System (OJS) yang sedang giat untuk dijalankan pada pengelola jurnal di Indonesia oleh Ristek-dikti. Perkembangan aplikasi ini cukup pesat, bukan sekedar situs untuk mendokumentasikan artikel jurnal melainkan seluruh tahapan publikasi. Sebaiknya semua pengelola jurnal lokal mengikuti aturan standar publikasi jurnal yaitu peer-reviewer. Editornya juga sudah menggunakan prinsip blind-reviewing dimana reviewer tidak bisa melihat siapa yang sedang di-review.

Barusan saya menonton film berjudul “Genius”. Ceritanya tentang pengarang yang bersahabat dengan penerbit. Bagaimana mereka mendiskusikan judul, penyuntingan dan aspek lainnya yang cukup menarik seperti masalah keharmonisan rumah tangga, ekonomi, dll. Seorang penulis harus tetap dituntut untuk memperhatikan kehidupannya. Jadi ingat komunikasi dengan penerbit waktu publikasi buku. Oiya … juga dengan pembacanya. Berikut trailler film-nya:

Mengatasi Laptop Panas dengan Vacum Cleaner

Berbeda dengan laptop Lenovo yang sedang saya gunakan ini yang tanpa kipas prosesor, laptop lama saya, Toshiba, menggunakan kipas untuk mendinginkan proseor i5-nya. Masalah yang muncul adalah debu yang ikut terbawa ketika proses pendinginan terjadi. Jika banyak menumpuk dan menimbulkan kerak, maka proses pendinginan tidak efektif. Prosesor pun akan mati jika suhu melampaui ambang batas (mendekati 1000C). Tentu saja hal ini sangat mengganggu.

Untuk membongkar laptop butuh keahlian dan peralatan yang lengkap. Resikonya tentu saja ‘bisa bongkar tapi tidak bisa pasang’. Repotnya lagi, bongkar saja sulit. Biasanya toko servis laptop menyediakan jasa membersihkan kipas laptop dengan biaya seratusan ribu rupiah. Lumayan mahal. Banyak situs di youtube yang menawarkan cara-cara membersihkan bagian dalam laptop, dari dengan sedotan, hingga bongkar total. Di sini saya menyarankan menggunakan vacum cleaner yang sangat masuk akal.

Saya mencoba dengan cara ini. Lumayan, dengan cpu thermometer suhu menunjukan lebih dingin dibanding sebelumnya. Ketika disedot pertama kali muncul kotoran seperti kapas yang tersedot vacum cleaner. Namun karena sudah hampir 4 tahun, kemungkinan ada kerak di dalam yang sulit tersedot keluar dan harus dibersihkan dengan pembersih khusus. Cara ini sepertinya efektif untuk pembersihan yang dilakukan secara rutin sebelum kotoran menumpuk dan menimbulkan kerak.

Grafik Perbandingan dengan Doughnut

Banyak cara untuk melihat perbandingan proporsi suatu data. Salah satunya adalah dengan membuat grafik. Pada postingan ini grafik yang akan coba buat adalah berbentuk doughnut. Dinamakan ‘doughnut’ karena memang bentuknya seperti kue donat yang bolong ditengah. Ada bentuk lainnya yang tidak bolong, dan dinamakan ‘pie’ karena seperti kue ‘pie’. Oke .. stop dulu ngomongin makanan, kita mulai prakteknya dengan Microsoft Excel.

Diambil dari (Bhatti et al., 2015) kita akan coba membuat gambar yang di tengah (grafik doughnut). Misalnya kita memiliki data berikut ini:

Kolom pertama menggambarkan tahun sementara kolom yang lainnya adalah luas (hectares) kelas lahan (berturut-turut pertanian, bare, builtup, tanaman dan air). Pada excel tekan insert – Chart dan pilih doughnut yang letaknya di bagian bawah. Agar lebih cepat pembuatan doughnut-nya sorot data selain tahun, karena yang akan ada di grafik adalah datanya saja. Tahun bisa kita tambahkan nanti untuk legend.

Jika pada postingan yang lalu tidak muncul pilihan jenis doughnut-nya karena compatibility mode maka sekarang muncul karena versi *.xlsx (bukan *.xls).

Sepertinya harus dengan metode grafik yang lain karena prosentase terlalu didominasi oleh hijau (94%) sementara yang lainnya sulit dikenali karena terlalu kecil. Oke, saya coba cari model grafik lainnya.

Ref

Bhatti, S. S. et al. (2015) ‘A multi-scale modeling approach for simulating urbanization in a metropolitan region’, Habitat International. Elsevier Ltd, 50, pp. 354–365. doi: 10.1016/j.habitatint.2015.09.005.

 

Membersihkan Layar dan Variabel Pada Command Window Matlab

Command window pada Matlab adalah jendela utama. Jendela ini sudah ada sejak kemunculan Matlab pertama kali di tahun 80-an.

(Dari berbagai sumber)

Ketika sampai bawah dan tulisan yang di atasnya mengganggu, untuk kenyamanan dapat dibersihkan dengan instruksi tertentu. Dua instruksi yang penting tapi terkadang belum diketahui oleh pengguna awal Matlab antara lain adalah clc dan clear.

1. CLC

Perintah/instruksi ini untuk membersihkan layar, mirip dengan cls pada comman prompt window (cmd). Variabel yang ada di workspace tidak ikut ‘bersih’ dengan instruksi ini.

2. CLEAR

Perintah/instruksi ini bermaksud membersihkan variabel yang ada diworkspace. Untuk menguji silahkan masukan satu variabel di matlab, misal >>a=2. Tampak di workspace muncul variabel ‘a’ dengan informasi jenis datanya di kolom berikutnya. Ketika ditulis clear pada command window maka variabel ‘a’ tidak ada lagi di workspace. Selain dengan clear workspace juga bersih ketika Matlab dimatikan (off) baik sengaja maupun karena kegagalan sistem (error).

Postingan ini sederhana tetapi uniknya saya mengerti instruksi “clc” ketika kuliah AI-Neuro Fuzzy. Rekan kuliah dari Thailand memberitahu instruksi tersebut, padahal saya belajar Matlab otodidak sejak 1999 setelah belajar Fortran (artinya 14 tahun .. he he). Beruntunglah rekan-rekan yang saat ini sudah ada google, youtube, blog, dan sumber-sumber informasi lainnya.

Membuat Chart pada Layout ArcGIS

Postingan yang lalu telah dibahas bagaimana membuat chart dinamis. Tetapi sepertinya kurang saya minati karena harus mengunduh plug-in tambahan. Kali ini kita bahas bagaimana menyisipkan grafik tentang peta yang kita buat dengan Insert Object pada ArcGIS. Buka ArcGIS dan siapkan peta, misalnya peta tentang klasifikasi lahan. Buka jendela Layout View yang terletak di bagian bawah IDE ArcGIS.

Insert Object dapat diakses lewat menu Insert Object. Setelah itu tinggal pilih tipe object yang akan digunakan, di sini kita ambil contoh Microsoft Graph Chart.

Secara default, akan dipersiapkan tabel batang. Untuk bentuk yang lain dapat dipilih, misalnya grafik donut.

Cara menggunakannya mudah karena disediakan template data yang bisa ditambah atau dikurangi dan diisi sesuai dengan kebutuhan.

Perhatikan bagian East yang terletak bagian dalam chart. Ketika diisi 50 seluruhnya (warna biru, hijau, coklat, dan krem) tampak proporsinya masing-masing 25%. Tidak perlu menekan tombol apapun, cukup tutup jendela editing, Chart tersebut sudah ter-insert di Layout View kita. Selamat mencoba.

Update: 26/07/17

Selain memilih Microsoft Graph Chart, dapat juga dengan memilih Microsoft Excel Chart. Hanya saja tidak bias menggunakan pilihan optimal krn compatibility mode. Sebaiknya gunakan Microsoft Excel dulu lalu chart diimpor ke ArcGIS dengan insert object.

compatibility problems chart.jpg

Template pada Microsoft Word

Iseng-iseng mencoba template Word yang baru. Ternyata ok juga tampilannya. Tentu saja sebaiknya merancang sendiri tampilan yang kita inginkan. Tetapi template yang disediakan Word bisa juga jadi pelajaran bagaimana merancang template baru yang lebih sesuai dengan keinginan.

Misalnya saya memilih “Polished cover letter” sebagai template saya ketika membuat surat. Tentu saja kop bisa menggunakan kop asli miliki institusi kita. Tetapi kalau mau aman, ikuti saja format surat-menyurat standar (hanging paragraf, full block, dll).

Tool yang digunakan pun standar saja, kolom, insert picture box, header, footer dan sejenisnya. Hanya saja yang membedakan adalah komposisi warna dan tata letak. Selamat mencoba membuat bentuk-bentuk template sendiri.

Template berfungsi untuk keseragaman. Misalnya IEEE menyediakan template untuk konferensi internasional (silahkan unduh yang ingin melihatnya). Selain disain dua kolom, teknik membuat “navigation pane”-nya juga baik sekali.

Menggunakan Mendeley untuk Sitasi Otomatis

Masalah sitasi terkadang bisa menghambat seorang peneliti untuk produktif menulis. Masalah yang sederhana ini terkadang membuat malas karena sangat menyita waktu. Microsoft Word menyediakan fasilitas sitasi otomatis pada menu References. Tetapi cara inputnya yang kaku menyulitkan pengguna mengelola jurnal-jurnal rujukan. Kaku karena kita harus memasukan data sitasi seperti memasukan data dalam tabel.

Sementara itu, Elsevier menawarkan aplikasi bernama Mendeley untuk mengelola sitasi. Aplikasi ini sangat efisien karena untuk memasukan jurnal rujukan tinggal drag and drop saja. Jika jurnalnya berformat standar (springer, taylor francis, dan lain-lain) maka langsung terekam informasi penulis, judul, penerbit, dan sebagainya. Tentu saja jika tidak akura dapat dilakukan editing untuk memperbaiki formatnya.

Mendeley menawarkan format Web dan desktop. Lihat postingan terdahulu untuk instalasinya. Untuk menghubungkan Mendeley dengan Word, plug-in perlu diseting pada Mendeley (lihat caranya). Ok, langsung saja lihat video berikut untuk memasukan sitasi dalam tulisan dan menyusun daftar pustaka secara otomatis pada suatu paper.

Lika-liku dan Suka Duka Studi Lanjut

Baik untuk yang mencari maupun yang sedang menjalankan studi lanjut pasti dijumpai suka duka dan lika-likunya. Beragam, tetapi antara satu karyasiswa (mahasiswa penerima beasiswa) dengan karyasiswa lainnya terkadang memiliki banyak kesamaan, terutama karyasiswa dari unsur pengajar (dosen). Siapa tahu postingan ini bermanfaat dan dapat dijadikan sedikit rujukan. Minimal sekedar hiburan/bacaan ringan bagi yang mirip dan senasib dengan saya.

A. Mengurus Ijin dan Tugas Belajar

Sepertinya saat ini tidak begitu sulit untuk mengurus ijin atau tugas belajar. Kampus tertentu mungkin menyamakan keduanya tetapi di kampus saya berbeda. Ijin belajar berarti masih tetap bekerja dan mengajar sementara tugas belajar dibebaskan dari bekerja dan mengajar (tri-darma perguruan tinggi). Saat ini lebih mudah karena Ristek-dikti sedikit memaksa kampus-kampus untuk meng-upgrade tenaga pengajarnya ke doktoral (S3). Jika ada kampus yang terkesan menghalangi, siap-siap kena “pentung”.

Tetapi beda dengan dulu. Untungnya saya masuk dalam kategori transisi. Teman sekampus saya bahkan berjuang lebih “sengit” pakai tak-tik untuk sekedar diijinkan berangkat studi lanjut. Dari istilah “urut kancing” hingga “mengabdi dulu baru studi lanjut” merupakan senjata andalan penghalang dosen senior terhadap juniornya. Menurut saya ada benarnya, tetapi banyak juga salahnya. Memang dosen junior sebaiknya menghormati senior, tetapi kan harus ada balasannya, yakni senior harus menyayangi juniornya. Kalau senior tidak berangkat-berangkat studi lanjut, tentu saja sebaiknya tidak menghalangi junior untuk berangkat. Apalagi hukum karma juga berlaku, di tempat saya kerja bahkan para dosen senior yang sudah berumur 50-an tahun toh akhirnya bisa studi lanjut. Hmm.. bisa jadi balasan ijin yang diberikan ke para juniornya. Tapi kasus seperti itu jarang terjadi, apalagi saat ini dimana stok dosen melimpah di tanah air. Saya sendiri berprinsip “jadi profesor dulu lalu mengabdi” daripada “mengabdi dulu baru jadi profesor”.

B. Mencari Kampus Tujuan (Dalam atau Luar Negeri)

Biaya kuliah S3 yang tinggi membuat kita mencari kampus tujuan yang ada beasiswanya, baik dari kampus tujuan maupun dari Ristek-dikti (dikenal dengan nama BUDI saat ini). Yang sedikit mengejutkan untuk luar negeri sepertinya maksimal 50 penerima beasiswa, padahal dulu tidak ada batasnya. Menurut saya, seperti kasus-kasus sebelumnya, Ristek-dikti belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Dalam negeri malah lebih banyak kuotanya. Kalau saya jadi orang yang megang duit, tentu saja dengan jumlah uang yang sama akan diperoleh jumlah lulusan yang lebih banyak jika untuk beasiswa kuliah di dalam negeri. Ditambah lagi, masih jarang yang ingin kuliah ke luar negeri dengan meninggalkan keluarga (biasanya karena sekolah anak atau istri/suami yang bekerja). Timbang-timbanglah dulu, pilih dalam negeri atau luar negeri. Timbang-timbang pula ke depan, jangan-jangan ada “perang doktor”, bukan sekedar doktor tetapi lulusan doktor dari kampus mana. Di Thailand sudah mulai muncul Ph.D (UC Barkeley) misalnya yang menyatakan doktoral dari kampus tertentu. Tentu saja biaya hidup dan resiko-resiko lain harap dihitung-hitung, jangan terlalu “gambling”. Mencari kampus tujuan terkadang sama dengan mencari promotor atau calon advisor/supervisor. Jangan lupa belajar menulis email dengan baik dan benar, dan belajar sabar kalau ditolak.

C. Mencari Beasiswa (Dalam Negeri atau Luar Negeri)

Banyak tawaran beasiswa dari luar negeri. Rekan saya bahkan meng-cancel beasiswa Ristek-dikti dan memilih beasiswa dari kampus tujuan S3. Ciri khas beasiswa dari luar biasanya sedikit memaksa penerima beasiswa untuk bekerja atau aktif di kampus (jadi asisten dosen, lab, dll). Ada untungnya juga, biasanya cepat lulus, tidak seperti saya yang kabur-kaburan (ehh .. karena kadaluarsa). Biasanya mencari kampus dulu baru beasiswa karena pemberi beasiswa selalu meminta bukti diterima di kampus tertentu (yang diakui oleh penerima beasiswa). Jangan lupa lihat periode atau jadwal antara penerimaan beasiswa dengan penerimaan kuliah S3 di kampus yang dituju. Sebab resikonya fatal, seperti saya yang masuk kuliah tertinggal 3 bulan dan akibatnya nilai hancur di semester I. Untungnya saat ini (berlaku pas saya berangkat thn 2013) ketika lolos penerimaan beasiswa, jika keberangkatan diundur tahun depan (anggaran tahun berikutnya) karyasiswa tidak perlu wawancara atau disaring lagi karena dinyatakan lolos mengikuti hasil sebelumnya.

D. Menyiapkan Amunisi

Amunisi di sini maksudnya bekal untuk bertarung. Untuk mahasiswa pascasarnaja (S2), saran saya jangan seluruh materi kuliah dibuang atau diloakin karena pengalaman saya dulu membutuhkan buku-buku tersebut (ketika tahap Course work/kuliah wajib), setidaknya lebih familiar dan berbahasa Indonesia pula (maklum masih berantakan English-nya). Software-software andalan (misalnya Matlab, pemrograman, dlll) tetap pertahankan. Saya dan rekan-rekan kebanyakan tidak seluruh hal-hal yang dipersiapkan berjalan mulus 100%. Ada saja yang memaksa untuk switch mengikuti kehendak pembimbing. Sebaiknya ikuti saja, dan terkadang yang kita ingin kerjakan, ya kerjakan saja, iseng-iseng mengisi waktu luang. Siapa tahu seperti teman saya, ketika mentok mengikuti keinginan pembimbing, dan karena menjalankan metode sendiri, ketika disampaikan ke pembimbing akhirnya diterima juga (pembimbing juga manusia lho, ada unsur kasihannya juga).

E. Mempersiapkan Kondisi Tak Terduga

Tapi jangan khawatir, kebanyakan terduga kok. Saya menduga dapat nilai C .. Eh bener dapat C. Sorry, maksudnya bukan itu. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, terkadang ada tahapan tertentu yang mentok, misalnya memenuhi syarat minimal IPK. Kebanyakan sih masalah publikasi jurnal internasional yang tidak jelas lama waktunya. Baik lama diterimanya atau lama menjawabnya (dari editor). Bahkan rekan saya sudah diterima pun masih butuh waktu satu tahun (tahun masehi ya, bukan tahun cahaya). Oiya, planning A, B, dst .. boleh saja, kalau perlu seperti Excel .. setelah Z lanjut lagi AA, AB, .. (hiks).

Oiya tetap semangat, sebenarnya enggan juga menulis berita buruknya, takut pembaca malah jadi tidak bersemangat untuk studi lanjut. Yang jelas banyak sukanya dibanding dukanya, terutama yang ke luar negeri, banyak hal-hal yang tidak bisa dijelaskan (bahkan oleh foto selfi model apapun – yg kadang malah bikin keki atau mupeng yg lihat) tapi hanya diri sendiri yang bisa merasakan, ya, itu namanya suka duka dan lika-liku. Selamat berjuang.

Tablet Mode VS Desktop Mode di Windows 10

Setelah era Windows XP dan Windows Vista yang gagal, Windows 7 termasuk berhasil. Serangan sistem operasi Android dan membanjirnya telepon genggam membuat Microsoft berusaha merebut hati konsumen lewat sistem operasinya yang mendukung gadget dengan memunculkan Windows 8. Waktu itu saya sempat membeli Microsoft surface dengan Windows 8 yang cukup cepat.

Namun demikian versi mobile sangat tidak nyaman untuk laptop. Sebenarnya bukan tidak nyaman melainkan belum terbiasa saja. Butuh waktu beberapa bulan bagi saya untuk terbiasa dengan Windows 8. Dari letak program file yang tidak ada (walaupun bisa dengan search tetapi terasa kurang nyaman, masak terus-terusan searching. Akhirnya muncul sistem operasi baru bernama Windows 10.

Untuk memikat pengguna sepertinya Microsoft menggunakan taktik menggratiskannya asal memiliki lisensi di Windows sebelumnya (Windows 7, 8, dan seterusnya). Setelah mencoba ternyata lumayan cepat juga, terutama di laptop mini dengan prosesor seadanya yang baru saya beli. Ternyata Versi Pro lebih cepat dibanding versi Home. Selain itu penggunan memori juga lebih minimal, cocok untuk laptop 2 Gigaan.

Dan yang terpenting adalah adanya pilihan tablet mode dan Desktop mode yang memberi kebabasan pengguna mengikuti Windows 8 atau Windows 7 formatnya. Silahkan masuk ke menu setting dan cari2 sendiri cara memilihnya. Hmm .. ternyata saya lebih menyukai Tablet mode yang menyerupai Windows 8. Sepertinya wakeup lebih cepat dari versi desktop (mungkin perasaan saya saja). Tetapi semua terserah pengguna, mana yang lebih familiar. Berikut ini tampilan versi tablet dari Windows 10 pro.

Update: 19 Juli 2017

Ternyata ketika menjalankan ArcGIS di tablet mode ada sedikit kelambatan, bahkan sempat hang ketika mengoperasikan analisa spasial. Sepertinya tablet mode tidak cocok dengan karakter multi-tasking Windows. Akhirnya balik lagi ke Desktop mode.

Screencast-O-Matic Untuk Video Tutorial

Pembelajaran jarak jauh (e-learning) membutuhkan tool untuk memudahkan peserta didik mengikuti perkuliahan. Salah satunya adalah video tutorial untuk menjelaskan prosedur-prosedur tertentu, biasanya tutorial pemrograman dan sejenisnya. Banyak tersedia aplikasi-aplikasi yang dapat dimanfaatkan secara gratis untuk meng-capture apa yang terjadi di layar monitor. Salah satunya adalah Screencast-o-matic yang memiliki versi gratis (free) maupun berbayar. Sebelumnya saya menggunakan bawaan Microsoft, yakni Microsoft Expression (lihat post terdahulu), tetapi memiliki sedikit kelemahan yang mengganggu yakni tidak bisa menampilkan web-cam ketika presentasi.

Silahkan masuk ke situs resmi Screencast di sini. Jika Anda enggan menginstal aplikasi baru, Screencast menawarkan capture secara instan lewat web tersebut, tekan saja “start recording” untuk langsung merekam tanpa instal aplikasi tersebut.

Sebenarnya tidak murni tanpa instal, tetapi tetap saja unduh sedikit file untuk me-running Screencast sementara. Setelah selesai download, Screencast langsung bisa digunakan. Pilihan lain adalah menginstall aplikasi itu di laptop sehingga dapat dipakai kapanpun tanpa harus mengunduh terlebih dahulu.

Entah mengapa saya tidak bisa menemukan kembali link source code Screencast O Matic di link resminya, padahal dulu sempet ada. Silahkan gunakan situs penyedia screencast yang lain (tentu saja yang aman dan bebas virus/spyware), misalnya berikut ini atau cari dari tempat yang lain (untung dulu sempet download untuk yang versi bisa diinstall di laptop).

Untuk file-nya sepertinya harus cari lagi yang pernah diunduh dahulu. Oiya, untuk tampilannya dapat dilihat di sample berikut ini, waktu itu sedang “duel” game sepak bola (winning eleven) dengan anak saya. Lihat juga contoh terapannya dengan Ms Power point berikut ini. Selamat mencoba, semoga bermanfaat.

Instal Mendeley Desktop

Dua pengindeks terkenal di dunia saat ini (Elsevier – Scopus dan Thomson reuter – WoS) memiliki tool untuk mengelola tulisan. Jika Thomson reuter memiliki EndNote, Elsevier memiliki Mendeley. Bedanya adalah Mendeley tidak dipungut biaya ketika menginstalnya sedangkan Endnote harus membeli lisensinya. Postingan ini bermaksud memperkenalkan bagaimana instalasi Mendeley, kebetulan saya berganti laptop dan harus menginstal ulang Mendeley lagi.

Mendeley ada dua jenis: Web dan desktop. Mendeley mengharuskan sign up ketika akan menggunakan aplikasi ini. Manfaatnya adalah ketika login data tersimpan di Cloud internet. Dapat diakses baik lewat PC maupun aplikasi di Android.

A. Unduh File Instalasi

Untuk mengunduhnya silahkan kunjungi situs download resminya di sini. Sistem operasi Windows yang diijinkan adalah di atas Windows 7 dan juga Macintosh (Apple).

Selanjutnya tekan Next> untuk instalasi file yang baru saja diunduh (sekitar 20-an Mb). Seperti biasa, tekan Agree untuk konfirmasi masalah lisensi dan dilanjutkan dengan menentukan lokasi instalasi. Jika bingung (saya juga pertama-tama bingung), lebih baik ikuti saja lokasi dan letak Icon Mendeley yang ingin diinstall.

Tunggu saja, instlasi hanya berjalan sekitar satu menit (menggunakan intel celeron 3jt-an Lenovo). Langsung saja jalankan ketika ada pemberitahuan bahwa instalasi complete (jangan khawatir .. nggak pake keygen-keygen-an .. hihi).

B. Login ke Mendeley Desktop

Ketika menjalankan Mendeley desktop, tampilan awalnya adalah Login. Tentu saja harus Sign up dulu di web Mendeley (harus punya email dulu nggih mbah …).

Lihat, walaupun saya baru menginstal tetapi file-file jurnal dan buku saya langsung ketarik dan siap di-download ke laptop mungil saya. Berikutnya adalah mengintegrasikannya dengan Microsoft Word (lihat postingan yang lalu .. atau di bawah ini saja).

C. Integrasi Mendeley dengan Microsoft Word

Manfaat utama Mendeley adalah mensitasi tulisan dengan cepat, tanpa perlu mengetik referensi di akhir tulisan/jurnal. Jika Ms Word belum terintegrasi dengan Mendeley, di menu REFERENCES hanya tersedia bawaan Word saja. Langsung saja tekan: Tools Install MS Word Plugin di Mendeley.

Upps .. ternyata Word yang saya saat ini saya pakai ngetik postingan ini harus ditutup dulu. Setelah ditekan Yes di menu References Word ada tambahan baru untuk sitasi yaitu dari Mendeley. Ok dah, selamat mencoba dan semoga bermanfaat.

Update: 16 Okt 2020

Untuk pengguna Mac, silahkan kunjungi postingan saya berikutnya.

Coba Instal ArcGIS Versi 10 yuk ..

ArcGIS yang merupakan produk ESRI adalah aplikasi untuk mengelola Geographic Information System (GIS) yang terkenal dan banyak digunakan karena mudah. Postingan ini hanya sharing saja mengingat banyak mahasiswa yang menggunakan aplikasi ini untuk skripsi/tugas akhir. GIS tool lainnya yang tidak kalah hebat dan terutama open source saat ini sudah banyak juga tersedia dan menjadi alternatif utama ketika tidak bernaung lagi di institusi yang memiliki lisensi ArcGIS, seperti tempat saya kuliah saat ini misalnya.

Banyak sekali aplikasi yang tersedia di ArcGIS. Namun demikian ArcGIS desktop wajib diinstall, tekan Setup untuk menginstallnya di menu ESRI setup. Selain itu tentu saja diperlukan juga ArcGIS license Manager atau ArcObjects SDKs.

Berikutnya sangat mudah, seperti menginstall software-software pada umumnya. Tekan Next setelah “I Accept the license agreement”.

Ketika muncul pilihan instalasi, pilih yang complete saja, kecuali jika Anda sudah mahir dan ingin memilih Custom tertentu saja yang ingin diinstal. Berikutnya setelah adanya informasi bahwa ESRI akan menginstal juga python language, ESRI akan melakukan instalasi (diisitlahkan dengan nama Update) beberapa saat lamanya, tunggu saja, tapi jangan ditinggal di tempat umum, nanti hilang (sorry bercanda).

Lisensi ArcGIS lumayan mahal, biasanya hanya dimiliki oleh institusi (kampus, departemen, dll). Instal aplikasi Pre-release license manager juga untuk mengelola lisensi yang dibeli. Saya memiliki cara mudah, yaitu dengan menyimpan service.txt pada ArcGIS terdahulu. Jadi jika PC rusak atau pindah komputer, tinggal instal ulang saja dan me-replace service.txt itu ke mesin yang baru.

Selesai juga instalasi yang cukup memakan waktu ini. Mengenai file service.txt terkadang Windows menolak untuk me-replace file service.txt dengan yang baru walaupun sudah “as administrator”. Cara sederhana yang sering saya gunakan adalah me-rename yang lama (misal xservice.txt) setelah itu baru meng-copy paste service.txt yang baru ke lokasi lisensi. Sebelumnya instal terlebih dahulu license manager.

Secara default terlihat tidak ada fitur yang disediakan ketika ArcGIS diinstal.

Seperti telah disebutkan di muka, file service.txt saya rename (misal xservice.txt) dan dilanjutkan dengan meng-copas service.txt lama (yang sudah pernah digunakan) ke folder bin pada license ArcGIS.

Terakhir adalah yang tersulit karena harus mengisi port dan nama yang ada di service tersebut. Buka saja file service.txt dan lihat nama PC dan portnya, ganti sesuai dengan PC saat ini. Buka ArcGIS administrator untuk mengisi nama PC beserta port-nya.

Gunakan perintah ipconfig/all di command window untuk mengetahui nama PC yang akan diinstall ArcGIS (bisa juga cara lain lewat menu seting, tetapi saya lebih cepat dengan command window). Gampangnya, langkah terakhir harus ada 3 yang diutak-atik: 1) ArcGIS administrator, 2) License Manager, dan 3) file service.txt. Terakhir lakukan “re-read” di license manager dan pastikan juga Availability sudah terisi fitur-fitur yang diperlukan.

Perhatikan, Availability yang sebelumnya kosong kini terisi dan ArcGIS siap dijalankan (bandingkan dengan gambar sebelumnya pada postingan ini). Tutup semuanya dan jalankan ArcMap, jika bisa berjalan berarti instalasi OK. Mungkin cara darurat ini sedikit bermanfaat dan tentu saja sebaiknya gunakan lisensi resmi dari yang dimiliki institusi kita (kampus, departemen, dan lain-lain). Oiya, kalau ikut seminar di luar negeri, terutama beberapa negara Eropa, sebaiknya bawa laptop dengan lisensi ArcGIS yang resmi, atau tidak usah bawa saja lebih aman (Informasi dari dosen pembimbing, katanya sempat diperiksa oleh otoritas setempat perihal lisensi).

Update: 11/05/2019

Karena ganti laptop terpaksa instal ulang. Ternyata lupa-lupa ingat walau akhirnya berhasil juga. Yg penting service.txt diedit sesuai dengan nama host laptop sebelum dipindah ke folder arcgis10/license/bin/ dan pastikan server on (running). Oiya, pilihannya yang atas ya (Advanced (ArcInfo) Concurrent Use setelah instal lisence:

ArcGis Administrator

Masalah “Unable to execute the selected tool” di ArcGIS

Ketika menjalankan suatu aplikasi terkadang beberapa fasilitas tidak bisa dijalankan. Sebenarnya belum tentu “tidak bisa” dijalankan, bisa saja “belum bisa” dijalankan karena ada setingan yang belum diaktifkan (enabled). Begitu pula untuk aplikasi GIS terkenal, yaitu ArcGIS 10. Berikut tampilan jendela peringatan yang biasanya muncul ketika ingin menjalankan tool spatial analyst.

Tentu saja bagi yang baru pertama kali menemukan kasus di atas akan kebingungan dan menganggap instalasi gagal (problem lisensi). Informasi dari situs resmi ArcGIS berikut sepertinya bermanfaat. Jawabannya cukup sederhana yaitu dengan mengaktifkan fasilitas yang ada (tentu saja asalkan memiliki lisensinya). Masuk ke menu Extension yang berada di menu Customize untuk meng-enable Spatial Analysist.

Di menu Extensions silahkan cheklist fasilitas yang tersedia di ArcGIS, di sini misalnya Spatial Analyst yang berisi toolbox seperti reclassify, mosaic to new raster, raster clip, extract by mask, dan fasilitas-fasilitas canggih lainnya.

Tapi untuk mempercepat akses buka tutup ArcGIS ada baiknya tidak mengaktifkan seluruh fasilitas yang ada. Misalnya saya hanya menggunakan ArcGIS untuk menggambar peta, maka tidak perlu mengaktifkan Spatial analyst karena fasilitas itu tidak diperlukan ketika menggambar. Mudah-mudahan sedikit membantu rekan-rekan yang menjumpai masalah serupa. Terus terang lisensi ArcGIS cukup mahal, sementara ini saya mengandalkan software tersebut di laboratorium kampus. Sepertinya harus difikirkan untuk menggunakan GIS tool yang open source setelah lulus nanti.